Pekan Depan, MUI Bakal Membahas Polemik Tes Wawasan Kebangsaan KPK
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak lolos tes wawasan kebangsaan mengadukan ketidakadilan yang mereka terima kepada Majelis Ulama Indonesia. Persoalan itu pun akan dibahas dalam rapat pimpinan MUI.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia telah menerima informasi mengenai dasar hukum serta pelaksanaan tes wawasan kebangsaan yang menjadi syarat pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara. Lembaga yang mewadahi para ulama dan cendekiawan Muslim itu bakal membahas polemik alih status pegawai KPK menjadi ASN pada Selasa pekan depan.
”Kami akan membawa masalah ini ke dalam rapat pimpinan MUI untuk memastikan langkah apa yang akan diambil oleh MUI,” kata Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis seusai pertemuan dengan perwakilan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan di kantor MUI, Menteng, Jakarta, Kamis (3/6/2021).
MUI biasanya menyelenggarakan rapat pimpinan setiap pekan pada hari Selasa pagi. Menurut Cholil, MUI bisa memberikan pernyataan sikap secara terang-terangan atau bisa juga memberikan nasihat terkait polemik alih status kepegawaian KPK tanpa diketahui pihak lain yang terkait. ”Hal yang penting sama-sama mencapai tujuan baik,” ujar Cholil.
Sebanyak 12 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan bersilaturahmi ke kantor MUI pada Kamis kemarin. Selain Cholil, perwakilan 75 pegawai KPK yang tak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan itu diterima Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi KH Abdullah Jaidi.
Cholil memaparkan, ada tiga hal yang disampaikan perwakilan pegawai KPK kepada MUI, antara lain dasar hukum dan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan serta fitnah yang diterima oleh mereka yang tidak lolos tes.
Terkait dengan dasar hukum tes wawasan kebangsaan, para pegawai mengadukan bahwa landasan hukumnya berbeda dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2019 tentang KPK. Jika merujuk pada ketentuan UU, semestinya para pegawai KPK otomatis diangkat menjadi ASN, seperti halnya proses alih status kepegawaian di lembaga lain. Di Komnas HAM, misalnya, para pegawai langsung menjadi ASN tanpa melalui tes wawasan kebangsaan.
Sementara terkait dengan pelaksanaan tes, para pegawai menyebut soal tes tidak berkorelasi dengan kompetensi sebagai pegawai KPK. Pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan juga disebut tidak mencerminkan keahlian dan kebangsaan. Bahkan, ada pertanyaan yang dianggap membelah antara ajaran agama dan kebangsaan meskipun dalil penggunaannya untuk pemetaan pegawai.
Dalam pertemuan itu, para pegawai KPK juga menyampaikan bahwa mereka tidak nyaman dengan serangan, termasuk berbagai fitnah, yang dilontarkan berbagai pihak. Tak hanya dituding sebagai bagian dari kelompok taliban, para pegawai juga menerima stigma anti-NKRI.
Seperti diketahui, 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan yang menjadi syarat alih status menjadi ASN. Atas keputusan pimpinan KPK itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa tes wawasan kebangsaan semestinya tidak menjadi acuan untuk memberhentikan pegawai KPK. Pernyataan itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan alih status kepegawaian di KPK tidak boleh merugikan satu pun hak para pegawai.
Kendati Presiden Jokowi telah memberikan arahan, pimpinan KPK tetap memberhentikan 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan karena dinilai sudah tidak bisa lagi dibina. Sementara 24 pegawai lainnya akan mengikuti pelatihan dan pembinaan wawasan kebangsaan. Jika dianggap memenuhi syarat, para pegawai akan diangkat menjadi ASN. Sebaliknya, jika dinilai tetap tak memenuhi standar wawasan kebangsaan, mereka akan diberhentikan.
Minta nasihat
Kepala satuan tugas penyelidik KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan, Harun Al Rasyid, menuturkan, kedatangan mereka ke MUI untuk menyampaikan keluh kesah dan aspirasi sekaligus meminta nasihat dari MUI terkait permasalahan yang terjadi pada pegawai KPK. Mereka menjelaskan kepada MUI terkait proses perjalanan alih status pegawai KPK yang dalam prosesnya dinilai bertentangan dengan yang diinginkan pemerintah.
”Saya mengadu kepada guru-guru kami agar mendapatkan arahan lebih lanjut terkait apa yang akan kami lakukan ke depan,” kata Harun.
Menurut dia, MUI bisa menghadirkan solusi dari permasalahan umat, termasuk polemik 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. MUI diharapkan memberikan solusi terbaik agar permasalahan ini tidak terus bergulir dan tidak berujung.
Terkait kedatangannya ke MUI, lanjut Harun, hal itu menjadi bagian dari advokasi ke lembaga-lembaga keagamaan. Sebelumnya, mereka pun telah mendatangi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk mengadukan hal serupa.
Selain ke lembaga keagamaan, 75 pegawai KPK juga telah mengadu ke Dewan Pengawas KPK, Ombudsman, Komnas HAM, Komnas Perempuan, serta mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.