Jadikan Jampidmil Jembatan Menuju Reformasi Peradilan Militer
Komisi Kejaksaan memiliki peran strategis dalam memastikan Jaksa Agung Muda Pidana Militer, posisi baru di Kejaksaan Agung, menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer atau Jampidmil di Kejaksaan Agung dinilai dapat menjadi jembatan menuju reformasi peradilan militer. Meski demikian, pembentukan organisasi baru tersebut perlu dibarengi dengan pengawasan dari lembaga eksternal.
Pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer di Kejaksaan Agung berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 38/2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Panglima TNI Nomor Kep/540/VI/2021 tanggal 23 Juni 2021, jabatan Jampidmil akan diisi oleh Laksamana Madya Anwar Saidi. Ia dimutasi dari jabatan sebelumnya sebagai Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI (Kompas, 26/6/2021).
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, hingga saat ini belum ada acara resmi terkait pengangkatan Laksamana Madya Anwar Saidi sebagai Jampidmil. Meskipun demikian, pertemuan secara informal antara para pejabat Kejagung dan Anwar selaku Kababinkum TNI telah dilakukan. Direncanakan, Jampidmil akan dijabat perwira tinggi TNI bintang tiga.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, Rabu (30/6/2021), mengatakan, pembentukan Jampidmil akan memperkuat reformasi sistem penegakan hukum karena nantinya akan terbentuk single prosecution system atau sistem penuntut umum tunggal di bawah koordinasi kejaksaan. Hal itu sesuai dengan asas dominus litis, yakni kejaksaan yang memimpin seluruh proses litigasi.
Selama ini, lanjut Taufik, oditurat militer seakan berjalan sendiri. Akibatnya, publik sulit mengakses dan mengikuti proses kasus yang berjalan di ranah pengadilan militer. Dengan adanya Jampidmil, kesulitan tersebut dapat diurai dan perkara di pengadilan militer serta perkara koneksitas dapat lebih terbuka, akuntabel, dan mudah diakses publik.
”Ke depan jika publik ingin meminta pertanggungjawaban atas perkara yang berjalan, maka dapat meminta pertanggungjawaban kejaksaan,” ujar Taufik.
Taufik mengakui, idealnya, yurisdiksi peradilan militer tidak terletak pada subyeknya, tetapi pada obyek perkara. Jika seorang aparat militer melakukan pidana umum atau pidana khusus nonmiliter, semestinya diproses di peradilan umum.
Meskipun demikian, hal tersebut membutuhkan waktu dan kemauan dari berbagai pihak.
Sembari mendorong ke arah sistem yang ideal, keberadaan Jampidmil merupakan langkah yang progresif sebagai jembatan menuju reformasi peradilan militer.
Terkait dengan semakin masuknya militer ke ranah sipil, Taufik justru berpandangan sebaliknya. Jampidmil justru dilihat sebagai pelibatan sipil pada ranah yang saat ini masih menjadi kewenangan militer melalui penempatan institusi kejaksaan untuk mengoordinasi penuntutan yang dilakukan oditurat militer dan penanganan koneksitas.
”Penempatan perwira aktif adalah dalam rangka memudahkan pelaksanaan teknis koordinasi karena di militer berlaku sistem komando,” ujar Taufik.
Secara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, pembentukan Jampidmil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Sebagai lembaga pemerintahan yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan, pembentukan Jampidmil tersebut merupakan perwujudan penuntutan oleh negara di bawah satu kendali.
Menurut Barita, Komisi Kejaksaan akan menjalankan tugas dan fungsinya untuk memantau, mengawasi, dan menilai kinerja institusi kejaksaan, termasuk Jampidmil. Demikian pula Barita memastikan bahwa Komisi Kejaksaan selalu terbuka pada aduan masyarakat, termasuk terkait Jampidmil.
”Karena Jampidmil ada di bawah Jaksa Agung, maka sejauh berkaitan dengan pelaksanaan kinerja yang berkaitan dengan tugas dan fungsi jaksa, hal itu merupakan ranah pengawasan Komisi Kejaksaan,” kata Barita.
Sementara itu, Manajer Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) M Busyrol Fuad berpandangan, dengan dibentuknya Jampidmil, maka tugas lembaga pengawas eksternal, seperti Komisi Kejaksaan, kian besar. Sebab, Jampidmil memberikan kewenangan kepada Kejagung untuk menuntut penyelesaian perkara tindak pidana yang melibatkan militer.
Sebab, lanjut Fuad, pembentukan Jampidmil memunculkan kekhawatiran hanya sebagai cara agar anggota militer yang terjerat dalam tindak pidana umum dapat diadili dengan mudah ke peradilan koneksitas, bukan peradilan umum. Kalaupun dijalankan di peradilan umum, penuntutnya tetap ada dari unsur militer.
”Komisi Kejaksaan memiliki peran strategis dalam memastikan pelaksanaan kewenangan penegakan hukum berjalan sesuai ketentuan. Selain itu, diharapkan bisa membangun kembali kepercayaan publik terhadap kinerja lembaga pengawasan yang mampu bekerja secara independen di tengah berbagai catatan terhadap pengawasan internal yang tidak berjalan dengan baik,” ujar Fuad.