Pemerintah Perlu Rangkul Gerakan Solidaritas Masyarakat
Inisiatif masyarakat terbukti dapat menggerakkan orang lain dalam sesama menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah perlu memberi dukungan data serta membantu mengawasi apabila ada oknum yang nakal.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah amuk pandemi Covid-19 yang menyesakkan, aksi solidaritas masyarakat bermekaran. Jumlah mereka tidak sebesar ormas tradisional, maupun partai politik, tetapi mampu menggerakkan dan menggalang aksi sosial secara efektif. Agar aksi mereka lebih efektif, negara diharapkan merangkul dan memfasilitasi gerakan ini.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (11/7/2021), mengatakan, aksi solidaritas selama gelombang pandemi Covid-19 murni inisiatif dari masyarakat. Mereka bergerak secara spontan untuk meringankan beban sesama, ketika negara sedang kewalahan menangani situasi.
Namun, inisiatif masyarakat itu terbukti dapat menggerakkan orang lain untuk mengulurkan tangan membantu mengatasi masalah. Ada yang menyediakan donasi dana, donasi peti mati, shelter isolasi mandiri, hingga makanan untuk mereka yang tertular Covid-19. Mereka perlu dibantu supaya gerakan lebih luas dan efektif mengatasi persoalan.
”Pemerintah, misalnya, bisa memberi dukungan data kepada para inisiator dan penggerak aksi solidaritas ini. Data daerah mana yang prioritas untuk dibantu sehingga bantuan bisa efektif dan tepat sasaran,” kata Agus.
Selama ini, kata Agus, gerakan solidaritas masyarakat kuat dan aktif. Namun, terkadang mereka harus meraba-bawa kelompok sasaran yang akan dibantu karena minimnya dukungan data. Akibatnya, terkadang bantuan yang ada tidak dapat tersalurkan sepenuhnya atau kurang tepat sasaran.
Media sosial selama ini masih menjadi tumpuan gerakan solidaritas masyarakat. Padahal terkadang ada saja orang jahat yang memanfaatkan situasi. Dia mencontohkan, ketika ada yang membuka donasi tabung oksigen untuk pasien Covid-19, ternyata malah disalahgunakan untuk dijual lagi dengan harga lebih mahal. Hal ini bisa diatasi jika gerakan masyarakat mendapat dukungan dari pemerintah maupun aparat penegak hukum untuk mengawasinya.
”Gerakan solidaritas masyarakat ini perlu dimudahkan aksesnya, misalnya ke penyidik Bareskrim Polri. Agar ketika ada yang menunggangi gerakan mereka, mudah untuk melaporkan dan memproses hukum,” imbuh Agus.
Di sisi lain, aksi solidaritas masyarakat, kata Agus, perlu dipertahankan independensinya. Sebab, jika dirangkul masuk ke program pemerintah, dikhawatirkan prosesnya akan berbelit-belit karena harus melewati lapisan birokrasi. Negara atau pemerintah hanya perlu memberikan dukungan data serta membantu mengawasi apabila ada oknum yang nakal, agar bisa cepat diproses hukum. Intinya, mereka harus diberi kemudahan untuk bergerak dan dibantu mengawasi pelaksana.
”Negara atau pemerintah membantu memfasilitasi mereka saja, dengan memberikan data wilayah mana yang prioritas dibantu. Kalau mereka membutuhkan izin, segera diberikan, dan dibantu pengawasan pelaksanaannya,” kata Agus.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah mengatakan, pemerintah daerah (pemda) seharusnya bisa memanfaatkan aksi solidaritas masyarakat untuk menangani gelombang Covid-19 dan dampak turunannya. Menurut dia, dengan struktur pemerintahan daerah yang sebagian besar adalah pemerintah kabupaten, solidaritas dan gotong royong di masyarakat masih kuat dan mengakar. Pemda harus mampu memanfaatkan kekuatan itu untuk menangani pandemi Covid-19.
”Seperti program jogo tonggo atau menjaga tetangga sebelah apabila terkena Covid-19, itu diinisiasi oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Itu bagus, artinya pemerintah bisa memfasilitasi solidaritas agar menjadi kegiatan yang lebih resmi dan masif,” kata Djohermansyah.
Djohermansyah menambahkan, dengan bermunculannya kegiatan masyarakat, pemda hanya perlu lebih kreatif menjadi fasilitator. Pemerintah tidak akan sanggup menangani pandemi Covid-19 sendirian. Inisiatif yang muncul di masyarakat perlu difasilitasi, diberi insentif, dan diformulasi agar lebih luas dan efektif. Dengan demikian, penanganan pandemi akan makin cepat dan kuat.
Di sisi lain, di tengah pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, pemda dan jajarannya juga harus memberi contoh yang baik di masyarakat. Jangan ada lagi kepala daerah, camat, atau lurah memberi contoh yang salah di mata masyarakat.
Misalnya, menggelar hajatan saat PPKM darurat, tidak memakai masker, atau mengabaikan aturan PPKM lainnya. Sebab, masyarakat Indonesia masih melihat pemimpin sebagai sosok patron dalam menaati aturan.
”Pemimpin dilihat bukan hanya kata-katanya, melainkan juga perilakunya. Oleh karena itu, dia harus memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Termasuk, dalam merelokasi anggaran untuk menangani Covid-19. Kalau pemerintah fokus dan menggunakan anggaran untuk penanganan Covid-19, masyarakat juga akan mengikutinya,” kata Djohermansyah tegas.