Langkah Presiden Jokowi mencabut Lampiran Pepres No 10/2021 terkait legalitas investasi miras diapresiasi. MUI mengungkapkan, langkah Presiden itu sudah tepat. Presiden mendengarkan suara-suara ormas dan ulama Islam.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatalan legalitas invesitasi minuman keras yang ditandai dengan pencabutan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal oleh Presiden Joko Widodo, Selasa (2/3/2021), diapresiasi kalangan organisasi kemasyarakataran Islam. Pembangunan ekonomi, termasuk upaya untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat, hendaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa.
Apresiasi salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang sebelumnya merencanakan untuk menyampaikan masukan kepada pemerintah terkait ketentuan legalitas invesitasi minuman keras.
”MUI menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas keseriusan pemerintah, atas respons cepat Presiden yang mendengar aspirasi masyarakat, dan juga bersama meneguhkan komitmen kemaslahatan bangsa,” kata Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh dalam jumpa wartawan virtual dari kantor MUI, Jakarta.
MUI menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya atas keseriusan pemerintah, atas respons cepat Presiden yang mendengar aspirasi masyarakat, dan juga bersama meneguhkan komitmen kemaslahatan bangsa. (Asrorun Niam Sholeh)
Sebelumnya, MUI merencanakan untuk menyampaikan pernyataan sikap terkait legalitas investasi minuman keras yang diatur dalam Perpres No 10/2021. Berdasarkan kajian yang dilakukan, MUI melihat legalitas investasi minuman keras itu tidak sejalan dengan kemaslahatan umat. Kajian itu pun sudah disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dan pemangku kepentingan.
Masukan itu pun ditanggapi Presiden Jokowi dengan mencabut lampiran Perpres 10 Tahun 2021 yang mengatur tentang investasi minuman keras. Keterangan resmi mengenai pencabutan itu disampaikan Presiden melalui saluran Youtube Sekretariat Presiden, beberapa saat sebelum MUI menyampaikan pernyataan sikap.
”Hari ini Presiden telah merespons secara bijak aspirasi masyarakat, oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan berbagai elemen masyarakat,” kata Ni’am.
Pencabutan lampiran Perpres No 10/2021 yang mengatur legalitas investasi minuman keras diharapkan bisa menjadi momentum peneguhan komitmen untuk menyusun berbagai regulasi yang memihak kemaslahatan masyarakat.
MUI berharap, pencabutan lampiran Perpres No 10/2021 yang mengatur legalitas investasi minuman keras bisa menjadi momentum peneguhan komitmen untuk menyusun berbagai regulasi yang memihak kemaslahatan masyarakat. Selain itu, juga menjadi momentum untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang menyebabkan disrupsi, yang memungkinkan adanya peredaran, produksi, dan penyalahgunaan minuman keras.
Sementara dalam keterangan pers, beberapa saat sebelum Presiden mengumumkan pencabutan lampiran Perpres No 10/2021, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam pernyataan sikapnya mendesak pemerintah untuk merevisi atau mencabut Perpres No 10/2021. Tak hanya bertentangan dengan nilai-nilai agama, legalitas usaha minuman keras juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan jasmani, mental, spiritual, ekonomi, moral-sosial, akhlak, serta menjadi pangkal timbulnya kejahatan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan, pembangunan ekonomi, baik investasi maupun segala usaha untuk menyejahterakan dan memakmurkan rakyat, hendaknya tak bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa. Karena itu, meski selalu memberi dukungan penuh pada kebijakan pemerintah, Muhammadiyah akan memberi kritik dan masukan jika kebijakan yang diambil justru bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa.
”Dengan rendah hati, kami sampaikan bahwa semestinya kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan nilai luhur bangsa tidak dilakukan,” kata Haedar.
Pembangunan ekonomi juga tidak boleh berdampak buruk bagi masa depan bangsa, terutama menyangkut moral generasi bangsa.
Bagi umat Islam, lanjut Haedar, minuman keras dalam bentuk apa pun merupakan sesuatu yang haram. ”Haramnya mutlak, tidak bisa ditawar,” katanya.
Oleh karena itu, hendaknya pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan persatuan bangsa dengan menghormati eksistensi seluruh agama yang ada. Selain itu, pembangunan ekonomi juga tidak boleh berdampak buruk bagi masa depan bangsa, terutama menyangkut moral generasi bangsa.