Dinilai Terbukti Menyuap, Hiendra Soenjoto Dituntut Empat Tahun Penjara
Hiendra Soenjoto dianggap terbukti menyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi melalui menantunya, Rezky Herbiyono, sebesar Rp 45,7 miliar untuk membantu pengurusan dua perkara hukum.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa penyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Hiendra Soenjoto, dituntut pidana empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Hiendra dianggap terbukti menyuap Nurhadi melalui menantunya, Rezky Herbiyono, sebesar Rp 45,7 miliar untuk membantu pengurusan dua perkara hukum.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (23/3/2021). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri beserta hakim anggota Duta Baskara dan Sukartono. Sementara terdakwa Hiendra Soenjoto didampingi penasihat hukum mengikuti sidang dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi secara telekonferensi.
Jaksa KPK Wawan Yunarwanto mengatakan, Hiendra Soenjoto dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap Nurhadi melalui menantunya. Suap tersebut diberikan secara bertahap antara Mei 2015 dan Februari 2016 melalui menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, terdakwa dinilai berbelit-belit, tidak mengakui perbuatannya, dan pernah masuk daftar pencarian orang. ”Hal meringankan tidak ada,” kata Wawan Yunarwanto.
Jaksa menuntut terdakwa dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jaksa menilai Hiendra yang pada 2014 sampai 2016 memiliki masalah hukum berupa gugatan perjanjian sewa depo kontainer antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) dan perkara sengketa kepemilikan saham di PT MIT dengan Azhar Umar, memiliki motif dalam pemberian uang kepada Nurhadi.
Jaksa menilai terdapat hubungan kausalitas antara pemberian uang dan harapan agar Nurhadi membantu penyelesaian perkaranya.
”Pemberian itu haruslah dianggap sebagai suap karena bertentangan dengan jabatan Nurhadi yang adalah Sekretaris Mahkamah Agung, tentang disiplin pegawai negeri, dan tentang peraturan MA tentang perilaku pegawai MA,” kata jaksa.