Tuntaskan Konflik Papua dengan Jalan Dialog
Indonesia punya pengalaman panjang selesaikan konflik dengan jalan dialog, seperti konflik Aceh, Poso, dan Ambon. Hal serupa hendaknya diterapkan juga selesaikan konflik. Meskipun berat dan rumit, dialog jalan terbaik.
Sejumlah kalangan menilai, dialog merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik yang tak kunjung usai di Papua. Untuk itu, Komnas HAM mengusulkan agar Presiden Joko Widodo menunjuk utusan khusus.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia memiliki pengalaman panjang untuk menyelesaikan konflik dengan jalan dialog, seperti dalam konflik Aceh, Poso, dan Ambon. Hal serupa hendaknya diterapkan untuk menyelesaikan konflik di Papua. Meskipun berat dan rumit, dialog merupakan jalan terbaik. Adapun penegakan hukum terhadap mereka yang melakukan kekerasan diminta tetap menghargai prinsip hak asasi manusia.
”Usul saya, Presiden bisa menunjuk 1-2 orang sebagai utusan yang bisa menjadi sosok untuk menjalin upaya untuk berdialog. Dari situ akan tampak seperti apa langkah berikutnya. Karena yang dibutuhkan sekarang, menghentikan kekerasan, termasuk dari kelompok-kelompok yang memegang senjata di Papua. Tidak perlu kita sebagai anak bangsa saling tumpas,” ujar Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin Al Rahab saat dihubungi, Selasa (27/4/2021).
Kekerasan di Papua yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) tidak kunjung mereda.
Pada Selasa, kontak tembak kembali terjadi antara personel Brimob Polri dan KKB di Kampung Makki, Distrik Ilaga Utara, Kabupaten Puncak, Papua. Seorang personel Brimob, Bhayangkara Dua I Komang, gugur dalam kontak tembak ini. Dua rekannya, yaitu Inspektur Dua Anton Tonapa dan Brigadir Dua Wily, terluka, juga karena terkena tembakan. Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, kontak tembak terjadi saat anggota Brimob dari Satgas Nemangkawi sedang berpatroli di Kampung Makki sekitar pukul 08.00 WIT.
Pada Minggu (25/4/2021), Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Papua Brigadir Jenderal TNI I Gusti Putu Danny Karya turut menjadi korban kekerasan KKB. Ia tewas tertembak saat kontak tembak dengan KKB di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Puncak. Sebelumnya, guru dan sejumlah warga sipil juga menjadi korban kekerasan KKB di Puncak.
Baca Juga: Minimnya Layanan Publik dan Kasus Kekerasan di Papua Segera Carikan Solusinya
Menurut Amiruddin, banyak tokoh di Indonesia yang mampu menjadi utusan dan memulai berdialog. Semua pihak yang terkait masalah Papua perlu diajak berdialog. Komnas HAM pun saat ini berupaya menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang berkonflik.
Banyak tokoh di Indonesia yang mampu menjadi utusan dan memulai berdialog. Semua pihak yang terkait masalah Papua perlu diajak berdialog. Komnas HAM pun saat ini berupaya menjalin komunikasi dengan pihak-pihak yang berkonflik.
Meskipun jalan dialog penting dikedepankan, hukum tetap harus ditegakkan bagi mereka yang melakukan tindakan kekerasan apalagi hingga menimbulkan korban jiwa. Penegakan hukum ini diingatkannya untuk tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku dan menghargai prinsip HAM.
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) pun meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap Kabinda Papua tersebut, dalam rangka penegakan HAM, bukan balas dendam.
”Mengutamakan pendekatan keamanan yang represif akan meningkatkan teror, ketakutan, dan semakin menggali luka Papua yang telah lama menganga sekaligus mempertebal memoria passionis atau ingatan-ingatan tentang penderitaan bagi generasi Papua masa depan,” kata Philip Situmorang dari Humas PGI, sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis.
Selain itu, PGI berharap Presiden Joko Widodo sungguh-sungguh membuka ruang dialog dengan melibatkan semua elemen masyarakat Papua. Sama seperti Komnas HAM, PGI menilai dialog sebagai jalan yang bermartabat bagi penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh dalam koridor kebangsaan Indonesia.
Kemauan politik
Peneliti HAM dan Sektor Keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie, mengatakan, lingkaran kekerasan di Papua saat ini berpotensi terus berlanjut apabila tak ada kemauan politik untuk menghentikannya. ”Eskalasi gangguan keamanan saat ini juga menjadi bukti bahwa persoalan konflik tak tepat diselesaikan dengan pendekatan keamanan semata,” katanya.
