Permohonan praperadilan yang diajukan tersangka proyek pengadaan di PT Pelindo II, RJ Lino, ditolak Hakim Morgan Simanjuntak. Dengan adanya keputusan ini, penyidikan terhadap RJ Lino di KPK pun dilanjutkan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Nikolaus Harbowo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/5/2021), menolak permohonan praperadilan yang diajukan bekas Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino, tersangka korupsi proyek pengadaan tiga unit quay container crane di PT Pelindo II tahun 2010.
Hakim dalam pertimbangannya menyatakan, tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku penyidik yang melanjutkan penyidikan terhadap RJ Lino itu sudah benar.
Hakim dalam pertimbangannya menyatakan, tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi selaku penyidik yang melanjutkan penyidikan terhadap RJ Lino itu sudah benar.
”Menolak permohonan praperadilan tersebut,” kata Hakim Morgan Simanjuntak saat membacakan putusan terkait permohonan praperadilan yang diajukan RJ Lino, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelum menjatuhkan putusannya, hakim menyampaikan beberapa pertimbangan menolak permohonan praperadilan tersebut. Salah satunya, ia menyampaikan, KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup.
Selanjutnya hakim menyampaikan, tindakan KPK yang tidak menghentikan penyidikan sebagaimana kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan justru melakukan pemeriksaan saksi, penyitaan, dan penetapan RJ Lino sebagai tersangka dan menahannya, itu sah secara hukum.
Namun, hakim juga menyoroti bahwa penyidikan yang dilakukan KPK memakan waktu yang cukup lama. Berdasarkan catatan Kompas, RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak akhir Desember 2015. Namun, RJ Lino baru ditahan oleh KPK pada 26 Maret 2021 sehingga ada sekitar lima tahun RJ Lino menyandang status tersangka tanpa penahanan.
Dengan adanya bukti permulaan yang cukup, hakim pun menilai, KPK agar segera melimpahkan perkara RJ Lino ke pengadilan karena sudah terlampau lama perkaranya disidik.
Menurut hakim, Pasal 40 UU No 19/2019 tentang KPK memang memberikan kewenangan bagi KPK untuk menghentikan penyidikan suatu perkara, tetapi itu bukan berarti KPK diberi kewenangan untuk menunda-nunda suatu perkara.
”Termohon atau KPK melakukan penyidikan dengan waktu yang relatif lama sehingga pengadilan berpendapat adalah kewajiban bagi KPK untuk sesegera mungkin melimpahkan perkara ini untuk disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi,” ujar hakim.
Di luar persidangan, kuasa hukum RJ Lino, Agus Dwiwarsono, mengatakan, pihaknya menghormati putusan hakim. Meski demikian, pihaknya mengaku kecewa.
Kini, menurut Agus, pihaknya telah siap untuk menghadapi proses hukum selanjutnya terkait pokok perkara. Terlebih, hakim telah menegaskan agar perkara tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan.
”Putusan tersebut tidak mempertimbangkan Pasal 5 UU No 19/2019 tentang KPK dan tidak menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2019 mengenai nalar yang wajar bahwa dua tahun itu waktu yang cukup untuk melakukan penyidikan, pelimpahan, dan penuntutan di pengadilan. Tetapi tetap kami hormati sebagai sebuah putusan,” ujar Agus.
Kini, menurut Agus, pihaknya telah siap untuk menghadapi proses hukum selanjutnya terkait pokok perkara. Terlebih, hakim telah menegaskan agar perkara tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan.
Sesuai prosedur
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengapresiasi putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Lino.
Putusan ini, lanjutnya, menegaskan bahwa proses penanganan perkara oleh KPK telah dilakukan sesuai dengan mekanisme ketentuan hukum yang berlaku.
”Kami akan melanjutkan penyidikan dan segera melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan tindak pidana korupsi,” ucap Ali.