Setelah pegiat antikorupsi, kini giliran pegawai KPK menjadi target sasaran serangan siber. Para korban punya kesamaan, yaitu sama-sama mengkritisi tes wawasan kebangsaan, syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Serangan siber terhadap mereka yang mengkritisi tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pengalihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjadi aparatur sipil negara kian meluas. Selain mantan juru bicara KPK, serangan siber menyasar sejumlah pegawai KPK.
Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dihubungi dari Jakarta, Jumat (21/5/2021), mengatakan, beberapa akun media sosialnya diretas pada Kamis malam. Mulanya, ia mendapatkan pesan di aplikasi Telegram, ada pihak yang berusaha masuk menggunakan akunnya melalui perangkat lain, tetapi tidak tuntas. Perangkat yang dimaksud terdeteksi berada di Jepang.
Pesan itu memberikan opsi keamanan bagi Febri. Jika ia merasa tidak berusaha masuk menggunakan perangkat yang lain, Febri bisa mengakhiri upaya tersebut melalui pengaturan keamanan di ponselnya.
Selang beberapa menit, Febri mengetahui upaya serupa juga mendera akun Whatsapp-nya. ”Untuk aplikasi Whatsapp, saya mengetahuinya dari surel (surat elektronik). Ada pesan yang memberitahukan bahwa verifikasi dua tingkat atau two step verification di akun saya sudah direset,” kata Febri. Verifikasi dua tingkat itu merupakan fitur yang diberikan Whatsapp untuk menjamin keamanan pengguna. Bentuknya adalah kode dengan enam digit angka.
Beriringan dengan munculnya pesan itu, akun Whatsapp Febri tidak bisa diakses. Untuk memitigasi risiko, ia pun menghubungi sejumlah rekan melalui saluran lain. Ia meminta untuk dikeluarkan dari sejumlah grup percakapan dan mengumumkannya melalui Twitter. ”Agar jika ada pihak-pihak yang dihubungi dari nomor saya paham bahwa itu bukan saya,” ujarnya.
Paralel dengan pemberitahuan itu, Febri juga mengirim laporan ke Whatsapp agar akunnya bisa pulih. Pada Jumat pagi, ia sudah bisa kembali menggunakan akun tersebut.
Menurut Febri, bukan hanya dirinya yang menjadi sasaran peretasan. Penyidik senior Novel Baswedan mengalami hal yang sama pada aplikasi Telegram. Jeda waktunya sekitar dua jam lebih dulu ketimbang peretasan pada Febri.
Pada akun Twitter @nazaqistsha, Novel pun mengumumkannya. ”Akun Telegram saya dibajak sejak pukul 20.22 WIB hari ini sehingga tidak lagi di bawah kendali saya. Akun Telegram Pak Sujanarko sejak pukul 20.31 juga dibajak sehingga tidak dalam kendali yang bersangkutan. Bila ada yang dihubungi gunakan akun tersebut, itu bukan kami,” tulis Novel.
Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko membenarkan bahwa akun aplikasi Telegram miliknya sempat diretas. Ia mengaku tidak pernah mempunyai akun Telegram.
”Pukul 20.30 WIB, banyak kolega saya yang menyampaikan (akun Telegram saya) join group (bergabung grup) ke masing-masing. Padahal, saya tidak install (mengunduh) Telegram,” tutur Sujanarko.
Selain akun Telegram, Sujanarko mengatakan, pada pukul 22.30, aplikasi Whatsapp miliknya juga diretas. Ia baru bisa masuk ke aplikasi tersebut pada pukul 24.30.
Menurut Sujanarko, peretas tidak mengirimkan pesan apa pun kepada teman-temannya, termasuk grup yang dimasuki oleh si peretas. Ia menduga, peretas ingin memonitor percakapan di grup-grup tersebut.
Serangan beruntun
Sebelum serangan siber tersebut, serangan serupa menimpa anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dan para mantan pimpinan KPK pada Senin (17/5/2021). Saat itu, mereka diserang dengan zoombombing atau gangguan pada aplikasi Zoom, pengambilalihan akun Whatsapp, Telegram, dan Gojek, serta menerima bombardir telepon dari nomor tak dikenal saat menggelar konferensi pers daring.
Adapun konferensi pers membahas penolakan atas pembebastugasan 75 pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). TWK merupakan salah satu syarat dalam pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Pengalihan status merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Dugaan peretasan terhadap mereka tidak hanya terjadi pada satu hari, tetapi juga berlanjut hingga beberapa hari selanjutnya.
Menurut Damar Juniarto, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), serangan siber masih mendera mereka hingga Kamis (20/5/2021) siang. SAFEnet merupakan lembaga yang mengadvokasi anggota ICW dan mantan pimpinan KPK dalam dugaan peretasan ini.
Febri meminta, serangan siber yang terjadi dalam beberapa hari terakhir pada pegiat antikorupsi bisa ditindaklanjuti oleh aparat. ”Semoga ada keseriusan pihak yang berwenang untuk memastikan perlindungan hak komunikasi dan data pribadi warga,” katanya.
Hal senada diutarakan Sujanarko. Ia pun mendesak pemerintah untuk mengusut kejadian ini. ”Negara atau pemerintah perlu mengambil sikap terhadap peretasan aktivis-aktivis antikorupsi. Kalau tidak, negara atau pemerintah abai terhadap premanisme dengan teknologi informasi ini. Ini merusak nilai-nilai demokrasi,” ujar Sujanarko.