Penanganan konflik di Intan Jaya, Papua, dengan senjata tidak sepenuhnya jadi solusi efektif. Karena itu, pemerintah pusat, daerah, dan TNI-Polri perlu mencari akar masalahnya, di antaranya perebutan deposit emas baru.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menyelesaikan konflik bersenjata yang terjadi di Intan Jaya, Papua, perlu dicari akar masalahnya. Penanganan konflik dengan senjata tidak sepenuhnya menjadi solusi yang efektif.
Situasi di Kabupaten Intan Jaya kembali memanas setelah seorang anggota TNI, Prajurit Kepala Hendra Sipayung, diserang kelompok kriminal bersenjata (KKB) pada Jumat (12/2/2021) di Kampung Mamba, Distrik Sugapa. Tak hanya dari TNI, beberapa warga sipil pun diserang oleh KKB (Kompas, 14/2/2021).
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (14/2/2021), mengatakan, persoalan di Intan Jaya sudah agak panjang sehingga perlu dilihat sumber kekerasannya.
Ia menjelaskan, sejak 2018 konflik bersenjata di Papua terfokus di wilayah Pegunungan Tengah. Intan Jaya berada di wilayah tersebut. Selain TNI-Polri yang terlibat konflik bersenjata dengan KKB, masyarakat sipil yang tidak mengerti persoalan di wilayah tersebut turut menjadi korban.
Menurut Adriana, selain TNI-Polri, pemerintah daerah di wilayah tersebut harus bisa mengelola atau menjamin keamanan warga di wilayahnya. ”Kalau konflik terus-menerus terjadi di tempat itu, kita tidak bisa hanya melihat kepala pelaku konflik bersenjata. Namun, otoritas di wilayah itu juga harus bertanggung jawab menciptakan keamanan di wilayahnya,” ujarnya.
Kalau konflik terus-menerus terjadi di tempat itu, kita tidak bisa hanya melihat kepala pelaku konflik bersenjata. Namun, otoritas di wilayah itu juga harus bertanggung jawab menciptakan keamanan di wilayahnya.
Ia mengungkapkan, dari pengamatannya, ada kemungkinan konflik yang terjadi di Intan Jaya karena ada yang diperebutkan. Apalagi, di Intan Jaya ada deposit tambang emas yang baru. Secara investasi, nilai deposit tambang emas tersebut besar dan mendatangkan keuntungan finansial.
Oleh karena itu, Adriana menduga, persoalan yang terjadi di Intan Jaya terkait dengan pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut. Meskipun demikian, perlu digali lagi sumber masalah pada konflik bersenjata.
Untuk menyelesaikan persoalan di Intan Jaya, menurut Adriana, tidak hanya fokus pada konflik bersenjatanya saja. Usaha penyelesaian melawan KKB dengan senjata merupakan pendekatan keamanan terhadap wilayah tersebut, tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. Sebab, cara tersebut tidak membuat KKB di Papua berhenti.
Oleh karena itu, harus ada cara lain. Menurut Adriana, pemerintah daerah Intan Jaya harus berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk bersama-sama mencari jalan guna mengamankan wilayah tersebut. Misalnya, ketika ada investasi baru, perlu diselesaikan dengan menjamin keamanan warga sekitar. Sebab, selama ini, masyarakat yang selalu menjadi korban.
Adriana menuturkan, ada tren konflik di Papua berbasis sumber daya alam (SDA). Karena itu, pengelolaan di sektor SDA tersebut perlu diperbaiki, termasuk menelusuri siapa saja aktor yang terlibat di dalamnya.
Forum komunikasi pimpinan kecamatan
Menurut Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Muchlis Hamdi, pejabat terkait di Kemendagri sudah melakukan langkah-langkah sesuai dengan peran Kemendagri dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah. Dengan catatan, sepanjang daerah kabupaten/kota tersebut menjadi tugas gubernur sebagai wakil dari pemerintah pusat.
Menurut Muchlis, untuk Distrik Papua perlu dikedepankan forum komunikasi pimpinan di kecamatan dan dibangun komunikasi akomodatif dengan tokoh adat bersama dengan pemimpin sosial dan agama. ”Pesan yang perlu dibangun adalah pemerintahan hadir untuk kesejahteraan masyarakat dan bukan sebaliknya,” tuturnya.
Untuk melindungi warga di Intan Jaya, Polri mengedepankan metode soft dan hard power.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, dalam upaya untuk melindungi warga di Intan Jaya, Polri mengedepankan metode soft dan hard power.
Ia menjelaskan, metode soft power dilakukan melalui pembinaan masyarakat (Binmas) Noken, seperti warga diajak untuk belajar mengerjakan lahan tidur atau lahan pertanian yang sudah tidak digunakan, beternak, dan bercocok tanam. Mereka juga diajak untuk mengamankan sendiri wilayahnya.
Sementara metode hard power dilakukan dengan mengedepankan penegakan hukum. Polri menempatkan personel Brimob dibantu TNI untuk melindungi warga dari ancaman. Kompas sudah meminta tanggapan dari Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Achmad Riad terkait upaya untuk melindungi warga Intan Jaya dari ancaman, tetapi tidak direspons.