Karena itu, ia mengkritik pernyataan yang disampaikan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo yang meminta aparat keamanan diturunkan dengan kekuatan penuh untuk mengatasi serangan KKB di Papua. Menurut dia, penambahan jumlah pasukan tidak selalu paralel dengan penyelesaian konflik. Penambahan pasukan justru dapat memperpanjang lingkaran kekerasan yang akhirnya membuat kian banyak korban, baik dari sipil maupun aparat.
”Ada ketidakpercayaan publik yang harus dikembalikan dulu. Misalnya, dua guru SD yang menjadi korban penembakan KKB dianggap sebagai pendatang yang bertugas sebagai mata-mata. Harus dipikirkan bagaimana mengembalikan kepercayaan ini dulu,” ujarnya.
Menurut Ikhsan, dalam penyelesaian konflik di Papua, pihaknya mendesak kedua belah pihak untuk melakukan kesepakatan penghentian permusuhan (cessation of hostilities). Apabila situasi berangsur pulih, dialog untuk mencari jalan keluar dapat dilakukan.
”Penyelesaian konflik di Papua bisa mencontoh pendekatan lunak, seperti terhadap GAM di Aceh. Melalui strategi pendekatan lunak itu, kelompok eks kombatan GAM yang dipimpin Din Minimi menyerahkan diri yang dapat diikuti dengan resolusi konflik lainnya secara damai,” kata Ikhsan.
Penyelesaian konflik di Papua bisa mencontoh pendekatan lunak, seperti terhadap GAM di Aceh. Melalui strategi pendekatan lunak itu, kelompok eks kombatan GAM yang dipimpin Din Minimi menyerahkan diri yang dapat diikuti dengan resolusi konflik lainnya secara damai.
Evaluasi operasi keamanan
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, rapat koordinasi telah digelar Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan dengan Badan Intelijen Strategis, Badan Intelijen Negara, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Baintelkam Polri, Asisten Operasi Kapolri, Bupati Puncak Willem Wandik, dan Pokja Papua Universitas Gadjah Mada. Rapat untuk mencari solusi atas meningkatnya eskalasi gangguan keamanan di Papua.
”Dalam rapat koordinasi tersebut, kami mendiskusikan semua aspek terkait keamanan, termasuk sarana prasarana pendukung di Puncak. Kami berkesimpulan operasi keamanan di Papua perlu dievaluasi serta harus ada perubahan dan pembenahan yang bertujuan meningkatkan koordinasi dan sinergi antar-aparat keamanan dan satgas yang terlibat di lapangan,” kata Jaleswari.
Dalam rapat koordinasi tersebut, Bupati Puncak Willem Wandik juga menyampaikan perlunya pendekatan kepada masyarakat agar terbangun pola komunikasi yang baik antara masyarakat, pemerintah, dan aparat. Selain itu, diperlukan juga optimalisasi pembangunan infrastruktur jalan, rumah singgah, dan listrik untuk mempersempit ruang gerak KKB.
KSP berpandangan, dalam menciptakan keamanan di Puncak dan wilayah pegunungan tengah lainnya di Papua diperlukan keterlibatan sejumlah pemangku kepentingan. Aparat keamanan tidak bisa sendiri.
Rangkul masyarakat
Sebagaimana arahan dari Presiden Jokowi bahwa tidak ada lagi ruang bagi KKB di Indonesia.
Pemerintah pun meminta semua elemen pemerintah daerah (pemda) di Papua untuk merangkul tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan, dan pemuda sebagai wujud kehadiran negara di masyarakat. Pemda juga diminta bekerja sama dengan kementerian dan lembaga agar pembangunan kesejahteraan dapat dipercepat sehingga menutup celah bagi KKB untuk bergerak.
Baca Juga: Rohaniwan Minta Kekerasan di Papua Dihentikan
”Sebagaimana arahan dari Presiden Jokowi bahwa tidak ada lagi ruang bagi KKB di Indonesia,” kata Jaleswari.
Sekretaris Daerah Papua Dance Yulian Flassy mengatakan, pihaknya akan lebih meningkatkan koordinasi untuk memastikan deteksi dini atas berbagai persoalan di Papua. Upaya ini dengan melakukan pertemuan berkala antarlembaga, meliputi TNI, Polri, Badan Intelijen Negara, dan pemerintah kabupaten/kota.
”Pemerintah Provinsi Papua juga akan lebih mengefektifkan komponen-komponen yang ada di dalam pemerintahan dan di masyarakat untuk bersama- sama mencegah tindakan-tindakan yang dianggap merugikan banyak orang,” ujarnya.