PPKM Berskala Mikro Diterapkan
Pemerintah akan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat di tingkat mikro hingga ke RT/RW. Seluruh aparat akan dilibatkan untuk menegakkan ketentuan PPKM tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Setelah dinilai tidak efektif, pemerintah menggeser pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM menjadi berskala mikro. Untuk memastikan kedisiplinan masyarakat, penegakan hukum juga diterapkan dengan melibatkan semua aparat yang ada.
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas, Rabu (3/2/2021) di Istana Merdeka, Jakarta, meminta penanganan Covid-19 dilakukan lebih efektif. Untuk itu, pendekatan PPKM berbasis mikro atau di tingkat lokal, mulai dari tingkat desa, kampung, hingga RT/RW diterapkan.
Pendekatan berbasis mikro ini akan melibatkan Satgas Covid-19, baik tingkat pusat maupun di tingkat terkecil, yakni RT/RW.
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto seusai ratas menjelaskan, pendekatan berbasis mikro ini akan melibatkan Satgas Covid-19, baik tingkat pusat maupun di tingkat terkecil, yakni RT/RW. Selain itu, penegakan hukum juga perlu dilakukan untuk memastikan kedisiplinan masyarakat. Untuk itu, Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Satuan Polisi Pamong Praja, dan TNI/Polri dilibatkan dalam operasi yustisi.
”Bukan hanya untuk penegakan hukum, pelibatan Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga untuk tracing (pelacakan kontak erat pasien Covid-19),” kata Airlangga yang didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/2/2021).
Baca juga : Pengendalian Covid-19 Menyimpang dari Prinsip Epidemiologi
Sepanjang pemberlakuan PPKM skala mikro, Airlangga menambahkan, pemerintah akan memperhatikan kebutuhan masyarakat melalui operasi yang bersifat mikro pula. Namun, hal ini akan dipusatkan pada 98 daerah yang menerapkan PPKM yang akan terus dievaluasi.
Setelah PPKM tahap pertama pada 11-25 Januari 2021, PPKM diperpanjang mulai 26 Januari sampai 8 Februari. Dari PPKM tahap pertama tersebut, Presiden Joko Widodo telah mengakui PPKM tidak efektif. Sebab, mobilitas masyarakat masih tinggi sehingga penambahan laju penularan tetap tinggi.
PPKM tidak efektif. Sebab, mobilitas masyarakat masih tinggi sehingga penambahan laju penularan tetap tinggi.
Tidak efektifnya PPKM, menurut Presiden, akibat ketidaktegasan dan inkonsistensi dalam penerapannya. ”Saya lihat di implementasinya, kita tidak tegas dan kita tidak konsisten. Ini hanya masalah implementasi. Saya minta betul-betul turun ke lapangan,” kata Presiden saat memimpin rapat intern, Jumat (29/1/2021) sore, di Istana Kepresidenan Bogor.
Airlangga, seusai ratas Rabu ini, mengklaim ada penurunan mobilitas penduduk di beberapa sektor. Namun, mobilitas diakui masih relatif tinggi di tempat kerja dan area permukiman. Karena itu, di area permukiman ini, kegiatan-kegiatan Satgas akan diintensifkan.
Dua kerumitan
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengingatkan PSBB skala mikro sudah pernah disampaikan Presiden Joko Widodo kendati tidak juga diterapkan. PPKM skala mikro pun, menurut Saleh, akan rumit diberlakukan. Sebab, diperlukan banyak tenaga untuk memantau gerakan masyarakat di tingkat RT/RW, desa, dan kelurahan.
”Menggunakan Babinsa dan Bhabinkamtibmas tentu boleh saja, tetapi jumlah mereka juga sangat terbatas. Apalagi di Jakarta, warganya sangat banyak, juga banyak permukiman yang sangat padat. Perlu dipikirkan ulang cara menerapkan kebijakan ini supaya lebih efektif,” katanya kepada harian Kompas, Rabu (3/2/2021).
PPKM skala mikro pun akan rumit diberlakukan. Sebab, diperlukan banyak tenaga untuk memantau gerakan masyarakat di tingkat RT/RW, desa, dan kelurahan.
Di sisi lain, konsep PPKM skala mikro bisa berlaku jika pemetaan zonasi Covid-19 betul-betul lengkap, detail, dan datanya ada. Dengan demikian, PPKM skala mikro bisa tepat sasaran.
