Pinangki Layak Dijatuhi Hukuman Lebih Tinggi dari Tuntutan Jaksa
Pinangki dinilai telah melakukan tiga kejahatan sekaligus dalam kasus pengurusan fatwa bebas MA untuk terpidana Joko Tjandra, selain karena Pinangki merupakan seorang jaksa.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menurut rencana, majelis hakim akan menjatuhkan vonis bagi bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam perkara dugaan suap pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung bagi Joko Tjandra, Senin (8/2/2021). Vonis majelis hakim diharapkan melebihi tuntutan jaksa. Sebab, ia dinilai melakukan tiga kejahatan sekaligus, selain karena Pinangki merupakan penegak hukum.
Pada sidang sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Pinangki pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara. Ini karena Pinangki dinyatakan terbukti menerima uang dari Joko Tjandra dan sebagian besar uang digunakan untuk keperluan pribadi. Selain itu, Pinangki dinyatakan melakukan permufakatan jahat bersama sejumlah orang guna membatalkan eksekusi terhadap Joko.
Joko Tjandra, seperti diketahui, divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2008, tetapi saat itu dia kabur. Joko baru berhasil ditangkap tahun lalu oleh Bareskrim Polri.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana, Minggu (7/2/2021), mengatakan, ICW telah menginisiasi petisi di situs Change.org/hukumberatjaksapinangki agar masyarakat turut serta mendorong penegakan hukum yang obyektif. Sebab, tuntutan tersebut dinilai sangat ringan, sementara proses hukum yang dilalui Pinangki banyak kejanggalan.
”Dia melakukan tiga kejahatan sekaligus, yakni melakukan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang. Kemudian merobohkan nama kejaksaan di mata masyarakat dan diperparah karena kejahatan itu dilakukan untuk menghindari penegakan hukum, padahal dia adalah penegak hukum,” kata Kurnia.
Oleh karena itu, ia berharap majelis hakim menjatuhkan vonis maksimal pada Pinangki. Vonis melebihi tuntutan biasa dijatuhkan hakim. Terlebih, Pinangki didakwa pasal tindak pidana pencucian uang yang memberi ruang bagi majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman maksimal, yakni 20 tahun penjara.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman pun menyayangkan tuntutan ringan jaksa penuntut umum. Padahal, dengan adanya dakwaan tindak pencucian uang, Pinangki mestinya bisa dituntut maksimal 20 tahun penjara. Apalagi, Pinangki adalah penegak hukum.
Ia lantas membandingkan dengan kasus suap pada mantan jaksa Urip Tri Gunawan dalam perkara penyalahgunaan dana BLBI oleh Bank BDNI pada 2008. Saat itu, Urip disuap Rp 6 miliar, tetapi dituntut oleh jaksa 15 tahun penjara dan divonis 20 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama. Adapun Pinangki dalam tuntutan jaksa dinyatakan terbukti menerima uang suap lebih besar, yakni 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar.
”Saya masih berharap kepada majelis hakim mampu memberikan rasa keadilan kepada masyarakat untuk memberikan vonis 20 tahun,” kata Boyamin.
Boyamin menengarai tuntutan ringan bagi Pinangki karena ia diharapkan tidak membuka nama-nama lain yang sebenarnya terlibat dalam kasus pelarian Joko Tjandra. ”Jadi, menurut saya, tuntutan ini tidak berdasarkan hukum dan rasa keadilan, tetapi berdasarkan ada sesuatu hal yang ditakuti,” ujar Boyamin.
Kompas mencoba mewawancarai penasihat hukum Pinangki, Jefri Moses Kam, terkait vonis hakim yang akan dihadapinya, besok. Namun, Jefri tak merespons.
Vonis lebih berat
Dalam kasus pengurusan fatwa bebas MA untuk Joko Tjandra ini, salah satu terdakwa, yaitu Andi Irfan Jaya, telah lebih dulu divonis hakim. Pada pertengahan Januari lalu, Andi divonis pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan. Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum, yakni pidana penjara 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 4 bulan kurungan.
Hakim yang menangani perkara dengan terdakwa Andi sama dengan yang menangani Pinangki. Hakim ketua adalah Ig Eko Purwanto, sedangkan dua hakim anggota adalah Agus Salim dan Sunarso.