Jadi ”Justice Collaborator”, Vonis Tommy Sumardi Tetap Lebih Berat dari Tuntutan
Terdakwa kasus dugaan gratifikasi terkait status pencarian orang terhadap terpidana Joko Tommy divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis itu lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim menyetujui permohonan status justice collaborator bagi pengusaha Tommy Sumardi yang merupakan terdakwa perkara dugaan gratifikasi terkait penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang. Namun, vonis yang dijatuhkan kepada Tommy lebih berat dibandingkan dengan tuntutan jaksa.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (29/12/2020), majelis hakim yang diketuai Muhammad Damis dengan hakim anggota Saefudin Zuhri dan Joko Subagyo menghukum Tommy 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis tersebut lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa, yakni 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim menilai Tommy terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Tommy dinilai terbukti berperan dalam perkara dugaan gratifikasi terkait penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang. Dia menerima uang dari Joko Tjandra untuk kemudian diberikan kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Pemberian uang itu dilakukan untuk mengecek dan menghapuskan nama Joko Tjandra yang masih tercantum di sistem keimigrasian di Indonesia. Sementara Joko Tjandra sudah tidak dicekal oleh Interpol di negara mana pun.
Dalam melakukan tindakan tersebut, Napoleon diduga meminta imbalan Rp 3 miliar yang kemudian naik menjadi Rp 7 miliar. Hal itu disampaikan Tommy kepada Joko Tjandra dan akhirnya disepakati bahwa Joko Tjandra akan memberikan Rp 10 miliar.
Uang tersebut diberikan Joko Tjandra sebanyak enam kali kepada Tommy melalui orang suruhan Joko Tjandra. Disebutkan, Napoleon menerima 270.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, sementara Prasetijo menerima 100.000 dollar AS.
”Kami pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” kata Tommy seusai mendengarkan amar putusan hakim.
Kuasa hukum Tommy, Dion Pongkor, seusai sidang mengaku terkejut atas putusan majelis hakim tersebut. Sebab, vonis Tommy melebihi tuntutan jaksa, yakni 1 tahun 6 bulan penjara. Padahal hakim mengabulkan permohonan sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama.
”Justice collaborator klien kami dikabulkan dan dituntut minimum oleh jaksa penuntut umum. Karena ini Pasal 5 ancaman hukumannya minimal 1 tahun, jadi kami harap dihukum minimal. Ternyata walaupun justice collaborator dikabulkan, hukumannya menjadi 2 tahun,” kata Dion.
Mengakui perbuatan
Pertimbangan hakim menyetujui usulan justice collaborator disebabkan terdakwa mengakui perbuatannya dan bukan pelaku utama. Tommy juga dinilai telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap tindak pidana dan pelaku lainnya.
”Setelah melihat alasan baik oleh tim penasihat hukum maupun penuntut umum, dapat diterima sehingga majelis menyetujui permohonan terdakwa untuk menjadi justice collaborator,” kata Saefuddin.
Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat hal yang memberatkan Tommy ialah perbuatannya dianggap tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terdakwa dalam melakukan pidana juga dilakukan bersama dengan terpidana dan aparat penegak hukum.
Sementara hal-hal yang meringankan karena Tommy berlaku sopan selama mengikuti persidangan dan belum pernah dihukum, menjadi justice collaborator, mengakui perbuatan dan menyesalinya, serta mempunyai tanggungan keluarga.