Kemhan: Anggaran Pertahanan Belum Ideal
Kementerian Pertahanan menilai anggaran pemerintah belum ideal buat meremajakan dan merawat alat utama sistem persenjataan. Menyusul musibah KRI Nanggala-402 pekan lalu, momentum penting bagi peningkatan anggaran Kemhan.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pertahanan menilai anggaran yang dikucurkan pemerintah belum ideal untuk melaksanakan peremajaan dan perawatan alat utama sistem persenjataan. Saat ini, alokasi untuk pengadaan, modernisasi, dan perawatan alutsista totalnya hanya Rp 29,1 triliun atau 21 persen dari semua anggaran Kemenhan Rp 136,9 triliun.
Pascamusibah KRI Nanggala-402 di perairan sebelah utara Pulau Bali, pekan lalu, anggaran perawatan alutsista TNI menjadi momentun penting untuk ditingkatkan.
Berdasarkan buku III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2021, total anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2021 senilai Rp 136,9 triliun, meningkat dibandingkan dengan tahun 2020 senilai Rp 117,9 triliun. Kementerian Keuangan menyebutkan, anggaran Kemenhan tercatat terus meningkat sejak tahun 2016-2019.
Khusus untuk anggaran tahun 2021, alokasi terbesar dianggarkan untuk belanja pegawai, terutama karena ada rencana kenaikan tunjangan kinerja sebesar 80 persen sesuai janji Presiden Joko Widodo saat acara Hari Ulang Tahun Ke-74 TNI. Kemenhan juga melanjutkan kegiatan prioritas dan strategis dalam rangka mendukung terwujudnya pemenuhan kekuatan pokok minimum.
Baca juga: Urgensi Keberpihakan pada Pertahanan
Dari semua anggaran senilai Rp 136,9 triliun itu, sebanyak Rp 9,3 triliun dialokasikan untuk pengadaan alutsista. Adapun anggaran untuk modernisasi dan perawatan alutsista di TNI AD senilai Rp 2,6 triliun untuk pengadaan alutsista strategis, serta Rp 1,2 triliun untuk overhaul pesawat terbang dan heli angkut.
Untuk matra TNI AL, Rp 3,7 triliun dialokasikan untuk pengadaan kapal patroli cepat, peningkatan pesawat udara matra laut, serta Rp 4,2 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan alutsista.
Untuk matra TNI AL, Rp 3,7 triliun dialokasikan untuk pengadaan kapal patroli cepat, peningkatan pesawat udara matra laut, serta Rp 4,2 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan alutsista. Sementara itu, anggaran untuk TNI AU senilai Rp 1,1 triliun di antaranya untuk pengadaan penangkal serangan udara (PSU) dan material pendukung serta pemeliharaan dan perawatan pesawat tempur senilai Rp 7 triliun.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (27/4/2021), mengatakan, idealnya anggaran pertahanan harus di atas 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). PDB Indonesia pada 2020 senilai Rp 15.434 triliun. Artinya, idealnya anggaran Kemenhan minimal Rp 123,47 triliun.
Dengan nilai tersebut, anggaran dapat dialokasikan 50 persen untuk belanja rutin dan 50 persen untuk biaya modal, yaitu modernisasi dan perawatan alutsista. Adapun untuk saat ini, belanja modal di Kemenhan masih terhitung rendah, yaitu sekitar 21 persen.
”Idealnya, jika suatu negara ingin membangun pertahanan yang kuat, alokasi anggarannya juga harus besar. Kemenhan berharap skema belanja alutsista bisa lebih besar ke depannya,” kata Dahnil.
Ia menambahkan, pascamusibah tenggelamnya KRI Nanggala-402, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berharap peremajaan alutsista bisa dilakukan sesegera mungkin. Oleh karena itu, Menhan akan mengajukan skema dan langkah strategis untuk mempercepat peremajaan alutsista. Selain kepada Presiden, skema dan langkah strategis peremajaan alutsista itu juga akan disampaikan kepada DPR supaya ke depan anggaran bisa diberikan lebih optimal.
Terkait dengan dugaan korupsi pengadaan alutsista yang terjadi tahun 2012 dan 2017, Dahnil menegaskan, Prabowo selalu menegaskan bahwa modernisasi, perawatan, dan pemeliharaan menjadi perhatian khusus Kemenhan. Oleh karena itu, pihak-pihak yang terlibat diharapkan menjaga akuntabilitas pengadaan alutsista.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengingatkan, anggaran alutsista yang cukup terbatas itu semestinya jangan sampai timbul korupsi. Oleh sebab itu, Kemenhan harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran sebagai bagian dari perbaikan tata kelola anggaran.
