Komjen Listyo Sigit: Tak Boleh Lagi Ada Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR menekankan pendekatan humanis di kepolisian. Di masa mendatang, tak boleh lagi ada hukum yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
JAKARTA, KOMPAS — Calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, insititus kepolisian solid. Dalam paparannya saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan, Rabu (20/1/2021), Komjen Listyo Sigit menekankan bahwa tak lagi boleh ada hukum yang tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.
Sigit tiba di Kompleks Senayan, Jakarta, pada pukul 09.50. Ia datang satu mobil bersama Kapolri Idham Azis. Mereka kemudian langsung memasuki Gedung Nusantara II DPR. Setidaknya 10 pejabat teras polri ikut mendampingi. Saat melewati barisan wartawan, Idham dan Sigit mengatupkan tangan. Mereka lalu bergegas menuju ruang Komisi III DPR.
Setelah mengantarkan Sigit ke ruang Komisi III, Idham langsung pamit keluar. Di lobi Gedung Nusantara II, ia memberikan keterangan kepada wartawan. Idham mengatakan, kehadirannya di DPR kali ini secara khusus mengantar Sigit untuk menjalankan uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon Kapolri ke-25. Ia ingin memberikan pelajaran kepada generasi Polri bahwa pergantian kepemimpinan Polri adalah keniscayaan.
”Untuk memberi gambaran bahwa institusi Polri regenerasinya berjalan dengan baik dan mulus,” ujar Idham.
Saat jumpa pers tersebut, Idham ditemani Komjen Agung Budi Maryoto, Kabarhakam Komjen Agus Andrianto, dan Asisten SDM Polri Inspektur Jenderal Sutrisno Yudi Hermawan.
Idham berpandangan, apa pun keputusan Presiden sebagai pimpinan tertinggi, di internal Polri hanya ada dua sikap, yakni laksanakan dan amankan. Atas dasar itu pula, ia mengantar Sigit ke DPR. Menurut Idham, ini merupakan tradisi baru yang harus ditumbuhkembangkan dan menjadi pembelajaran bagi generasi Polri berikutnya. ”Sehingga di dalam internal solid,” tuturnya.
Idham menyebut, soliditas itu bisa dilihat dari sejumlah perwakilan angkatan senior dan yunior di instansi Polri, yang ikut mendampingi Sigit. Semua, lanjutnya, wajib mengantar Sigit sampai hari pelantikan Sigit menjadi Kapolri ke-25 oleh Presiden.
”Saya mohon doa restu dari teman-teman semoga perjalanan dan proses fit and proper test beliau akan berjalan lancar,” kata Idham.
Di dalam pembukanya saat menyampaikan paparannya, Sigit menegaskan kembali di hadapan anggota Komisi III DPR, dirinya ditemani oleh sejumlah perwira dari berbagai angkatan. Sebelum memulai paparan, ia menyampaikan bahwa dalam kegiatan uji kelayakan dan kepatutan, ia didampingi sejumlah seniornya.
”Ada Wakapolri, Kabarhankam, Kabadiklat, Kadiv Propam, Kapolda Aceh, Kapolda Sulut, Ibu Ida Utari, dan ada Kapolres Bapak Ari Sonta, dan staf kami, serta dua operator. Mohon izin Bapak, yang hadir mendampingi kami ini susunannya adalah urutan senior, tahun 1987, 1988, 1989, 1990, dan 1991 serta adik-adik kami. Mohon izin kami laporkan, saat ini Polri solid Pak,” kata Sigit dengan mantap dan disambut dengan tepuk tangan dari anggota Komisi III.
Polri presisi
Dalam presentasi yang disampaikan di uji kelayakan dan kepatutan, Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan akan membawa Polri ke tahap berikutnya. Jika sebelumnya Polri memiliki moto Profesional, Modern, dan Tepercaya atau disingkat Promoter, maka Sigit memperkenalkan Polri Presisi, yakni prediktif, responsibiltas, dan transparansi berkeadilan.
Jika sebelumnya pendekatan pemolisian berorientasi masalah, kata dia, maka melalui Polri Presisi, dilakukan pendekatan pemolisian prediktif. Hal itu diajukan karena mengutip Survei LSI, Litbang Kompas, Alvara Research dan Indonesia Indicator menunjukkan adanya stagnasi, bahkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat. Hal tersebut sebagai akibat meningkatnya permasalahan publik secara drastis, meski di sisi lain optimisme masyarakat terhadap Polri tetap besar.
Berdasarkan hal itu, lanjut Listyo Sigit, pendekatan pemolisian prediktif dipilih sebagai upaya mengikuti perkembangan pemolisian di negara-negara maju. Selain itu, juga mengikuti perkembangan teknologi informasi serta dalam menghadapi gejolak dunia yang tidak pasti, kompleks, dan ambigu.
Di dalam negeri, kata Listyo, diperlukan pengamanan untuk pembangunan nasional dalam melewati pandemi Covid-19, pengarusutamaan moderasi beragama untuk memperkokoh NKRI, pemeliharaan kamtibmas dari gangguan kelompok kriminal bersenjata, penegakan kebermanfaatan hukum, serta pemenuhan rasa keadilan.
Pemolisian yang prediktif diharapkan dapat menjawab tantangan dalam pengamanan program pembangunan nasional kemudian responsibilitas dimaknai sebagai rasa tanggung jawab. Sementara transparansi berkeadilan merupakan realisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, proaktif, responsif, humanis, dan mudah untuk diawasi.
Dengan demikian, kata Listyo, Polri Presisi diharapkan dapat mewujudkan Polri sebagai institusi unggul sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025.
Dalam RPJP tersebut, pada tahap I (2005-2010) Polri membangun kepercayaan, kemudian tahap II (2011-2015) Polri membangun kemitraan, lalu tahap III (2016-2020) Polri menuju organisasi yang unggul. Pada tahap IV (2021-2025) Polri mewujudkan organisasi yang unggul.
Pendekatan humanis
Listyo Sigit juga menegaskan, dirinya akan mengedepankan pendekatan yang humanis di kepolisian. Dalam pelaksanaan tugasnya, kepolisian tidak hanya berorientasi pada penegakan hukum demi kepastian hukum saja, tetapi juga dengan tujuan keadilan dan kemanfaatan hukum.
Ia mencontohkan, di masa mendatang tak boleh lagi ada hukum yang hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Tak boleh lagi ada kasus Nenek Mina yang mencuri kakao, lalu diproses hukum hanya demi mewujudkan kepastian hukum.
Adapun, kasus Nenek Mina terjadi tahun 2009 di Banyumas, Jawa Tengah. Ia dituduh mencuri tiga butir kakao di salah satu perkebunan, lalu dituntut dengan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
”Tidak boleh lagi ada seorang ibu melaporkan anaknya dan ibu itu diproses, dan saat ini prosesnya masuk persidangan. Hal-hal seperti itu ke depannya tak boleh lagi dan tentunya kasus-kasus lain yang mengusik keadilan masyarakat,” katanya.
Sigit menegaskan, penegakan hukum memang harus tegas, tetapi harus tetap humanis. Sebab, saat ini masyarakat memerlukan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan masyarakat, bukan semata-mata penegakan hukum dan kepastian hukum.
Salah satu upaya untuk makin mendekatkan polisi dengan masyarakat, Sigit juga menargetkan polsek di setiap kecamatan tidak lagi menangani penyidikan, tetapi lebih mengedepankan pencarian solusi dan keadilan restoratif.