Bukan Baliho, tetapi Kerja Nyata yang Bisa Dongkrak Elektabilitas Elite Politik
Dalam beberapa waktu terakhir, baliho bergambar elite politik mulai bertebaran di ruang publik. Baliho itu disinyalir sebagai upaya mendongkrak elektabilitas guna kepentingan Pemilu Presiden 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI/RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan media luar ruang, seperti baliho dan videotron, dinilai belum mampu mendongkrak elektabilitas kandidat calon presiden secara signifikan. Kerja nyata harus ditunjukkan kepada publik apabila ingin elektabilitas tinggi.
Dalam beberapa waktu terakhir, baliho bergambar elite politik mulai bertebaran di ruang publik. Baliho itu disinyalir sebagai upaya mendongkrak elektabilitas guna kepentingan Pemilu Presiden 2024.
Beberapa baliho yang mulai ditemui di ruang publik antara lain Ketua DPP PDI-P, yang juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Bahkan Partai Golkar memberikan instruksi khusus kepada pengurus tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan organisasi sayap dan ormas pendukung untuk memasang foto Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto di papan iklan dan videotron.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dihubungi dari Jakarta, Selasa (6/7/2021), mengatakan, baliho Agus sudah terpasang sejak tahun lalu. Meskipun elite politik lain akan menambah baliho di ruang publik, pihaknya tidak akan menambah jumlah baliho. ”Baliho kami untuk menunjukkan bahwa Demokrat selalu bersama rakyat,” katanya.
Menurut dia, baliho itu hanya sebagian kecil simbol kehadiran Demokrat di masyarakat. Dalam kondisi pandemi seperti saat ini, Agus menginstruksikan kepada kader di daerah yang menduduki jabatan eksekutif dan legislatif agar mempercepat penanganan pandemi beserta dampaknya.
”Sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, Ketum menginstruksikan kader agar memberikan bantuan kepada masyarakat, terutama yang menjalani isolasi mandiri. Kepala daerah pun diminta mempercepat program vaksinasi,” ujarnya.
Koordinator Bidang Pemilu Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, saat ini struktur kepengurusan Golkar di daerah telah digerakkan untuk mewujudkan kemenangan pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilu kepala daerah. Mereka bergerak ke akar rumput untuk menyosialisasikan Ketua Umum Airlangga Hartarto, sekaligus juga untuk memenangi pileg dan pilkada.
”Jadi kalau ada kampanye presiden, harus pula mengampanyekan pileg dan pilkada, begitu juga sebaliknya, jika ada yang mengampanyekan anggota legislatif harus pula kampanye pilpres dan pilkada,” ucapnya.
Doli mengatakan, mesin partai digerakkan untuk memenangi tiga jenis pemilihan itu. Jika sebelumnya Golkar berorientasi pada pileg, dalam Pemilu 2024, kini pemenangan pemilu diorientasikan pada tiga pemilu sekaligus.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan mengingatkan, pemasangan baliho saja tidak cukup untuk meningkatkan elektabilitas. Kehadiran baliho di ruang publik hanya bisa meningkatkan popularitas. Padahal untuk dipilih rakyat, seorang kandidat harus mendapatkan penerimaan yang berujung pada keterpilihan.
Untuk kandidat yang popularitasnya kurang dari 70 persen seperti Airlangga, Puan, dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, lanjut Djayadi, mereka tetap perlu meningkatkan popularitasnya. Namun caranya bisa beragam, tak hanya menggunakan media luar ruang seperti baliho, mereka bisa memanfaatkan televisi dan internet.
Setelah itu, hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah meningkatkan akseptabilitas dan elektabilitas. Sebab kedua hal itu tidak selalu berbanding lurus dengan popularitas yang dimiliki.
Adapun di masa pandemi Covid-19, kerja nyata merupakan kunci untuk meningkatkan akseptabilitas publik. Tokoh-tokoh yang memiliki jabatan publik harus menunjukkan kinerjanya dalam mengatasi dampak kesehatan dan ekonomi akibat pandemi.
”Jika ingin elektabilitasnya tinggi, seorang calon harus melalui fase penerimaan publik atau akseptabilitas yang selama pandemi Covid-19 bisa ditunjukkan dengan kerja nyata untuk masyarakat. Setelah diterima, kemungkinan mendapatkan elektabilitas,” ujarnya.
Menurut Djayadi, kerja nyata menjadi hal yang sangat penting dalam menarik simpati publik saat ini. Dengan menunjukkan kinerja maksimal, bisa menjadi rekam jejak sebagai salah satu pertimbangan pemilih dalam menentukan kandidat yang nanti akan dipilih saat Pilpres 2024.
Apalagi di kalangan pemilih generasi Y, Z, dan milenial yang jumlahnya mencapai sekitar 60 persen dari pemilih Pemilu 2024, mereka cenderung merupakan pemilih rasional yang mempertimbangkan rekam jejak kandidat. Oleh sebab itu, jika ingin merebut suara dari kalangan itu semestinya pemasangan baliho-baliho diikuti dengan kerja nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat.