Wapres Amin menyampaikan harapan agar para ulama dapat bersama-sama dengan pemerintah menanggulangi pandemi. Saat ini penularan Covid-19 di Indonesia sangat berbahaya. Setiap hari penambahan kasus mencapai 35.000 lebih.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para ulama diharapkan bersama-sama dengan pemerintah menanggulangi Covid-19. Upaya mencegah kerumunan, termasuk di tempat-tempat ibadah, perlu terus dilakukan untuk memutus rantai penularan Covid-19.
”Saya atas nama pemerintah dan atas nama sahabat para ulama dan kiai semua ingin mengajak sahabat-sahabat saya untuk bersama-sama pemerintah menanggulangi bahaya Covid-19 yang demikian besar dan dahsyat,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam sosialisasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat kepada para ulama, baik yang hadir secara fisik maupun virtual, di Istana Wapres, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (12/7/2021).
Saya atas nama pemerintah dan atas nama sahabat para ulama dan kiai semua ingin mengajak sahabat-sahabat saya untuk bersama-sama pemerintah menanggulangi bahaya Covid-19 yang demikian besar dan dahsyat.
Dalam acara ini, Wapres Amin didampingi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum Rabithah Alawiyah Habib Zen bin Smith. Selain itu, secara virtual hadir pula ketua dan pengurus MUI daerah serta beberapa gubernur, bupati, dan wali kota.
Ulama diajak bergandengan bersama pemerintah. Sebab, kata Wapres Amin, menanggulangi Covid-19 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab semua pihak.
”Menanggulangi Covid-19 merupakan tanggung jawab kebangsaan dan kenegaraan, tetapi juga tanggung jawab keagamaan. Dua tanggung jawab ini bagian dari tanggung jawab ulama,” tambahnya.
Disampaikan bahwa kondisi penularan Covid-19 di Indonesia sangat berbahaya. Setiap hari, penambahan kasus mencapai lebih dari 35.000 kasus. Akibatnya, rumah sakit tidak mampu lagi menampung pasien. Oksigen mulai kekurangan.
Tenaga kesehatan yang meninggal akibat Covid-19 sudah melebihi 1.000 orang per 6 Juli 2021. Jumlah ini terdiri dari 405 dokter, 399 perawat, 166 bidan, 43 dokter gigi, dan 32 ahli laboratorium. Tak hanya itu, ulama yang berpulang karena penyakit ini juga melebihi 541 orang. ”Ini kehilangan besar. Bahaya Covid-19 nyata dan jelas,” ujar Wapres.
Oleh karena itu, PPKM darurat perlu dilakukan. Pengetatan pembatasan diperlukan karena tingginya penularan terjadi karena masyarakat kurang patuh dalam menerapkan protokol kesehatan, termasuk masih banyak warga yang beribadah berjemaah.
Selain itu, kata Wapres, banyak juga yang belum mau dites ataupun divaksin. Bahkan ada yang sudah positif, tetapi enggan diisolasi. Pemerintah juga pontang-panting menyiapkan sarana-prasarana perawatan. Banyak rumah sakit dipasangi tenda untuk menambah kapasitas. Kekurangan oksigen dan tenaga kesehatan juga terjadi.
Oleh karena itu, sembari melakukan upaya untuk melakukan pengetesan, menelusuri kontak erat pasien, dan mempersiapkan perawatan, pengetatan PPKM melalui PPKM darurat dilakukan untuk melindungi warga.
”Untuk menjalankan tugas pemerintah dalam menjaga kemaslahatan semua dan itu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yakni menjaga jiwa,” ucap Wapres Amin.
Dalam sesi tanya jawab, Sekretaris Umum MUI Jambi Supian Ramli menyampaikan, rumah ibadah bukan hanya untuk ibadah, melainkan juga berfungsi sosial. Oleh karena itu, dia menyampaikan, banyak protes karena masjid ditutup, sedangkan resepsi pernikahan dibolehkan.
Dia juga meminta adanya panduan detail pembatasan rumah ibadah, misalnya pembatasan maksimal jumlah anggota jemaah ataupun ibadah berjemaah yang dibedakan sesuai potensi penularan.
Wapres Amin menjawab bahwa larangan ibadah di masjid atau penutupan rumah ibadah dianulir. Namun, ibadah secara bersama atau berjemaah tetap dilarang. Hal ini sudah ditetapkan dalam perubahan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat di Jawa dan Bali.
Tempat ibadah, baik masjid, mushala, gereja, pura, wihara, kelenteng, maupun tempat lain yang difungsikan sebagai tempat ibadah, tidak mengadakan ibadah berjemaah selama PPKM darurat. Ibadah dioptimalkan di rumah.
Tempat ibadah, baik masjid, mushala, gereja, pura, wihara, kelenteng, maupun tempat lain yang difungsikan sebagai tempat ibadah, tidak mengadakan ibadah berjemaah selama PPKM darurat. Ibadah dioptimalkan di rumah.
Pengaturan lain yang diperbaiki adalah mengenai resepsi. Jika sebelumnya dibolehkan dengan pembatasan maksimal 30 orang, resepsi kini dilarang sama sekali. Resepsi pernikahan ditiadakan selama penerapan PPKM darurat.
”Jadi, yang tidak boleh itu yang sifatnya mengumpulkan orang, termasuk majelis dan lain-lain, selama PPKM,” kata Wapres Amin.
Hal ini, lanjutnya, sejalan dengan fatwa MUI yang dikeluarkan saat penambahan kasus belum sampai 15.000 per hari. Apabila berada di zona merah, umat dibolehkan untuk tidak melakukan shalat berjemaah. Shalat Jumat juga ditiadakan.
Ketika laju penularan sudah sekitar 38.000 per hari dan penularan bahkan terjadi tanpa harus bersentuhan, larangan tersebut dinilai sangat relevan untuk menjaga umat. Namun, lanjut Wapres, apabila kondisi sudah terkendali, tentu aturan-aturan ini akan disesuaikan kembali.
Namun, sementara laju penularan masih sangat tinggi, diharapkan warga tetap beribadah di rumah. Demikian pula saat Idul Adha, shalat dilakukan di rumah, tidak secara berjemaah di masjid atau luar masjid.
Wapres Amin menambahkan, pemerintah bertanggung jawab melindungi warga. Oleh karena itu, aturan ini dibuat bukan dengan niat seperti menghilangkan syiar agama atau melemahkan agama.
KH Miftachul Akhyar pun berharap peran ulama bisa dioptimalkan dalam menanggulangi Covid-19.
Terkait rincian pengaturan PPKM darurat untuk rumah ibadah, Wapres Amin mengatakan, Kementerian Agama masih menyempurnakannya. Para ulama diharapkan bisa mengawal hal tersebut.
KH Miftachul Akhyar pun berharap peran ulama bisa dioptimalkan dalam menanggulangi Covid-19. ”Covid-19 ini bukan hoaks, tapi nyata dan bukan hanya Indonesia tercinta ini yang terkena musibah ini,” ujarnya.
Miftachul juga meminta para ulama untuk mencerahkan umat dan bangsa. Sebab, bukan hanya virus SARS-CoV-2 yang melanda bangsa ini, tetapi juga ada virus hoaks dan fitnah.