Data yang tak akurat dan tak rinci akan membuat PPKM skala mikro salah sasaran. Jangan sampai di suatu RT atau RW diterapkan PPKM skala mikro, tetapi sesungguhnya penyebaran Covid-19 di lokasi tersebut tak banyak.
Hal ini menjadi sulit jika testing dan tracing belum dilakukan seutuhnya. Peta persebaran Covid-19 pun jadi kurang akurat, apalagi banyak penderita yang malah diam dan tidak lapor.
Saleh mengusulkan pemberlakuan lockdown akhir pekan. Hal ini dinilai lebih mudah diterapkan. Masyarakat cukup diminta tinggal di rumah kecuali untuk keperluan darurat atau kerja yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pengawasan juga cukup di beberapa titik selama Jumat malam sampai Senin pagi.
Kendati demikian, Saleh tetap meminta pemerintah betul-betul mempertimbangkan secara detail sebelum program diluncurkan. ”Panggil epidemiolog serta ahli kedokteran dan kesehatan, baru dirumuskan secara baik supaya tidak berubah-ubah lagi. Sekarang (kebijakan) berubah terus, tetapi tidak maksimal menyelesaikan masalah,” katanya.
Posko daerah
Sehari sebelum ratas, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebutkan, Satgas Penanganan Covid-19 sedang mengembangkan pos komando (posko) di daerah. Posko ini akan membantu mengawasi pelaksanaan PPKM dan menekan laju penularan Covid-19.
”Fungsi prioritas ialah mendorong perubahan perilaku masyarakat agar patuh pada 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), memberikan layanan masyarakat, menjadi pusat kendali informasi yang bisa langsung diteruskan ke pemerintah pusat, serta menguatkan pelaksanaan 3T (testing, tracing, dan treatment) di desa,” kata Wiku di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Posko pada tingkatan terbawah, yaitu desa atau kelurahan, akan dipimpin kepala desa atau lurah. Posko ini juga beranggota unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pihak lain setempat yang dibutuhkan.
Satgas Covid-19 dibentuk hingga tingkat RT/RW untuk memantau kasus Covid-19 yang terjadi di permukiman dan mengawasi pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah.
Selain itu, Satgas Covid-19 juga dibentuk hingga tingkat RT/RW untuk memantau kasus Covid-19 yang terjadi di permukiman serta mengawasi pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Harapannya, kluster keluarga bisa dicegah.
Dalam ratas Rabu, Presiden Joko Widodo juga meminta masyarakat tetap disiplin menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Standardisasi masker yang digunakan masyarakat juga perlu disiapkan. Dengan demikian, masker bisa efektif menjaga masyarakat dari penularan Covid-19.
Percepat vaksinasi
Dalam rapat terbatas Rabu, Presiden juga meminta percepatan vaksinasi, baik dari sisi volume maupun waktu. Vaksinasi juga perlu dilakukan berbasis data dan daerah. Daerah zona padat, mobilitas tinggi, interaksi tinggi, dan terkait sentra perekonomian harus dipertimbangkan untuk diprioritaskan.
Beberapa kali, Presiden Jokowi mengatakan telah meminta Menteri Kesehatan mempercepat vaksinasi supaya bisa rampung dalam waktu kurang dari satu tahun. Namun, sejauh ini, Menkes memperhitungkan vaksinasi 181,5 juta warga Indonesia akan memerlukan waktu 15 bulan.
Untuk mempercepat vaksinasi, peluang untuk melakukan vaksinasi mandiri juga dibuka. Ini disebut sebagai vaksin gotong royong.
Untuk mempercepat vaksinasi, peluang untuk melakukan vaksinasi mandiri juga dibuka. Airlangga menyebutnya sebagai vaksin gotong royong. ”Pak Menkes akan membuat peraturannya. Dalam permenkes itu, testing menggunakan rapid test antigen akan dimasukkan juga sebagai screening awal,” tambah Airlangga.
Rapid test antigen dinilai berbiaya lebih rendah ketimbang tes PCR. Karena itu, rapid test antigen dinilai lebih baik untuk diterapkan.
Testing, tracing, dan treatment juga akan dilakukan secara digital melalui program Peduli Lindungi. ”Presiden akan menerbitkan inpres supaya program ini bisa digunakan dan efektif mengontrol mereka yang terpapar secara digital. Gerakan mereka yang berpotensi tertular juga bisa di-trace,” tambah Airlangga.