Tugas Tingkatkan Profesionalisme dan Koordinasi Menanti Kapolri Baru
Kapolri baru memiliki tugas melanjutkan dan mempercepat agenda reformasi Polri sesuai cetak biru strategi Polri menyongsong 100 tahun Indonesia pada 2045. Ada agenda kultural dan struktural yang mendesak dilakukan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara RI yang baru memiliki tugas krusial untuk segera membenahi persoalan internal maupun eksternal Polri. Selain meningkatkan profesionalisme, sinergi yang lebih baik dengan institusi terkait juga mesti dilakukan.
Adapun saat ini Presiden Joko Widodo telah mengusulkan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri, menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis yang akan pensiun pada Februari 2021. Komisi III DPR telah mengadakan rapat dengar pendapat dengan Komisi Kepolisian Nasional serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Direncanakan, pada Selasa (19/1/2021) seleksi akan memasuki tahapan pembuatan makalah dan Rabu (20/1/2021) memasuki uji kelayakan dan kepatutan.
Pengamat kepolisian dari Universitas Padjadjaran, Muradi, ketika dihubungi, Senin (18/1/2021), mengatakan, ke depan, Kapolri memiliki tugas yang sifatnya terstruktur. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah koordinasi dan bersinergi dengan institusi lain, antara lain TNI, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelijen Negara (BIN).
”Dengan TNI dan BIN itu mengenai keamanan dalam negeri, seperti OPM di Papua, ancaman radikalisme. Lalu dengan KPK mengenai pemberantasan korupsi. Ini yang setahun terakhir kurang,” kata Muradi.
Hal berikut yang mesti dilakukan Kapolri, menurut dia, adalah melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah dalam hal pengelolaan organisasi massa (ormas), terutama yang memiliki kecenderungan radikal dan intoleran. Untuk itu, koordinasi perlu dilakukan dengan Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemudian, secara khusus Kapolri perlu berkoordinasi dan bekerja sama dengan BNPT dalam membaca dan memantau peta terorisme di Indonesia. Menurut Muradi, selama ini setiap pihak menjalankan tugasnya, tetapi belum ada kesepahaman yang lebih teknis dan detail.
Selain itu, lanjut Muradi, Kapolri memiliki tugas untuk mengembangkan struktur Polri, khususnya Korps Brigade Mobil. Menurut Muradi, dengan jumlah personel mencapai 80.000-an orang, Korps Brimob perlu dipimpin perwira tinggi berpangkat bintang tiga atau komisaris jenderal. Adapun saat ini Korps Brimob dipimpin inspektur jenderal. Selain itu, satuan-satuan di dalam Brimob yang memiliki keahlian khusus perlu dimodernisasi.
Masih terkait struktur Polri, menurut Muradi, Kapolri diharapkan meningkatkan status satuan Polair. Sebagai unsur penegak hukum di wilayah air, tugas Polair mesti dibenahi karena selama ini dinilai masih tumpang tindih dengan berbagai instansi lain, seperti Bakamla, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Direktorat Bea dan Cukai, serta TNI.
”Paling mudah dibagi saja per wilayah, semisal sepanjang 3 mil dari pantai adalah kewenangan Polair, kemudian setelahnya adalah Bakamla dan TNI. Untuk unsur dari KKP dan Ditjen Bea Cukai mesti koordinasi dengan Polair,” ujar Muradi.
Menurut Muradi, dalam institusi seperti Polri, ketergantungan terhadap pemimpin sangat krusial. Ketika Kapolri mengambil langkah-langkah baru, baik di internal maupun dengan lembaga lain, hal tersebut juga akan diikuti jajaran di bawahnya. Maka, Kapolri baru diharapkan membangun kultur baru di tubuh Polri.
Sementara itu, lanjut Muradi, tugas yang memang harus dijalankan Kapolri adalah membangun konsolidasi internal, menerapkan perspektif HAM agar semakin kuat. Demikian pula tugas Polri untuk penegakan hukum secara profesional sudah seharusnya terus ditingkatkan.
Secara terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS), Bambang Rukminto, berpandangan, untuk jangka panjang, tugas Kapolri adalah melanjutkan dan mempercepat agenda reformasi Polri sesuai cetak biru strategi Polri menyongsong 100 tahun Indonesia pada 2045. Terkait dengan itu, agenda yang mesti dilakukan tetap meliputi agenda struktural dan kultural.
”Agenda struktural tentu adalah membangun fondasi struktur organisasi untuk pijakan Polri di masa depan, yang tidak terlepas dari evaluasi kinerja sebelumnya,” kata Bambang.
Hal yang perlu dievaluasi antara lain peningkatan kepolisian daerah (polda) dari tipe B ke tipe A maupun evaluasi polda tipe A yang sudah ada. Selain itu, Kapolri perlu mengevaluasi rencana pengembangan Korps Brimob.
Hal penting lainnya adalah membangun sistem pengawasan internal yang lebih baik. Hal ini terkait dengan membangun kepercayaan publik.
Terkait agenda kultural, menurut Bambang, hal yang harus dilakukan adalah membangun sumber daya manusia Polri yang profesional, modern, dan humanis. Profesional yang dimaksud adalah tidak berbisnis dan tidak berpolitik. Hal itu penting untuk membangun kepercayaan publik.
”Itu hanya bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel, yang sekaligus menjadi prasyarat bagi penegakan hukum yang modern dan tepercaya,” ujar Bambang.