KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan di utara Bali diduga mengalami ”black out” saat menyelam. Pencarian dioptimalkan dan harapan terbaik disematkan untuk 53 awak kapal itu.
Oleh
TIM KOMPAS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut mengerahkan sejumlah kapal perang berteknologi tinggi untuk mencari kapal selam KRI Nanggala-402 yang hilang di perairan utara Pulau Bali, Rabu (21/4/2021) pagi. Angkatan Laut Singapura dan Australia turut membantu dengan mengerahkan kapal penyelamat untuk kapal selam. Berbagai pihak berharap pencarian dan penyelamatan kapal berikut 53 awaknya itu membuahkan hasil yang terbaik.
Kapal selam produksi Jerman tahun 1979 itu ditengarai mengalami mati listrik total (black out) saat penyelaman sehingga kapal tersebut diperkirakan jatuh di palung, di kedalaman sekitar 700 meter dari permukaan laut.
Berdasarkan informasi dari Dinas Penerangan TNI AL, terdapat 53 awak kapal yang terdiri dari 49 anak buah kapal, 1 komandan satuan, dan 3 personel arsenal. Komandan KRI tersebut adalah Letkol Laut (P) Heri Octavian, yang telah setahun menjabat.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat dihubungi Kompas, Rabu, mengatakan, kapal selam diperkirakan hilang di perairan sekitar 60 mil atau sekitar 95 kilometer dari utara Pulau Bali, sekitar pukul 03.00 WIB, Rabu. Kapal diduga berada di palung, di kedalaman sekitar 700 meter dari permukaan laut. ”Baru izin menyelam, setelah diberi clearance (persetujuan), langsung hilang kontak,” kata Panglima TNI.
KRI Nanggala-402 berada di utara Bali untuk ikut dalam skenario latihan penembakan torpedo. Semula sejumlah wartawan akan dilibatkan untuk meliput latihan itu, tetapi rencana ini lantas dibatalkan. Latihan yang menurut rencana dihadiri Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Yudho Margono itu akan digelar pada Kamis (22/4/2021).
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Marsekal Pertama Yulius Widjojono menambahkan, KRI Nanggala-402 mendapat izin menyelam untuk melaksanakan latihan penembakan torpedo. Setelah hilang kontak, sejumlah kapal perang, yaitu KRI Raden Eddy Martadinata, KRI I Gusti Ngurah Rai, dan KRI Diponegoro, dikerahkan ke lokasi untuk melakukan pencarian dengan menggunakan sonar aktif.
”Pukul 07.00 dilaksanakan pengamatan udara dengan helikopter, ditemukan tumpahan minyak di sekitar posisi menyelam,” ujar Yulius. Temuan ini bisa terjadi karena kerusakan tangki bahan bakar minyak kapal selam akibat tekanan air laut atau bisa juga bentuk pemberian sinyal posisi dari KRI Nanggala.
Selanjutnya, sejumlah kapal perang berteknologi tinggi diinstruksikan untuk bergerak ke lokasi penyelaman KRI Nanggala.
Kemarin pada pukul 14.00, KRI Rigel diberangkatkan dari Jakarta untuk mencari KRI Nanggala. Menurut Hadi Tjahjanto, KRI Spica juga dikerahkan. Keduanya merupakan kapal survei hidro oseanografi termodern di Asia Tenggara. Kapal itu memiliki wahana selam buatan Konigsberg dengan jangkauan kedalaman 1.000 meter, echo sounder, dan berbagai perlengkapan lainnya.
Kedua kapal survei itu pernah dilibatkan dalam misi SAR pesawat Sriwijaya Air yang jatuh di Kepulauan Seribu, 9 Januari 2021.
Selain kedua kapal tersebut, dikerahkan pula KRI Pulau Rengat yang merupakan kapal penyapu ranjau.
Tak hanya armada TNI AL, Yulius mengatakan, Angkatan Laut Singapura dan Australia mengerahkan pula kapal bantuan. Hadi menyebutkan kedua negara mengerahkan kapal penyelamat untuk kapal selam. Kapal tersebut kini dalam perjalanan ke titik kejadian.
Dari analisis sementara, menurut Yulius, ada kemungkinan kapal mengalami black out saat menyelam statis. Hal itu membuat kapal tak terkendali dan tak dapat melaksanakan prosedur kedaruratan.
Akibatnya, kapal jatuh di kedalaman 600 sampai 700 meter dari permukaan laut. Seharusnya, terdapat tombol darurat agar kapal selam dapat timbul ke permukaan.
Sebelum berlayar, kapal selam yang masuk ke jajaran armada TNI AL pada 1981 tersebut sudah dipastikan dalam kondisi siap berlayar.
KRI Nanggala adalah kapal selam tipe 209 buatan Howaldtswerke-Deutsche Werft (HDW), Kiel, Jerman Barat. Kapal itu dipesan pada 1977 bersama satu kapal selam lain dengan tipe sama yang kemudian dinamai KRI Cakra-401. KRI Nanggala-402 tiba di Indonesia pada 1981 untuk memperkuat armada kapal selam Indonesia.
Catatan Kompas, pada 2005, sejumlah pengamat telah menyampaikan masukan perlunya peremajaan dan penguatan armada kapal selam Indonesia. Saat itu, tinggal KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 yang beroperasi dengan cakupan wilayah mencapai 5,8 juta kilometer persegi wilayah laut Indonesia dengan lebih dari 81.000 kilometer panjang garis pantai serta lebih dari 17.500 pulau. Ditambah lagi, usia kedua kapal sudah tergolong tua.
Dalam perjalanannya, KRI Nanggala telah menjalani dua perbaikan besar di Korea Selatan pada 2006 dan 2011.
Selanjutnya, sepanjang 2017 sampai 2018, Indonesia menambah tiga kapal selam. Dua buatan Korea Selatan dan satu lagi joint production yang dibuat di PT PAL dengan transfer teknologi dari Korea.
Mendoakan pencarian
Atas musibah yang menimpa KRI Nanggala, masyarakat mendoakan kelancaran dan kesuksesan operasi pencarian dan pertolongan. Ini salah satunya dilakukan umat Katolik dari Paroki Salib Suci Tropodo, Sidoarjo, Jawa Timur.
Salah satu awak KRI Nanggala diketahui menantu dari Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Vincentius Totok Noerwasito. Keluarga menanti perkembangan informasi pencarian dan pertolongan (SAR) terhadap KRI Nanggala.
Salah satu anggota keluarga dari personel TNI AL yang berada di kapal selam mengatakan, telah memperoleh informasi dari pihak TNI AL bahwa lokasi kapal selam telah diketahui. Keluarga yang tinggal di Surabaya ini pun diminta untuk berdoa dan bersabar.
Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie berpandangan, insiden hilangnya KRI Nanggala merupakan peristiwa yang memprihatinkan. ”Saya berharap semuanya akan baik-baik saja karena masih terdeteksi adanya pergerakan di bawah laut meski lemah, hanya 2,5 knot,” ujarnya.
Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, dengan luasnya perairan Indonesia, idealnya Indonesia memiliki 12 kapal selam. Ini dibutuhkan untuk operasi keamanan atau tempur. Namun, karena keterbatasan anggaran, kapal selam berusia tua masih dipergunakan, dan yang bisa dilakukan hanya meremajakannya. (EDN/GER/BRO/NAD/LAS)