Bareskrim Polri Mulai Dalami Pemalsuan Paspor Adelin Lis
Pihak kepolisian RI telah berkoordinasi dengan ”senior liaison officer” Polri di Singapura untuk mengusut pemalsuan paspor oleh Adelin Lis, terpidana pembalakan liar sejak 2008.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri mulai mendalami pemalsuan paspor atas nama Hendro Leonardi yang digunakan terpidana pembalakan liar Adelin Lis sejak 2008. Namun, kepolisian masih menunggu pelimpahan kasus dari Kejaksaan Agung.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, dihubungi dari Jakarta, Senin (21/6/2021), mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan senior liaison officer (SLO) Polri di Singapura untuk mengusut pemalsuan paspor oleh Adelin Lis, terpidana kasus pembalakan liar di Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang sempat menjadi buron selama 13 tahun.
”Kami sedang koordinasi dengan SLO Polri di Singapura. Kami minta informasi terkait paspor yang digunakan yang bersangkutan (Adelin Lis). Sudah dikirim, (paspor) terbit (tahun) 2017,” kata Agus.
Menindaklanjuti informasi tersebut, Bareskrim berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mencari tahu perihal data palsu yang digunakan Adelin. Lokasi pembuatan dan proses penerbitan paspor juga akan didalami. Namun, Agus belum menjawab saat ditanya apakah proses pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) yang menjadi dasar pembuatan paspor akan ditelusuri juga.
Meski telah mendalami informasi seputar pemalsuan paspor Adelin, Polri belum memastikan pengungkapan tindak pidana. Menurut Agus, pihaknya masih menunggu langkah Kejaksaan Agung.
”Kami tunggu pelimpahan masalah paspor yang bersangkutan dari Kejaksaan Agung, dengan koordinator pelaksanaannya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak tidak menjawab saat dikonfirmasi, Senin siang. Dalam jumpa pers pemulangan Adelin Lis di Kejaksaan Agung Sabtu (19/6/2021) malam, Leonard mengatakan, tentang pemalsuan paspor akan ditindaklanjuti setelah pemeriksaan Adelin.
Adelin tiba di Jakarta pada Sabtu malam setelah dideportasi otoritas Singapura. Terpidana kasus pembalakan liar itu divonis Mahkamah Agung 10 tahun penjara pada 2008. Namun, sejak saat itu, ia melarikan diri. Selama dalam pelarian, ia menggunakan paspor atas nama Hendro Leonardi.
Pada 2018, otoritas Singapura menangkap Adelin karena imigrasi negara tersebut menemukan data yang sama untuk dua nama yang berbeda. Imigrasi Singapura lalu mengirim surat kepada Atase Imigrasi Kedutaan Besar RI di Singapura untuk memastikan dua nama yang berbeda sebagai sosok yang sama. Merujuk data di Direktorat Jenderal Imigrasi, dipastikan bahwa dua orang tersebut sama.
Dalam persidangan di Singapura, Adelin mengaku bersalah. Atas dasar itu, Pengadilan Singapura pada 9 Juni 2021 menjatuhkan hukuman denda 14.000 dollar Singapura yang dibayar dua kali dalam periode satu minggu. Pengadilan juga mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi ke pemerintah Indonesia, serta mendeportasi Adelin Lis ke Indonesia (Kompas, 17/6/2021).
Adelin terbang ke Indonesia dengan pesawat Garuda Indonesia GA 837 dengan status buron berisiko tinggi. Selama perjalanan, sejumlah petugas Kejaksaan Agung mengamankannya. Saat ini, ia ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung sebelum dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Kemenkumham, Arya Pradhana Anggakara dalam keterangan tertulis menjelaskan, Adeline Lis tercatat empat kali memegang paspor Indonesia dengan dua nama, yaitu Adelin Lis dan Hendro Leonardi. Paspor atas nama Adelin Lis diterbitkan di Polonia, Medan, Sumatera Utara, tahun 2002. Sementara itu, paspor atas nama Hendro Leonardi tiga kali diterbitkan, yaitu di Jakarta Utara pada 2008, di Jakarta Utara pada 2013, dan Jakarta Selatan tahun 2017.
Ia mengatakan, Ditjen Imigrasi baru menggunakan sistem informasi manajemen keimigrasian (Simkim) pada tahun 2009. Sebelum penggunaan Simkim, data pemohon paspor hanya tersimpan secara manual di peladen atau server kantor imigrasi setempat dan tidak terekam di Pusat Data Keimigrasian.
”Hal ini menyebabkan Adelin Lis dapat mengajukan paspor pada tahun 2008 dengan menggunakan identitas Hendro Leonardi dan tidak terdeteksi,” katanya.
Dalam mengajukan pembuatan paspor, kata Arya, Adelin telah memenuhi seluruh persyaratan dan mekanisme penerbitan sesuai dengan ketentuan. Mekanisme yang dimaksud ialah menyerahkan berkas persyaratan, pemeriksaan berkas, wawancara, dan pengambilan sidik jari dan foto.
Selain itu, Adelin juga melampirkan dan menunjukkan KTP, surat bukti perekaman KTP-el, kartu keluarga, akta kelahiran, dan surat pernyataan ganti nama, baik dalam bentuk asli maupun fotokopi.
”Saat ini, Ditjen Imigrasi sedang berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil untuk melakukan pendalaman terkait keabsahan data diri atas nama Hendro Leonardi. Jika terbukti telah terjadi pemalsuan data untuk memperoleh paspor, Adelin Lis dapat dikenai pidana keimigrasian Pasal 126 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” kata Arya.
Secara terpisah, Kompas mengonfirmasi penelusuran pemalsuan KTP-el oleh Adelin Lis untuk memperoleh paspor atas nama Hendro Leonardi kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh. Zudan tidak berkomentar. Menurut dia, kejahatan atau tindak pidana merupakan wewenang Polri.
Ketika ditanya tentang catatan Ditjen Dukcapil terhadap pembuatan KTP-el atas nama Hendro Leonardi, Zudan mengatakan belum memeriksanya. ”Belum dicek,” katanya melalui pesan singkat.