Golkar Siapkan Kader-kader untuk Jadi Pemimpin Muda
”Mencapai kekuasaan dalam pemilu adalah sesuatu hal, tetapi ’to govern’ adalah hal lain yang memerlukan kemampuan teknokratis,” kata Philips J Vermonte dari CSIS di sekolah kader Golkar yang digelar Golkar Institute.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Golkar menggelar angkatan kedua sekolah pemerintahan dan kebijakan publik yang difasilitasi oleh Golkar Institute. Sebanyak 33 orang dari beberapa daerah mengikuti sekolah kader ini untuk persiapan menjadi pemimpin di tingkat eksekutif dan legislatif.
Kemampuan teknokratis dalam menjalankan pemerintahan dan efektivitas pengambilan kebijakan publik menjadi materi kunci dalam sekolah kader kali ini. Pembukaan sekolah kader Golkar dan dialog publik itu digelar secara daring, Selasa (5/7/2021). Tiga pembicara dihadirkan dalam dialog publik bertajuk ”Executive Education Program for Young Political Leaders 2” itu ialah Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte, Co-founder (pendiri) Think Policy Society Andhyta Firselly Utami, dan Wakil Menteri Perdagangan yang juga kader Golkar, Jerry Sambuaga.
Ketua Dewan Pengurus Golkar Institute Tb Ace Hasan Syadzily dalam pembukaan kegiatan mengatakan, sekolah selama enam hari itu akan diisi pemateri yang berkualitas dan memiliki reputasi nasional dan internasional. Mereka, antara lain, ialah kader-kader Golkar senior, seperti Agus Gumiwang Kartasasmita, Doli Ahmad Kurnia Tandjung, dan Lodewijk F Paulus.
Selain itu, juga ada pembicara di bidang psikologi politik, kebijakan publik, dan komunikasi politik dari beberapa kampus. Mereka akan mengisi materi-materi seputar geopolitik, sistem politik dan kepartaian, pembuatan kebijakan publik, hingga disrupsi teknologi informasi.
”Sebanyak 33 peserta ini diseleksi dari sekitar 140 kader yang telah didaftarkan. Mereka kami seleksi secara ketat dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan penyeleksi. Mereka terutama di bawah usia 40 tahun dan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang memadai, serta memiliki keinginan kuat untuk mengikuti acara ini dari pagi sampai sore,” kata Ace.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, dalam sambutannya yang disampaikan melalui rekaman video, mengatakan, semua kader Golkar, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, dan yang duduk di DPRD maupun kepala daerah, harus turut serta mendorong kebijakan pusat untuk mengatasi pandemi Covid-19.
”Kita perlu satu langkah dan satu upaya agar selamat dari pandemi Covid-19. Kita berharap ada pemulihan ekonomi nasional, menekan angka kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja sebagai satu hal terpenting dari seluruh skenario ini,” ucapnya.
Airlangga menyambut baik sekolah kader yang difasilitasi Golkar Institute. Program ini diikuti anak-anak muda, tidak hanya dari Jakarta, tetapi juga dari Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. ”Program ini dilakukan daring agar menjadi momentum kita semua untuk satu langkah, satu pengetahuan, dan bisa mencari langkah-langkah terobosan agar bisa keluar dari pandemi Covid-19,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu.
Sementara itu, dalam paparannya, Philips J Vermonte mengatakan, saat ini yang diperlukan Indonesia ialah partai yang sehat, kuat, dan modern, serta memiliki derajat teknokratisme yang tinggi. ”Mencapai kekuasaan dalam pemilu adalah sesuatu hal, tetapi to govern (memerintah) adalah hal lain yang membutuhkan kemampuan teknokratis. Ini hal yang sangat baik sekali dalam parpol,” katanya.
Philips mengatakan, selama ini banyak sekali yang mengatakan bahwa politik itu hal yang buruk. Akan tetapi, seharusnya yang diubah ialah pandangan masyarakat terhadap politik. ”Seharusnya bagaimana menjadikan politik itu alat untuk mencapai kesejahteraan bangsa,” ujarnya.
Dari sensus parpol yang dilakukan oleh CSIS tahun 2015, Philips mengatakan, sebenarnya kaderisasi partai terjadi di daerah. ”Penting untuk memperbanyak pimpinan partai yang usianya mewakili zamannya, yakni seperti saat ini ketika kita hidup di zaman demokrasi, reformasi, dan teknologi. Penting bagi Golkar untuk menangkap aspirasi penduduk Indonesia yang saat ini banyak di bawah 40 tahun. Mereka pasti punya pandangan dan solusi yang berbeda,” ucapnya.
Andhyta Firselly Utami mengatakan, para pemimpin muda perlu mengetahui pembentukan kebijakan yang baik. Ada tiga hal yang diperlukan untuk membuat kebijakan publik yang baik, yaitu pembuat kebijakan mendapat asupan informasi dengan baik, kemampuan pembuat kebijakan berpikir analitis serta berorientasi solusi, dan pembuatan kebijakan yang lebih melibatkan publik.
Namun, tiga hal itu tidak cukup. Pembuatan kebijakan juga bergantung pada tiga hal lainnya untuk bisa direalisasikan. ”Kebijakan publik mesti memiliki dampak kepada publik yang jelas. Itu pun tak cukup. Kebijakan publik itu harus dapat diimplementasikan dan memiliki kapasitas tertentu sehingga memungkinkan untuk dilakukan. Ketiga, kebijakan publik perlu dukungan politik,” ujarnya.
Jerry Sambuaga mengatakan, para kader muda Golkar seharusnya tidak melihat politik sebagai karier atau pencapaian, tetapi sebagai lahan pengabdian.
”Politik dengan profesi lain itu berbeda. Kita tidak bisa bergantung pada sesuatu yang sifatnya pasti karena ada momen pemilihan lima tahun sekali. Lima tahun ini bisa jadi kita terpilih, dan lima tahun lagi tidak terpilih. Artinya, jangan jadikan ini mata pencarian karena itu bisa memicu kita untuk abuse (melakukan penyelewengan) ketika menjabat suatu peranan,” katanya.
Politisi muda pun sebaiknya memiliki profesi lain yang mereka tekuni, misalnya, akademisi, pengusaha, wirausaha, aktivis, atau profesional di bidang tertentu. Hal itu, lanjut Jerry, akan membantu politisi muda menemukan dasar dan basis dukungan politisi saat berkiprah di tengah-tengah masyarakat.