Kemendagri Minta Pemda Evaluasi Penanganan Covid-19
Kementerian Dalam Negeri meminta pemerintah daerah mengevaluasi program pengendalian penyebaran Covid-19. Pemerintah daerah juga diminta membentuk tim untuk melihat kontributor penyebaran Covid-19.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri meminta pemerintah daerah mengevaluasi program pengendalian penyebaran Covid-19. Pemerintah daerah juga diminta membentuk tim yang bertugas untuk melihat kontributor penyebaran kasus.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/1/2021), mengatakan, tim bentukan pemerintah daerah ini harus mampu menganalisis kontributor penyebaran Covid-19 di wilayahnya. Dengan begitu, program yang dibuat dalam upaya mengatasi penyebaran virus Covid-19 dapat sesuai dengan analisis.
”Jadi, program menyesuaikan dengan kondisi tiap-tiap daerah,” ujar Safrizal.
Safrizal mencontohkan, jika kontributor penyebaran berasal dari ketidakpatuhan masyarakat dalam menggunakan masker, program yang dibuat adalah pembagian masker yang lebih masif sekaligus penegakan disiplin dalam menggunakan masker.
Kemendagri, lanjut Safrizal, berharap agar tim bentukan pemda ini tak hanya menganalisis kontributor penyebaran. Lebih dari itu, tim juga harus mampu memenuhi standar pelacakan kontak (contact tracing) dan prosedur pelacakan yang benar.
”Jadi, pemda bisa menemukan cara-cara dalam mengatasi epidemi ini,” ucapnya.
Adapun pada Selasa ini kasus positif Covid-19 telah bertambah 13.094 orang. Tambahan itu membuat total kasus positif di Indonesia tembus 1.012.350 orang.
Diidentifikasi
Sebelumnya, usulan pembentukan tim internal pemda itu telah disampaikan Mendagri Tito Karnavian kepada para wali kota dalam dialog nasional yang diselenggarakan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi). ”Kalau kita melihat terjadi angka kenaikan, buat tim untuk mengetahui terjadinya peningkatan itu karena apa, karena daerah itu tidak sama,” ucap Tito.
Tito meminta para kepala daerah agar menyisir daerah yang disiplin protokol kesehatannya rendah, seperti minim penyediaan tempat mencuci tangan di fasilitas umum ataupun tempat publik.
”Kemudian, apakah mungkin masalahnya karena cuci tangan? Disiapkan tempat cuci tangan di mana, di tempat-tempat fasilitas umum, di lokasi mana yang tidak disiplin cuci tangan? Mungkin di pasar atau di mana? Mungkin juga perlu dikampanyekan untuk setiap orang memiliki hand sanitizer yang di kantong masing-masing dan dikampanyekan bagaimana cara penggunaanya,” tutur Tito.
Tak kalah penting, menurut Tito, kepala daerah juga perlu mengampanyekan untuk menjaga jarak, terutama di tempat-tempat yang rentan atau berpotensi menimbulkan kerumunan. Efektivitas kampanye menjaga jarak ini perlu didukung dengan produk kebijakan publik untuk mendukung program tersebut.
”Kerumunan itu diidentifikasi di tiap-tiap daerah, kerumunan mana yang menjadi kontributor, kerumunan keagamaan, kerumunan kawinan, resepsi, kerumunan di perkantoran atau kerumunan di fasilitas publik lainnya atau demo. Nah, ini perlu juga, kalau sudah tahu mana kerumunan itu, buat aturan. Apabila perlu, wali kota bisa membuat peraturan wali kota, kemudian bisa diangkat menjadi peraturan daerah, why not (kenapa tidak)? Sepanjang itu tidak bertentangan dengan undang-undang yang lain,” tutur Tito.