Bekas Mensos Juliari P Batubara melalui pengacaranya mengaku hanya mengetahui suap untuk pengadaan bansos dari dua orang yang mewakili tiga perusahaan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Sosial Juliari Peter Batubara didakwa menerima uang suap Rp 32,482 miliar dalam kasus proyek pengadaan bantuan sosial untuk penanganan pandemi Covid-19 pada 2020.
Uang suap diduga diberikan oleh setidaknya 62 perusahaan yang ditunjuk oleh kementerian menjadi penyedia paket bantuan sosial berupa bahan-bahan kebutuhan pokok. Adapun uang suap ditengarai tidak hanya dinikmati Juliari, tetapi juga sejumlah pejabat di Kementerian Sosial.
Hal ini terungkap saat dakwaan terhadap Juliari dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ikhsan Fernandi Z, M Nur Azis, Dian Hamisena, dan Masmudi secara bergantian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Sidang dipimpin Muhammad Damis sebagai Ketua Majelis Hakim. Sementara terdakwa Juliari hadir di ruangan persidangan dengan didampingi penasihat hukumnya. Selain dakwaan Juliari, dua terdakwa lainnya di kasus ini, yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, juga dibacakan berkas dakwaannya oleh jaksa KPK. Keduanya pun hadir di sidang didampingi penasihat hukumnya.
”Terdakwa (Juliari) menerima hadiah melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp 1,280 miliar dari Harry Van Sidabukke dan Rp 1,950 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta Rp 29,252 miliar atau setidak-tidaknya sekira jumlah itu dari beberapa penyedia barang lainnya,” kata jaksa.
Ardian merupakan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, sedangkan Harry disebut sebagai perantara dari PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude. Ketiga perusahaan itu ditunjuk oleh Kementerian Sosial (Kemensos) menjadi perusahaan penyedia paket bantuan sosial (bansos) pada 2020.
Untuk perusahaan penyedia bansos lainnya, jaksa menyebutkan setidaknya ada 62 perusahaan. Di antaranya PT Bumi Pangan Digdaya, PT Andalan Pesik International, PT Global Tri Jaya, PT Anomali Lumbung Artha, dan PT Integra Padma Mandiri.
Jaksa menjelaskan, pada 14 Mei 2020, Juliari menunjuk Adi Wahyono menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS). Setelah itu, ia memerintahkan agar Adi mengumpulkan uang fee sebesar Rp 10.000 per paket dari perusahaan penyedia bansos untuk kepentingannya pribadi.
Juliari juga memerintahkan Adi berkoordinasi dengan tim teknis menteri sosial, Kukuh Ary Wibowo. Selanjutnya, Adi menyampaikan perintah dari terdakwa kepada Sekretaris Jenderal Kemensos Hartono Laras, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin, dan Pejabat Pembuat Komitmen Matheus Joko Santoso.
Matheus juga disebutkan mengumpulkan fee operasional dari para perusahaan penyedia untuk biaya kegiatan operasional Juliari dan kegiatan lainnya di Kemensos.
”Patut diduga uang diberikan terkait dengan penunjukan PT Pertani (Persero), PT Mandala Hamonangan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama, serta beberapa penyedia barang lainnya,” ujar jaksa.
Aliran dana suap
Setelah fee dikumpulkan Matheus dan Adi, Juliari disebutkan menerima fee secara bertahap yang semuanya berjumlah Rp 14,7 miliar. Selain diberikan untuk Juliari, uang fee tersebut juga diberikan kepada 11 orang lainnya.
Hartono disebutkan mendapatkan Rp 200 juta, Pepen Rp 1 miliar, Adi Rp 1 miliar, dan Matheus Rp 1 miliar. Selain itu, ada pegawai Kemensos lainnya yang diduga turut menerima aliran fee, yakni Amin Raharjo Rp 150 juta, Rizki Maulana Rp 175 juta, Robin Saputra Rp 200 juta, Iskandar Zulkarnaen Rp 175 juta, Firmansyah Rp 175 juta, Yoki Rp 175 juta, dan Rosehan Ansyari Rp 150 juta.
Matheus dan Adi juga menggunakan fee tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Mensos dan kegiatan lain di Kemensos.
Kegiatan itu, di antaranya, ialah pembelian telepon genggam untuk pejabat Kemensos senilai Rp 140 juta, pembelian dua sepeda merek Brompton seharga Rp 120 juta masing-masing untuk Hartono dan Pepen, honor artis Cita Citata di acara ”Makan Malam dan Silaturahmi Kemensos” di Labuan Bajo sebesar Rp 150 juta, serta pembayaran sewa pesawat (private jet) untuk kunjungan kerja Juliari ke Lampung, Denpasar, dan Semarang sekitar Rp 800 juta.
Untuk diketahui, dalam kasus ini, baru Harry dan Ardian yang berstatus terdakwa dari kalangan swasta atau perusahaan penyedia bansos. Adapun dari lingkungan Kemensos, selain Juliari, ada Adi dan Matheus. Khusus sidang dengan terdakwa Harry dan Ardian sudah sampai pembacaan tuntutan. Keduanya dituntut 4 tahun penjara.
Seusai pembacaan dakwaan jaksa, Juliari menyatakan mengerti materi dakwaan. Namun, ia membantah isi dakwaan tersebut.
Sekalipun membantah, ia memutuskan untuk tidak mengajukan keberatan atas dakwaan jaksa. Langkah serupa diambil oleh Adi Wahyono dan Matheus. Dengan demikian, sidang berikutnya akan langsung masuk ke agenda pembuktian.
Penasihat hukum Juliari, Maqdir Ismail, mengatakan, keberatan dakwaan tidak diajukan agar perkara ini bisa cepat selesai. Terkait dakwaan uang suap Rp 29,252 miliar, pihaknya tidak mengetahui ada pemberi yang lain selain Harry dan Ardian. Ia pun mempertanyakan siapa pemberi suapnya.