Masa kerja seratus hari pertama Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri akan turut menentukan keyakinan publik apakah Polri akan lebih baik di bawah kepemimpinannya. Langkah nyata harus segera ditunjukkan.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masa kerja seratus hari pertama Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia akan turut menentukan keyakinan publik apakah Polri akan lebih baik di bawah kepemimpinannya. Untuk itu, penting bagi Listyo segera menunjukkan langkah nyata perbaikan Polri, terutama yang berkaitan dengan perbaikan penegakan hukum dan pelayanan publik.
Presiden Joko Widodo melantik Listyo menjadi Kapolri pada Rabu (27/1/2021) di Istana Negara, Jakarta. Listyo menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis yang memasuki masa pensiun. Pengangkatan Listyo tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2021. Begitu pula pemberhentian dengan hormat Idham dari jabatan Kapolri.
Menurut Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati, publik berharap Listyo dapat memperlihatkan langkah nyata guna memenuhi ekspektasi publik, baik terkait perbaikan pelayanan kepada masyarakat maupun penegakan hukum, pada masa seratus hari pertamanya sebagai Kapolri. Langkah nyata itu, misalnya, polisi menunjukkan sikap netral dan tidak pandang bulu dalam penegakan hukum.
”Ketika bisa menunjukkan itu, kepercayaan publik terhadap Polri akan muncul dengan sendirinya. Ini bukan soal kemampuan, melainkan soal kemauan,” katanya.
Segera pulihnya kepercayaan publik terhadap Polri ini penting karena selama ini institusi penegak hukum itu selalu masuk tiga besar instansi yang paling banyak diadukan masyarakat. ”Kami pernah mengumpulkan data dari tahun 2012 sampai 2019, termasuk dari Ombudsman RI, Polri selalu masuk tiga besar yang terbanyak diadukan masyarakat,” ujar Asfinawati.
Sebelumnya, Listyo menyampaikan telah menyiapkan beberapa program yang akan langsung dilaksanakan dalam masa seratus hari pertama setelah dilantik. Program itu, antara lain, menuntaskan kasus yang menjadi perhatian publik, mengubah fungsi kepolisian sektor (polsek) untuk tidak lagi melakukan penegakan hukum, serta memperbaiki pelayanan publik.
Menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, salah satu yang penting untuk segera direalisasikan adalah menjadikan polsek sebagai sentra penyelesaian persoalan berbasiskan keadilan restoratif. Dengan demikian, tidak seluruh kasus hukum harus ditindaklanjuti ke pengadilan.
”Penyelesaian permasalahan hukum di luar pengadilan, selama aspek keadilan terhadap korban ataupun pelaku terpenuhi, akan menjadi terobosan besar bagi Polri, sekaligus mencegah moral hazard bagi polisi. Di sisi lain juga bisa menjadikan polsek sebagai gerbang terdepan dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban di masyarakat,” ujar Bambang.
Adapun Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR Jazuli Juwaini mengingatkan, hukum berkeadilan yang dijanjikan oleh Listyo hanya akan terwujud jika hukum berdiri tegak dan tidak condong kepada kepentingan kekuasaan.
Penegakan HAM
Sementara itu, Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Amiruddin Al Rahab, mengingatkan Listyo untuk berkomitmen pada penegakan HAM dalam penegakan hukum. ”Profesional Polri harus ditingkatkan terutama dalam penyelidikan dan penahanan agar bisa mencegah terjadinya penyiksaan ataupun kekerasan,” katanya.
Masyarakat akan menilai kinerja Kapolri yang baru, terutama dari hal-hal yang terkait dengan masyarakat. Tindak kekerasan dan penyiksaan dalam proses penyelidikan dan penahanan kerap terjadi. Perubahan dalam hal ini akan menjadi parameter yang mudah dilihat oleh masyarakat. ”Perhatian dan komitmen Kapolri pada HAM perlu diaplikasikan dalam bentuk nyata,” katanya.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan hal senada. Menurut dia, Polri perlu berbenah dan berusaha menahan diri dari penggunaan kekuatan secara berlebihan, seperti terlihat dalam penanganan unjuk rasa damai, Reformasi Dikorupsi 2019, ataupun Mosi Tidak Percaya 2020.
Erasmus mengatakan, korban yang menjadi sasaran kekerasan kepolisan di kedua unjuk rasa itu bukan hanya peserta unjuk rasa, melainkan juga para wartawan yang seharusnya mendapat jaminan akses peliputan dan perlindungan dalam bertugas meliput berita.
Selain itu, masih ditemukannya praktik penyiksaan ataupun unlawful killing, sampai dengan extra judicial killing yang dilakukan oleh aparat kepolisian, harusnya dicegah terulang. ”Sayangnya, kasus-kasus tersebut minim evaluasi atau umumnya hanya diselesaikan dengan mekanisme internal etik ataupun disiplin dibandingkan dengan proses peradilan pidana,” kata Erasmus.
Transformasi Polri
Seusai pelantikan, Listyo menyatakan akan berupaya memenuhi harapan masyarakat terhadap Polri. Ia akan berupaya menampilkan Polri yang tegas, tetapi humanis.
”Bagaimana menampilkan Polri yang mampu memberikan pelayanan publik yang baik, transparan, dan penegakan hukum secara berkeadilan tentu ini menjadi tugas kami ke depan,” kata Listyo. Untuk itu, ia akan melanjutkan transformasi Polri dengan 16 rencana aksi yang telah disusunnya.
Rencana aksi ini sempat dipaparkan Listyo saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan menjadi Kapolri di hadapan Komisi III DPR, 20 Januari lalu (Kompas, 21/1/2021). Rencana aksi itu akan diimplementasikan dalam tiga tahap. Tahap pertama, 100 hari sejak dilantik menjadi Kapolri, kemudian 2021-2022, dan tahap ketiga pada 2023-2024.
Saat serah terima jabatan dari Idham Azis ke Listyo di Mabes Polri, Jakarta, Idham yakin tangan dingin Listyo akan membawa Polri menjadi lebih baik.