Perlindungan HAM Harus Diwujudkan dalam Hidup Berbangsa
Semangat persatuan Indonesia perlu jadi bingkai menegakkan HAM. Negara harus tetap menghormati dan terus meningkatkan berbagai jaminan konstitusional agar setiap warga negara dapat hidup sesuai dengan prinsip HAM.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS– Peringatan hari hak asasi manusia atau HAM, Kamis (10/12/2020) seyogiyanya menjadi titik refektif untuk mengingatkan negara agar berperan lebih menegakkan HAM. Perlindungan HAM yang telah menjadi komitmen konstitusional harus diwujudkan dalam hidup kita sebagai bangsa.
“Siapapun di republik ini, termasuk negara tidak boleh melanggar HAM dan merugikan HAM,” kata Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam peringatan Hari HAM Sedunia yang diadakan Komnas HAM bekerja sama dengan Kemitraan, Kamis.
Dalam acara yang mengambil tema “Kronik HAM Nusantara dan Seruan Kebangsaan” itu, Haedar mengatakan, perlindungan ham menjadi dasar refleksi bagaimana bagaimana HAM bangsa Indonesia dibangun di dalam kerangka kehidupan kolektif. Haedar mengatakan, komitmen penegakan HAM baik secara global maupun nasional adalah wujud penghormatan bagi hak-hak dasar manusia untuk hidup dan melangsungkan kehidupan dengan berbagai jaminan hak asasi manusia.
“Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan segala hak dasar hidupnya,” kata Haedar.
Ia menggarisbawahi, penghormatan terhadap hidup dalam kebersamaan, dilakukan untuk saling menyelamatkan dan saling menjaga jiwa mansia. Dalam konteks saat ini masih ada berbagai kelemahan dan praktik menegakan HAM di Indonesia. Dalam konteks itu, HAM yang telah menjadi komitmen konstitusional sebagaimana ada di dalam Pancasila dan UUD 1945 harus diwujudkan dalam hidup bangsa Indonesia.
Haedar menekankan, semangat persatuan Indonesia perlu jadi bingkai menegakkan HAM. Negara harus tetap menghormati dan terus meningkatkan berbagai jaminan konstitusional agar setiap warga negara, sebagaimana dijamin oleh konstitusi, dapat hidup sesuai dengan prinsip-prinsip HAM.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan, salah satu rangkaian tanda bahwa HAM dilaksanakan adalah ketika hidup dan martabat manusia dihormati di atas segala-galanya. Selain itu, terwujudnya kebaikan bersama dan ketika solidaritas masyarakat sungguh-sungguh kreatif dan mendapat bentuk bermacam-macam.
“Saudara-saudara yang kurang beruntung diberi perhatian lebih daripada yang lain,” katanya.
Ia mengatakan, semua warga Indonesia lewat komunitas masing-masing perlu mengusahakan persaudaran di antara sesama anak bangsa. Hal itu akan berbuah di dalam rasa damai untuk Indonesia. “Ketika ujaran kebencian, kebohongan dan kekerasan merebak, secara konkrit kita berusaha tidak ikut mengumbar ajaran kebencian dan kebohongan dalam bentuk apapun,” katanya.
M Imam Aziz dari Nahdlatul Ulama menyoroti kelompok-kelompok yang kurang mendapatkan perhatian dalam pemenuhan HAM, misalnya kelompok disabilitas, yang belum mendapat kesempatan aktualisasi diri dan kesejahteraan yang memadai. Juga ada kelompok masyarakat adat yang terancam oleh laju perlindungan yang berlebihan.
Selain itu, juga ada kelompok minoritas agama dan kepercayaan yang belum mendapat kebebasan beragama dan berkeyakinan dan kerap menjadi sasaran persekusi dan kekerasan. Keempat, kelompok minoritas gender.
Ketua Komisi Nasional HAM Ahmad Taufan Damanik menyoroti praktik-praktik kekerasan dan intoleransi, serta persekusi yang sangat mengkhawatirkan. Senada dengan hal itu, Laode M Syarief dari Kemitraan mengatakan bahwa semua program-program terkait perlindungan HAM harus didukung dan perjuangkan karena dijamin konstusi negara. HAM tidak bisa dilihat secara parsial tapi mengatur seluruh hak yang diperoleh sejak lahir.
Gomar Gulton, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gerjea Indonesia mengatakan, persoalan pelanggaran HAM masih banyak terjadi. Menurutnya, ada kelompok masyarakat yang merasa berhak melakukan apa saja bahkan lewat kekerasan untuk membatasi hak kelompok lainya, tanpa mengindahkan hukum.
“Dan celakanya negara tidak hadir. Seolah ada impunitas bagi pelanggar HAM kalau itu berdasarkan agama,” kata Gomar.