Saatnya Politisi Kedepankan Sikap Negarawan dan Melibatkan yang Berseberangan
Diperlukan adanya tawaran solusi bersama-sama. Tidak hanya pendukung pemerintah yang diajak bergerak untuk menangani pandemi Covid-19, tetapi semua pihak, termasuk yang berseberangan sikap dan juga kepala daerah.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Elite politik diharapkan mengedepankan politik solidaritas untuk membangun semangat kebersamaan mengatasi pandemi Covid-19. Insting politik untuk memanfaatkan momentum demi meraih keuntungan elektoral mesti dikesampingkan terlebih dulu untuk mengutamakan penyelamatan warga negara dari pandemi.
Kepala Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor, saat dihubungi Minggu (11/7/2021) dari Jakarta, mengatakan, sudah menjadi naluri politisi untuk coba mencari peluang di dalam satu momen. Namun, dalam kondisi kesulitan yang dihadapi oleh negara, sebaiknya kenegarawanan harus dikedepankan. Politik solidaritas harus pula ditumbuhkembangkan oleh pemimpin negara saat ini.
”Presiden Franklin D Roosevelt (Presiden Amerika Serikat), misalnya, pada tahun 1939 mengalami malaise dan situasi ekonomi sangat sulit hingga menghadapi Perang Dunia II. Saat itu, yang dikedepankan ialah komunikasi intensif yang merangkul semua dan membangun trust (kepercayaan) setiap orang, termasuk yang berseberangan sikap dengannya,” katanya.
Sikap untuk merangkul semua dalam kondisi yang sulit ini, kata Firman, dibutuhkan untuk menemukan tawaran solusi bersama-sama. Hal ini ditandai dengan ajakan untuk bekerja bersama-sama dan diwarnai dengan bahasa penyampaian yang penuh empati serta persaudaraan. Artinya, tidak hanya pendukung pemerintah yang diajak bergerak, tetapi semua pihak, termasuk yang berseberangan sikap.
”Kuncinya untuk mengatasi komentar-komentar satir politisi saat ini ialah dengan Presiden memimpin di atas semua kepentingan dan memayungi semua kepentingan untuk membangkitkan semangat persatuan,” ujarnya.
Firman mengatakan, kritik pun boleh disampaikan, tetapi sebaiknya tidak hanya berupa pernyataan (statement) kosong semata. Sebab, yang dibutuhkan saat ini ialah solidaritas untuk mencari solusi bersama di tengah krisis.
Dibutuhkan untuk menemukan tawaran solusi bersama-sama. Hal ini ditandai dengan ajakan untuk bekerja bersama-sama dan diwarnai dengan bahasa penyampaian yang penuh empati serta persaudaraan. Artinya, tidak hanya pendukung pemerintah yang diajak bergerak, tetapi semua pihak, termasuk yang berseberangan sikap.
Di sisi lain, kepala daerah sebagai pemangku otonomi daerah juga memiliki kewajiban untuk mewujudkan politik solidaritas di wilayahnya. Sekalipun ada perbedaan, kepala daerah mesti berpikiran rasional dan tidak hanya mengutamakan populisme. Setiap kepala daerah pun dipahami memiliki motif-motif politik, tetapi hal ini pun harus ditakar dengan kebijakan yang rasional dengan tetap mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
”Komunikasi yang intensif dan konsisten harus betul-betul diterapkan. Termasuk jika ada kepala daerah yang tidak mematuhi kebijakan PPKM, pemerintah harus tegas memberikan sanksi dan mendisiplinkan kepala daerah. Ketegasan ini juga penting karena akan menyadarkan masyarakat, mereka yang ada di level pimpinan juga bisa ditegur. Ini dapat menjadi bahasa simbolik dan edukasi terkait dengan upaya kita bersama terkait perluasan pandemi,” ujar Firman.
Dua partai polituk besar di Tanah Air, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Golkar, menginginkan agar kerja nyata diutamakan daripada sekadar bicara. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya memahami pandemi yang begitu lama, dan diikuti dengan kebijakan pembatasan sosial, memang telah membawa dampak ke perikehidupan rakyat di seluruh lapisan masyarakat, khususnya di bidang perekonomian. Pembatasan juga berdampak kebutuhan rekreasi dan aktivitas sosial. Kesemuanya menimbulkan stres.
Namun, pada saat bersamaan, Hasto mengatakan, partainya melihat keseriusan upaya pemerintah. Presiden Joko Widodo bahkan dianggapnya telah memimpin secara langsung, mengambil berbagai terobosan di tengah kultur birokrasi yang terkadang masih diwarnai ego sektoral.
”Dalam situasi tersebut, saling menyalahkan hanyalah berdampak negatif. Seluruh lapisan masyarakat bisa merasakan dahsyatnya Covid-19. Sementara perilaku disiplin juga kurang. Daripada saling menyalahkan, lebih baik semua membangun energi positif karena pandemi ini merupakan persoalan bersama,” ujarnya.
Tradisi gotong royong yang begitu hidup harus menjadi modal utama membangun solidaritas sosial. (Hasto Kristiyanto)
Hasto mengatakan, tradisi gotong royong yang begitu hidup harus menjadi modal utama membangun solidaritas sosial. ”Gotong royong itu bekerja. Kepada elite politik daripada hanya sekadar berbicara, lebih baik melakukan hal-hal yang kongkret, seperti membuka dapur umum, membagi master, ataupun berbagai obat yang dapat meningkatkan imunitas tubuh,” ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Hetifah Sjaifudian mengatakan, partainya lebih menekankan karya nyata bukan bicara semata. Semua komponen keluarga besar Golkar, baik di pusat maupun daerah, bahkan Ikatan Istri Partai Golkar, bergerak langsung di lapangan.
”Dari mulai membagikan jutaan masker, menyediakan layanan vaksinasi pada puluhan ribu orang melalui Yellow Clinic, dan kegiatan lainnya. Dalam waktu dekat, kami juga menambah layanan dengan swab test (tes usap), memberikan bantuan pada tenaga kesehatan berupa APD, hingga mengirimkan makanan siap saji ke tenda-tenda rumah sakot yang membutuhkan,” katanya.
Golkar juga menggelar kegiatan vaksinasi di sejumlah daerah secara serentak. Kader diimbau langsung oleh pimpinan DPP untuk mengatasi masalah pandemi. ”Semua komponen bergerak, termasuk angkatan mudanya. Mudah-mudahan Covid-19 segera berlalu. Dengan bersama, kita akan lebih cepat melampaui masa-masa sulit ini,” katanya.
Hetifah pun menekankan, dalam politik solidaritas, sinergi dan saling dukung perlu ditegakkan, termasuk antar-kementerian dan lembaga, serta jajaran birokrasi di pusat dan daerah.
Dalam politik solidaritas, sinergi dan saling dukung perlu ditegakkan, termasuk antar-kementerian dan lembaga, sertajajaran birokrasi di pusat dan daerah.
Partai-partai lain juga menggelar kegiatan solidaritas sosial dalam menangani pandemi, seperti yang dilakukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat, serta partai lainnya.
Terkait kerja-kerja nyata parpol, Firman mengatakan, hal itu juga tentu tidak dapat dilepaskan dari kepentingan politik. Namun, setidaknya kerja-kerja nyata itu saat ini yang diperlukan oleh masyarakat. ”Upaya apapun untuk mengatasi pandemi ini, itu patut diapresiasi,” katanya.