Pertemuan Presiden Jokowi-Amien Rais, Langkah Awal Rekonsiliasi
Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Amien Rais, tokoh yang sering berseberangan dengan Presiden, dinilai sebagai langkah awal menuju rekonsiliasi. Rekonsiliasi perlu dilanjutkan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (9/3/2021), untuk memberikan masukan terkait penanganan kasus penembakan enam anggota Front Pembela Islam, beberapa waktu lalu. Pertemuan itu dinilai bisa menjadi langkah awal menuju rekonsiliasi antar-elemen bangsa.
Amien datang ke Istana sekitar pukul 10.00 bersama mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Abdullah Hehamahua, KH Muhyiddin Junaidi, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Ahmad Wirawan Adnan, Mursalim, dan Ansufri Id Sambo sebagai Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam anggota FPI yang tengah ditangani oleh Kepolisian Negara RI (Polri).
Politikus yang selama ini selalu berseberangan dengan Presiden Jokowi itu memberikan masukan terkait penanganan kasus penembakan enam anggota FPI.
Dalam jumpa wartawan secara virtual, sesuai pertemuan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Amien menyampaikan masukan agar penegakan hukum atas tewasnya enam anggpta FPI dilakukan seadil-adilnya. TP3 juga menyampaikan keyakinan mengenai adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam peristiwa itu.
”Mereka meminta agar (kasus) ini dibawa ke pengadilan HAM, karena mereka yakin telah terjadi pembunuhan yang dilakukan dengan cara melanggar HAM berat, bukan pelanggaran HAM biasa,” kata Mahfud.
Pertemuan dengan TP3 enam anggota FPI itu menjadi pertemuan pertama Amien dan Jokowi setelah selama dua pemilu keduanya mengambil posisi berseberangan. Beberapa kali rencana pertemuan keduanya pun selalu gagal terlaksana.
Presiden menyambut langsung saat Amien bersama timnya memasuki ruang utama Istana Merdeka. Selama pertemuan yang berlangsung sekitar 15 menit, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu pun duduk berhadap-hadapan dengan Presiden Jokowi. Seusai pertemuan, Presiden kembali mengantar Amien, dan keduanya pun saling mengucap salam sambil membungkuk.
Meski bukan dalam rangka silaturahmi, pertemuan Presiden Jokowi dengan Amien mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra bahkan menilai pertemuan itu bisa menjadi langkah awal menuju rekonsiliasi.
”Presiden mau menerima, kemudian Pak Amien mau datang (ke Istana) itu sudah bagus, satu hal positif, perlu diapresiasi. Mereka mau ketemu satu sama lain itu bagus, sebagai istilahnya langkah awal menuju rekonsiliasi, perbaikan, islah,” kata Azyumardi saat dihubungi, Selasa malam.
Karena merupakan langkah awal, pertemuan itu perlu ditindaklanjuti. Tak hanya menerima masukan dari TP3 pembunuhan enam anggota FPI, Presiden semestinya bisa membicarakan kasus tersebut dengan Polri dan Komisi Nasional (Komnas) HAM yang juga telah melakukan penelusuran serta mengeluarkan rekomedasi.
Tak ikut campur
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut Presiden menyampaikan, pihaknya sudah meminta Komnas HAM menyelidiki kasus tewasnya enam anggota FPI dengan penuh independensi. Selain itu, pemerintah tidak ikut campur dalam penyelidikan yang dilakukan Komas HAM, apalagi sampai mengintervensi dalam memutuskan kesimpulan penyelidikan.
Mahfud menjelaskan, Komnas HAM juga sudah menyampaikan temuan serta rekomendasi kepada Presiden. Salah satu temuan yang disampaikan adalah peristiwa yang terjadi di Kilometer 50 Jalan Tol Jakarta-Cikampek itu merupakan pelanggaran biasa.
Demi menjaga independensi, lanjut Mahfud, pemerintah juga tidak akan membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) seperti desakan banyak kalangan.
”Kalau pemerintah membentuk TGPF, nanti dituding lagi timnya orang pemerintah, timnya diatur orang Istana, timnya orang dekat si A, si B,” ujarnya. Karena itulah menyerahkan penyelidikan kepada Komnas HAM menjadi pilihan, dan pemerintah siap menjalankan rekomendasi yang diberikan.
Meski begitu, pemerintah tetap terbuka menerima masukan dari pihak mana pun. Pemerintah pun siap menerika jika terdapat bukti-bukti lain dalam peristiwa tersebut, termasuk bukti yang mengarah pada pelanggaran HAM berat.