Partai Persatuan Pembangunan fokus melakukan langkah-langkah pemenangan Pemilu 2024, salah satunya konsolidasi seluruh kekuatan internal partai, termasuk kader berseberangan. Di Rapimnas PPP pun, Suharso memeluk Djan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Persatuan Pembangunan fokus melakukan langkah-langkah pemenangan jelang Pemilu 2024, salah satunya dengan mengonsolidasikan seluruh kekuatan internal partai, termasuk kader yang pernah berseberangan. Selain konsolidasi internal, partai ini juga mulai menunjukkan keseriusan untuk bisa menggaet suara generasi milenial.
Langkah konsolidasi internal terlihat dari susunan kepengurusan DPP PPP periode 2020-2025 yang telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM, Selasa (9/3/2021). Dalam susunan kepengurusan kali ini, Djan Faridz, mantan Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta, didapuk menjadi anggota Majelis Kehormatan PPP.
Adapun saat ini Ketua Umum PPP versi Muktamar Jakarta dijabat oleh Humphrey Djemat. Hingga Jumat malam, Kompas telah mencoba menghubungi Humphrey untuk menanyakan langkah konsolidasi internal PPP ini, tetapi tidak direspons.
Dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I PPP, Jumat (12/3/2021), di Jakarta, Djan ikut hadir. Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa pun menyapa Djan saat membuka pidato politiknya.
Sahabat saya, teman berantem saya, dan kami bersahabat itu sejak tahun 1980-an, sama-sama mencari, mengais sesuap rezeki di Jakarta, yang saya hormati, rekan saya, Pak Djan Faridz.
”Sahabat saya, teman berantem saya, dan kami bersahabat itu sejak tahun 1980-an, sama-sama mencari, mengais sesuap rezeki di Jakarta, yang saya hormati, rekan saya, Pak Djan Faridz,” ujar Suharso, yang diiringi tepuk tangan pimpinan DPP yang hadir. Acara itu juga disiarkan secara virtual, yang dihadiri pimpinan DPW dan DPC PPP di seluruh Indonesia.
Suharso mengaku lelah dengan konflik yang terjadi di partai berlambang Kabah itu. Ia ingin agar PPP tetap bersatu. ”Kita tidak ingin sekecil apa pun ruang, setitik, atau sebesar nila yang akan mengganggu PPP. Kita ingin partai ini, namanya saja merawat persatuan dengan pembangunan,” katanya.
Sebelum meneruskan pidato politiknya, Suharso bahkan mempersilakan Djan Faridz maju ke atas panggung dan memberikan sedikit kata sambutan. Di atas panggung, mereka saling tertawa dan Suharso pun memeluk Djan.
Djan menyatakan dukungannya kepada Suharso sebagai Ketua Umum PPP. Ia pun mengaku siap membantu Suharso untuk membawa PPP berjaya kembali.
”Kita harus melihat ke depan, bagaimana PPP tetap eksis di dunia politik dan bermanfaat untuk umat Islam khususnya. Jadi, jangan sampai kita ini sudah bersatu, saya sudah bersatu dengan beliau (Suharso), terus manfaat untuk PPP-nya kurang,” ucap Djan.
Generasi milenial
Di sisi lain, Suharso, dalam pidato politiknya, juga meminta agar gerak kerja elektoral tak hanya dilakukan oleh DPP, tetapi diikuti sampai seluruh DPW, anak cabang dan bawahnya. Ini terutama jelang Pemilu 2024. Seluruh calon anggota dewan di setiap tingkatan, DPR dan DPRD provinsi/kabupaten/kota.
Bahkan, Suharso menyebut PPP kali ini memiliki sekitar 23 ketua elektoral. Mereka nanti akan bertanggung jawab atas suara PPP pada Pemilu 2024. Semua ini, menurut Suharso, perlu menjadi perhatian karena hampir 60 persen pemilih pada Pemilu 2024 berasal dari generasi milenial dan generasi Z.
”Inilah saatnya kita bersama. Inilah saatnya kita bekerja erat. Kita tidak mau ada sesuatu yang berseliweran, dan kemudian saling memotong, dan akhirnya saling meniadakan. Itulah yang menghabiskan suara kita,” tutur Suharso.
Berdasarkan hasil survei Kompas pada Januari 2021, elektabilitas PPP hanya 0,5 persen. Elektabilitas itu terus menurun dari hasil survei sebelum-sebelumnya, 1,1 persen (Agustus 2020) dan 1,2 persen (Oktober 2019). Adapun pada Pemilu 2019, PPP hanya meraih suara 4,52 persen.
Pengajar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai, sebenarnya islah yang terjadi di internal PPP kali ini tidak terlampau signifikan. Sebab, konflik yang terjadi sekarang tidak terlalu keras dibandingkan ketika Romahurmuziy atau Rommy menjabat ketua umum PPP dan Djan sebagai ketua umum versi Muktamar Jakarta. Semasa Rommy, level pengurus hingga pendukung terbelah dua.
”Di kepemimpinan Suharso, pengubuan ini sudah mulai mengecil dan relatif lebih solid dan mendukung ketua umum yang menang,” kata Adi.
Menurut Adi, sosok Suharso saat ini relatif lebih diterima oleh kader PPP karena dianggap memiliki kapasitas, relasi yang cukup baik dengan berbagai kalangan, baik pemerintah maupun para ketua umum parpol lain. ”Itu adalah suatu modal sosial politik yang bisa diukur bahwa di tangan Suharso memang PPP relatif konsolidatif,” ujarnya.
PPP tidak melulu berkutat pada pemilih Islam yang tradisional, tetapi harus mulai bergerak pada segmen-segmen pemilih Islam yang relatif agak ’abangan’. Mayoritas pemilih kita itu, kan, Islam ’abangan’.
Saat ini, lanjut Adi, pekerjaan rumah yang penting bagi PPP adalah partai ini harus mulai memanaskan kembali mesin politiknya. Selain itu, PPP juga harus mulai memperluas ceruk pemilih.
”Jadi, PPP tidak melulu berkutat pada pemilih Islam yang tradisional, tetapi harus mulai bergerak pada segmen-segmen pemilih Islam yang relatif agak ’abangan’. Mayoritas pemilih kita itu, kan, Islam ’abangan’,” tutur Adi.
Jika ingin menyasar suara milenial, lanjut Adi, PPP harus mempunyai solusi yang konkret untuk mereka, seperti lapangan pekerjaan, peningkatan ekonomi, peningkatan kapasitas, dan digitalisasi. Sebab, mereka tak bisa didekati dengan sentimen agama maupun sentimen ideologi.
”Mereka tahunya apa yang bisa diraba, dipegang, dan bisa dikonsumsi untuk kehidupan mereka sehari-hari. Milenial ini tidak terlampau idealis, dia bicaranya to the point. Pemilih milenial ini tidak mengerti ideologi, mereka tidak mengerti person politic, mereka tahunya untung-rugi, apa yang bisa menguntungkan buat mereka,” kata Adi.