Pendekatan Kreatif Efektif untuk Tanamkan Pancasila kepada Generasi Muda
Penanaman nilai-nilai Pancasila kepada gerenasi muda penting untuk memperkuat kepribadian dan menghindari paparan ideologi yang tak sesuai Pancasila. Diperlukan cara-cara kreatif agar ajaran Pancasila mudah dipahami.
JAKARTA, KOMPAS — Penanaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda menjadi hal penting sehingga dibutuhkan strategi yang tepat. Pendekatan secara kreatif diyakini merupakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengenalkan Pancasila bagi kalangan muda.
Saat memberi sambutan pada seminar dalam jaringan bertajuk ”Strategi Penanaman Nilai-nilai Pancasila kepada Generasi Muda”, Kamis (24/6/2021), Pelaksana Tugas Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan Sekretariat Wakil Presiden Muhammad Iqbal menuturkan, Pancasila merupakan suatu kesepakatan dan sekaligus cita-cita seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Iqbal, komitmen kebangsaan ini berlaku sejak Pancasila dilahirkan pada masa lalu, dilaksanakan pada saat ini, dan tetap dijalankan ke depan. Pancasila bukan sekadar alat pemersatu bangsa, tetapi juga mengandung nilai-nilai yang terbuka untuk menjadi inspirasi dan inovasi bagi bangsa untuk menuju Indonesia maju dan unggul dalam rangka bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
”Saat ini kita dihadapkan dalam beberapa situasi, terutama disrupsi berupa globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat. Kedua hal tersebut menjadikan berbagai data, informasi, dan nilai-nilai yang ada di seluruh dunia terkirim menembus batas-batas negara,” kata Iqbal.
Baca juga: Tantangan Tak Semakin Ringan, Presiden Ajak Perkokoh Nilai Pancasila
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa tahun 2030 hingga 2040 Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, yakni ketika jumlah penduduk usia produktif 15-64 tahun lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif, yaitu di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.
”Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Artinya, generasi muda menjadi sangat dominan,” ujar Iqbal.
Filter nilai
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa 73 persen atau 196 juta rakyat Indonesia terhubung dengan internet setiap hari. Mayoritas penggunanya saat ini adalah generasi muda. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi dari belahan dunia. Perkembangan dan pemanfaatan iptek itu menjadi peluang, tetapi di sisi lain juga menjadi sebuah ancaman.
”Pancasila menjadi filter untuk membedakan mana nilai-nilai yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan mana yang merusak moral, dan berpotensi disintegrasi bangsa. Ciri generasi muda adalah lekat dengan internet dan media baru. Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana Pancasila, sebagai way of life, ditanamkan dengan pemanfaatan berbagai media dan cara pandang usia milenial tersebut,” kata Iqbal.
Tujuan dari penanaman nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda, lanjut Iqbal, adalah untuk memperkuat kepribadian bangsa, menghindari paparan ideologi yang tidak sesuai Pancasila, serta menjawab tantangan persaingan antarbangsa.
Tujuan dari penanaman nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda adalah untuk memperkuat kepribadian bangsa, menghindari paparan ideologi yang tidak sesuai Pancasila, serta menjawab tantangan persaingan antarbangsa.
Direktur Pengkajian Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Muhammad Sabri mengatakan, sebelum membangun strategi komunikasi untuk mempercakapkan Pancasila, perlu ditanamkan sebuah keyakinan ontologis bahwa bangsa ini patut memosisikan Pancasila sebagai sesuatu yang penting untuk seluruh elemen bangsa, termasuk generasi muda. Pancasila adalah dasar negara yang menjadi fondasi filosofis bangunan keindonesiaan.
Pancasila juga menjadi pemandu pergerakan dinamika bangsa Indonesia ke depan. ”(Oleh) Karena itu, meskipun banyak narasi-narasi negatif, kita harus berpikir optimistis bahwa Pancasila bisa mengonsolidasi kekuatan positif bangsa untuk menjadi penuntun pergerakan dinamis bangsa ke depan,” kata Sabri.
Substansi
Sebelum membangun strategi komunikasi untuk mengomunikasikan Pancasila secara relevan dan sesuai dengan cara pandang anak-anak muda hari ini, menurut Sabri, kita juga perlu menggali substansi Pancasila. ”Ketika kita mencoba membangun peradaban Indonesia lebih baik, saya mengenang satu teori yang dikemukakan Arnold Toynbee yang mengatakan bahwa peradaban itu ibarat sebuah radiasi,” katanya.
Radiasi terluar adalah sains dan teknologi. Semua bangsa yang membangun peradaban harus mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal yang tidak kalah penting adalah lapisan lebih dalam, yakni etika dan moralitas. Dan, inti dari suatu peradaban yang diandaikan oleh Toynbee adalah spiritualitas. ”Hemat kami Pancasila ini berada pada spiritualitas dan juga moralitas serta etika kebangsaan,” ujar Sabri.
Baca juga: Memosisikan Pancasila
Menurut Toynbee, jatuh bangunnya sebuah negara, peradaban, atau suatu bangsa bukan karena sains dan teknologinya yang rapuh. Moralitas publik dan etika publik yang tidak lagi diinspirasi oleh spiritualitas bangsanyalah yang mengakibatkan jatuh bangun bangsa sepanjang sejarah.