Rakyat berhak tahu penggunaan anggaran karena uangnya berasal dari rakyat. Jika berdalih kerahasiaan, sejatinya data tentang alutsista kini sangat terbuka secara global.
”Rakyat berhak tahu penggunaan anggaran karena uangnya berasal dari rakyat. Jika berdalih kerahasiaan, sejatinya data tentang alutsista kini sangat terbuka secara global,” ujarnya.
Korupsi
Dalam catatan Kompas, pembelian alat militer dan tempur di Indonesia pernah terjadi korupsi. Pada tahun 2012, DPR menemukan ada penggelembungan harga untuk pengadaan pesawat Sukhoi dari Rusia. Mekanisme pembelian dengan cara kredit ekspor atau kredit komersial dinilai menjadi akar permasalahan penggelembungan harga pengadaan alutsista di Indonesia.
Padahal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya menutup Rapim TNI/Polri, 21 Januari 2011, saat itu telah meminta dihentikannya penggelembungan dalam pengadaan alutsista dan non-alutsista. Kemhan diharapkan merealisasikan keinginan politik Presiden Yudhoyono untuk menghentikan penggelembungan dalam pengadaan sistem persenjataan.
Pada 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan helikopter Agusta Westland (AW) 101. Proyek pengadaan helikopter senilai Rp 738 miliar itu diperkirakan merugikan keuangan negara senilai Rp 220 miliar.
Meskipun Kemenhan telah melakukan pembenahan dari segi pengadaan dengan meniadakan pihak ketiga dan menggunakan sistem government to government, tetap ada potensi keterlibatan pihak ketiga secara informal. Keberadaan pihak ketiga itu dikhawatirkan memengaruhi keputusan dalam menentukan prioritas pembelian alutsista.
Oleh sebab itu, perlu audit independen dengan melibatkan lembaga seperti KPK untuk melakukan pengawasan dan menginvestigasi penggunaan anggaran pertahanan, khususnya dalam pengadaan alutsista. KPK bisa terlibat dalam pengawasan dan penyelidikan dugaan penyimpangan pengadaan alutsista dengan dasar asas lex specialis derogat lex generalis.
”Korupsi alutsista tidak hanya menghancurkan sistem pertahanan negara, tetapi juga akhirnya menimbulkan korban prajurit di lapangan karena sarana dan prasarana tempur yang tidak memadai dan berbahaya,” kata Adnan.
Korupsi alutsista tidak hanya menghancurkan sistem pertahanan negara, tetapi juga akhirnya menimbulkan korban prajurit di lapangan karena sarana dan prasarana tempur yang tidak memadai dan berbahaya.
Seusai kejadian musibah alutsista, seperti tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan utara Bali, ia mendesak agar Presiden Joko Widodo segera membentuk tim independen untuk melakukan audit independen terhadap semua alutsista di Indonesia, khususnya alutsista yang sudah tua, dengan melibatkan akademisi dan masyarakat sipil. Alutsista yang berusia lebih dari 20 tahun sebaiknya tidak digunakan hingga audit selesai dilakukan.
Baca juga: TNI Tingkatkan Kesiapan Alutsista
”Modernisasi alutsista perlu memperkuat alutsista dengan memprioritaskan pembelian alutsista baru dan bukan alutsista bekas,” ucap Adnan.
Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muda Muhammad Ali mengatakan, TNI AL akan melakukan investigasi dan audit terkait dengan musibah tenggelamnya KRI Nanggala-402. Audit akan melibatkan pakar kapal selam dan pembuat kapal selam. ”Para pakar kapal selam dan para pakar ahli pembuat kapal selam. Bukan sekadar pengamat,” katanya.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Rachmat Gobel mengatakan, harus ada evaluasi menyeluruh terhadap alutsista milik TNI AL. Sebab, Indonesia membutuhkan kekuatan TNI AL yang prima karena harus menjaga wilayah yang terdiri atas lebih dari 13.000 pulau di Nusantara. Indonesia juga menjadi negara perlintasan dengan titik lintas yang banyak.
”Banyak kapal niaga dan kapal perang dari beberapa negara yang melintasi Indonesia. Sejumlah di antaranya berupa laut dalam, bahkan di sejumlah titik merupakan hot spot karena berdekatan dengan wilayah sengketa maupun wilayah perompak dan kejahatan lainnya,” kata Gobel.