Posisi Jaksa Muda Bidang Pidana Militer Akan Dijabat Perwira Bintang Tiga
Pasca dibentuknya Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer berdasarkan PerpresI No. 15/2021 tentang Perubahan Kedua Perpres No 38/2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kejakgung, akan diangkat perwira TNI bintang tiga.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Struktur Jaksa Agung Muda bidang Pidana Militer atau Jampidmil akan segera dilengkapi di tubuh Kejaksaan Agung. Jabatan tersebut akan diisi perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia berbintang dua, yang akan dinaikkan pangkatnya menjadi bintang tiga setelah dilantik.
Di dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (14/6/2021), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, mengatakan, pihaknya telah menunjuk sosok yang akan menduduki jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil). Kandidat Jampidmil tersebut adalah perwira tinggi TNI bintang dua.
"Soal Jampidmil ini, penunjukan siapa pejabat yang akan jadi Jampidmil sudah ada. Kami sudah ada, yakni (perwira tinggi TNI) bintang dua. Nanti setelah dilantik, akan jadikan bintang tiga," terang Burhanuddin. Namun, terkait siapa sosoknya, Burhanuddin masih merahasiakan.
Pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer di Kejaksaan Agung sebelumnya berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 38/2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.
Menurut Burhanuddin, sesuai peraturan tersebut, pada struktur Jampidmil tersebut akan ada 121 jabatan baru yang 24 di antaranya akan diisi dari lingkungan TNI. Pada 25 Mei 2021 lalu telah dilantik pejabat eselon 3 dan eselon 4 yang akan menyusun standar organisasi dan kode penomoran surat. Bahkan, dari informasi internal di Kejakgung, gedung dan ruangan bakal kantor Jampidmil sudah disiapkan, yaitu satu lantai dengan Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara atau Jamdatun di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Soal Jampidmil ini, penunjukan siapa pejabat yang akan jadi Jampidmil sudah ada. Kami sudah ada, yakni (perwira tinggi TNI) bintang dua. Nanti setelah dilantik, akan jadikan bintang tiga"
Terkait dengan pembentukan struktur Jampidmil tersebut, lanjut Burhanuddin, pihaknya akan mengajukan penambahan anggaran karena belum dianggarkan. Menurut rencana, nantinya akan ada 20 asisten bidang pidana militer di seluruh kejaksaan tinggi.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari menilai positif pembentukan Jampidmil. menurut dia, Jampidmil merupakan wujud dari integrated criminal justice system atau sistem peradilan pidana yang terintegrasi.
"Seolah-olah selama ini jalan sendiri-sendiri. Dengan ini seluruh proses penanganan pidana akan terintegrasi," kata Taufik.
Namun demikian, Taufik berharap agar setelah Jampidmil terbentuk, penanganan perkara koneksitas dapat lebih terbuka, transparan, dan mudah diakses publik. Sebab selama ini peradilan terkait anggota militer terkesan tertutup. Dengan adanya Jampidmil di bawah Kejagung, diharapkan Jaksa Agung membuka pidana militer tersebut kepada publik.
Jabatan baru TNI tak terhindarkan
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi dan Studi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar berpandangan, pembentukan Jampidmil memperkuat kesan adanya pengkhususan penanganan bagi militer. Demikian pula kesan pemberian jabatan bagi para perwira tinggi TNI juga tidak terhindarkan.
Menurut Wahyudi, pembentukan Jampidmil ini merupakan implikasi dari tidak kunjung dimulainya kembali reformasi peradilan militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Di dalam UU tentang TNI termuat kebutuhan untuk mereformasi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Di sisi lain, lanjut Wahyudi, Nawa Cita Presiden Joko Widodo pada 2014 salah satunya menyebutkan pentingnya melakukan reformasi peradilan militer untuk mengakhiri impunitas. Hal tersebut justru berkebalikan dengan pembentukan Jampidmil karena justru memberikan afirmasi terhadap UU tentang Peradilan Militer.
"Kalau membaca UU tentang Peradilan Militer, yang dilihat bukan pada perkaranya, tetapi siapa yang melakukan, apakah dia anggota TNI atau tidak. Sementara di negara kita berlaku asas equality before the law. Mestinya kekhususan peradilan militer bukan karena dia anggota militer, tapi karena perkara kedinasan. Kalau bukan perkara kedinasan, maka ditangani peradilan sipil"
"Kalau membaca UU tentang Peradilan Militer, yang dilihat bukan pada perkaranya, tetapi siapa yang melakukan, apakah dia anggota TNI atau tidak. Sementara di negara kita berlaku asas equality before the law. Mestinya kekhususan peradilan militer bukan karena dia anggota militer, tapi karena perkara kedinasan. Kalau bukan perkara kedinasan, maka ditangani peradilan sipil," terang Wahyudi.
Dalam kerangka reformasi peradilan militer, yang semestinya dilakukan adalah merevisi terlebih dahulu UU tentang Peradilan Militer sebagai mandat dari UU tentang TNI. Namun, jika melihat ke belakang, sejak UU tentang TNI disahkan, komitmen pemerintah dan DPR untuk meneruskan reformasi militer menjadi tidak jelas.