”Anak muda harus kita kenalkan bahwa Pancasila bukan sesuatu yang bersifat filosofis an sich (pada dirinya sendiri, pada hakikatnya, harafiah). Pancasila adalah living tradition, tradisi yang hidup pada tradisi-tradisi Nusantara,” kata Sabri.
Kita ajak anak-anak muda menemukenali kembali bahwa Pancasila adalah living tradition, living ideology, yang dekat dengan kita.
Dengan demikian, lanjut Sabri, strategi komunikasi Pancasila mesti dikonstruksi tidak sebatas pada bangunan filosofis, tetapi juga menautkannya dengan tradisi yang hidup di samudera tradisi atau ladang-ladang kearifan di Indonesia. ”Anak-anak muda tidak menganggap Pancasila sebagai sesuatu yang jauh. Penanaman nilai dekat dengan sesuatu yang membumi. Kita ajak anak-anak muda menemukenali kembali bahwa Pancasila adalah living tradition, living ideology, yang dekat dengan kita,” katanya.
Ragam pendekatan
Ketua Divisi Kreatif Siberkreasi yang juga pendiri Nakal (Nasionalisme Radikal) Hermann Josis Mokalu atau lebih dikenal Yosi Mokalu ”Project Pop” mengatakan arti penting pendekatan efektif dan penyikapan kreatif terkait strategi komunikasi Pancasila bagi generasi muda.
”Kalau yang saya kerjakan sekarang di Siberkreasi, gerakan nasional literasi digital, ada empat pilar, yakni digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Digital culture itu sebenarnya berbicara soal Pancasila dan nasionalisme,” katanya.
Melalui pilar kultur digital tersebut, menurut Yosi, kita bisa masuk ke Pancasila lewat literasi digital. Sebagai contoh, banyak orang di sosial media bilang mereka takut ditangkap, kena Undang-Undang ITE, kalau mengkritik pemerintah. Pilar kultur digital dapat digunakan untuk mengenalkan sila keempat Pancasila yang menyinggung soal penyampaian pendapat.
Baca juga: Diperlukan Ikhtiar Menanamkan ”Cip” Pancasila di Benak Generasi Muda
”Apakah pendapat kamu mewakili kerakyatan? Atau pendapat sendiri? Atau golongan kamu sendiri? Apakah pendapat kamu punya hikmat kebijaksanaan? Kamu cari tahu enggak datanya? Valid atau enggak? Atau cuma berdasarkan emosi ingin memenangkan argumentasi? Apakah ada kebijaksanaan dalam cara penyampaian? Atau kamu menyampaikannya nyinyir? Apakah kamu mengejar musyawarah untuk hasilnya? Atau jangan-jangan yang kamu kejar hanya emosi supaya menang, menang, dan menang?” kata Yosi.
Sementara itu, melalui gerakan Nakal, Yosi menuturkan, dirinya memasukkan nilai-nilai Pancasila lewat literasi kebangsaan dan literasi kepemimpinan. ”Kami punya empat nilai yang diterapkan di Nakal, yaitu positif, peduli, pengorbanan, dan kebersamaan. Ini juga sangat Pancasila banget. Kita bicara soal identitas yang mau kita pertahankan,” katanya.
Yosi yang juga Creative Director of Cameo Project pun mengacu pendapat seorang profesor yang bekerja di bidang deradikalisasi Pemerintah Britania Raya. ”Dia bilang, you guys, content creators, are really good. Making video, bikin konten, itu sudah bagus. Pendekatan yang bagus,” katanya.
Namun, bukan semata bikin konten, pembuat konten juga harus menjangkau para pembenci atau pengkritiknya. ”Kamu harus ngomong sama mereka. Misalnya, saya buat konten yang (bercorak) nasional (lalu) ada yang nyinyir, yang mengkritisi. Talk to them. Reach out to them. Katakan sama mereka bahwa it’s okay to be different, but, because we are a brother in country, I love you for that. Jadi, ada suatu benih kebenaran yang kita tanamkan,” ujar Yosi.
Baca juga: Menghadirkan Pancasila di Era Media Sosial
Menurut Yosi, pendekatan praktis dan aplikatif seperti ini akan lebih memudahkan pendekatan untuk berbicara dengan generasi muda. Mereka pun akan lebih mudah menangkap pesan yang hendak disampaikan melalui karya.
”Saya dari dulu passion-nya itu nasionalisme. Makanya menciptakan lagu Dangdut is the Music of My Country. (Lagu) Itu bukan tentang dangdut. (Lagu) Ini sebenarnya tentang nasionalisme,” katanya.
Selain lagu, lanjut Yosi, dirinya juga membuat beberapa video yang bersifat nasionalisme. Video juga merupakan pendekatan efektif untuk mengajarkan sesuatu kepada generasi muda. Salah satu video tersebut berjudul Baca Sejarahmu. ”Video seperti ini banyak kami buat di channel Cameo Project,” kata Yosi.