Pemerintah Libatkan Ulama untuk Dorong Masyarakat Patuhi Protokol Kesehatan
Untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, pemerintah menggandeng para ulama. Mereka diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk lebih mematuhi protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali merangkul para ulama untuk mengatasi lonjakan angka penularan Covid-19 di Indonesia. Para pemimpin agama dan organisasi kemasyarakatan itu diharapkan mampu mendorong warga untuk lebih mematuhi protokol kesehatan. Harapannya, mata rantai penularan Covid-19 dapat diputus.
Harapan supaya para ulama bergandengan dengan pemerintah mengampanyekan protokol kesehatan ini disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (17/7/2020). Hadir dalam acara yang didahului shalat Jumat berjemaah dan makan siang bersama ini di antaranya Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Eman Suryaman, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Ketua Umum PP Syarikat Islam Hamdan Zoelva, Ketua Umum PB Al Jamiyatul Washliyah Yusnar Yusuf, Ketua Umum PB Mathlaul Anwar KH Ahmad Sadeli Karim, Ketua Umum Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Saryanto Sarbini, dan Sekjen Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruqutni.
Sementara Wapres Amin didampingi Menteri Agama Fachrul Razi dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo.
Silaturahmi antara para pemimpin negara dan pemimpin agama ini perlu terus dibangun. Dengan demikian, segala persoalan bangsa dan umat bisa diatasi bersama. Dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang mendera semua negara di dunia, pemerintah dan para ulama perlu bersatu.
Dalam kesempatan tersebut, Wapres Amin juga meminta tak ada yang mempersoalkan apakah pandemi ini akibat rekayasa atau konspirasi. Sebab, ada hal yang lebih penting yang harus dilakukan, yakni menyelamatkan umat dari bahaya penularan Covid-19. Ini sesuai dengan tugas ulama, yaitu membangun kemaslahatan dan kemanfaatan serta menghilangkan kerusakan-kerusakan dan bahaya-bahaya.
Menghadapi Covid-19, pemerintah telah mengupayakan perubahan melalui refocusing program dan anggaran. Semua program yang sudah direncanakan difokuskan ulang ke upaya menghadapi Covid-19 baik dari aspek kesehatan maupun dampak-dampak sosial ekonominya. Alokasi anggaran menjadi sekitar Rp 87,5 untuk belanja kesehatan, Rp 203 triliun untuk jaring pengaman sosial, dan tak kurang dari Rp 240 triliun untuk mengatasi dampak ekonomi, baik UMKM, insentif usaha, maupun pembiayaan korporasi.
Jangan sampai ada ulama yang menyepelekan ini. (Wapres Amin)
Awalnya, pemerintah fokus mengatasi masalah kesehatan, tetapi masalah ekonomi menjadi parah. Oleh karena itu, menurut Wapres Amin, pendekatan pemerintah saat ini adalah berupaya menanggulangi penularan Covid-19 dan mengatasi dampak ekonomi.
Ulama pun diharap mengawal umat dari dua bahaya ini. ’Jangan sampai ada ulama yang menyepelekan ini,” kata Wapres Amin.
Untuk itu, menghadapi diberlakukannya tatanan baru, diperlukan adaptasi kebiasaan baru. Namun, angka penularan Covid-19 di Indonesia masih terus naik. ’Karena kurang disiplinnya masyarakat, kurang menaati protokol kesehatan. Ini nomor satu,” ujar Wapres Amin.
Ulama pun diharap bisa berperan untuk mendorong masyarakat mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak membuat kerumunan.
Ulama pun diharap bisa berperan untuk mendorong masyarakat mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak membuat kerumunan.
Belajar-mengajar
Menteri Agama Fachrul Razi dalam sambutannya juga menjelaskan, setelah masa bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, kini saatnya masyarakat kembali produktif, tetapi tetap aman dari Covid-19. Oleh karena itu, perlu ada adaptasi kebiasaan-kebiasaan baru.
Adaptasi ini dinilai perlu karena banyak kekurangan dalam proses belajar dan bekerja secara dalam jaringan. Banyak siswa kesulitan karena di daerahnya belum ada jaringan internet. Dalam laporan Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate kepada Presiden Joko Widodo, beberapa waktu lalu, kata Fachrul, masih ada 11.000 desa yang tidak terjangkau internet. Tak hanya itu, masih ada madrasah serta pesantren yang belum memiliki akses listrik dan server.
Hal ini, menurut Fachrul, tak mudah diselesaikan secara langsung oleh pemerintah. Sebab, anggaran tak memadai. Karena itu, kegiatan belajar-mengajar secara luar jaringan kembali akan diterapkan. Namun, kedisiplinan terhadap protokol kesehatan harus disiapkan.