Bawaslu Maksimalkan Pengawasan di Masa Tenang
Bawaslu mengupayakan pengawasan maksimal selama masa tenang jelang hari pemungutan suara pada pilkada 2020. Tiga pelanggaran diantisipasi, yakni politik uang, pembagian sembako, dan kampanye di luar jadwal.
JAKARTA, KOMPAS — Di masa tenang menjelang pelaksanaan pemungutan suara, potensi terjadinya pelanggaran tetap ada. Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI memastikan akan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk mempersempit ruang terjadinya pelanggaran.
Jenis pelanggaran yang berpotensi terjadi, antara lain, politik uang, pembagian sembako, dan berkampanye melalui di luar jadwal. Kampanye juga dapat terjadi melalui media sosial, termasuk kampanye negatif yang menyangkut suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Perintah bagi seluruh petugas pengawas pemilu agar mengawasi setiap celah pada masa tenang ini diungkapkan Ketua Bawaslu RI Abhan, dalam kegiatan daring ”Peluncuran Patroli Pengawasan Pilkada 2020”, Sabtu (5/12/2020). Kegiatan itu diikuti seluruh jajaran Bawaslu dari tingkat pusat hingga daerah.
Jenis pelanggaran yang berpotensi terjadi, antara lain, politik uang, pembagian sembako, hingga berkampanye melalui di luar jadwal.
Abhan mengatakan, patroli pengawasan Pilkada 2020 diharapkan dapat menutup ruang atau celah bagi pihak-pihak yang bermaksud melakukan kecurangan di hari tenang. Sebab, masa tenang dimaksudkan sebagai masa kontemplasi dan merenung, baik bagi pasangan calon peserta pilkada maupun bagi masyarakat calon pemilih.
Baca juga: Pilkada Aman dan Berkualitas
”Meskipun demikian, dari beberapa pengalaman, kita melihat bahwa ada beberapa potensi pelanggaran di masa tenang. Politik uang menjadi hal yang harus kita awasi betul. Selain itu, potensi pelanggaran lain adalah kampanye di luar jadwal,” kata Abhan.
Pencegahan tersebut penting dilaksanakan sebab berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu pada 10 hari ketujuh kampanye, setidaknya ditemukan 37 dugaan pelanggaran praktik politik uang. Kasus tersebut ditemukan di 26 kabupaten/kota.
Hasil pengawasan Bawaslu pada 10 hari ketujuh kampanye, setidaknya ditemukan 37 dugaan pelanggaran praktik politik uang. Kasus tersebut ditemukan di 26 kabupaten/kota.
Hal lain yang patut diawasi jajaran pengawas pemilu, lanjut Abhan, adalah petahana atau kepala daerah yang hendak mencalonkan diri kembali. Jika pada masa kampanye mereka cuti, Minggu (6/12/2020), mereka sudah aktif kembali sebagai kepala daerah maupun wakil.
Terkait hal itu, Abhan meminta seluruh pengawas pemilihan untuk betul-betul mengawasi calon kepala daerah yang merupakan petahana. Sebab, pada hari tenang, terdapat potensi bagi mereka untuk menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangannya.
Demikian pula mengenai penertiban alat peraga kampanye yang merupakan masalah klasik, menurut Abhan, hal itu menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan semata ditimpakan pada Bawaslu. Untuk penertiban alat peraga kampanye, KPU dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah, kepolisian, dan Bawaslu.
”Kalau KPU tidak mau diajak untuk penertiban, kita bisa merekomendasi bahwa itu merupakan bagian dari pelanggaran administratif KPU. Jadi jangan semua ditimpakan ke jajaran kita karena sebagian alat peraga kampanye juga diproduksi oleh KPU. Idealnya memang menjelang masa tenang, kita sudah menyurati paslon untuk secara sadar menertibkan,” ujar Abhan.
Tugas lainnya adalah memastikan logistik pilkada sampai di setiap lokasi pemungutan suara.
Tugas lainnya adalah memastikan logistik pilkada sampai di setiap lokasi pemungutan suara. Hal itu mencakup ketepatan waktu, jumlah, dan jenis logistik. Sebab, tanpa adanya logistik, pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan.
Dan yang juga harus dipastikan adalah menegakkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 (prokes) pada saat pemungutan suara. Patroli akan dilakukan oleh semua jajaran pengawas mulai dari pengawas TPS hingga Bawaslu RI. Di daerah, aktivitas ini dikoordinasi oleh Bawaslu kabupaten/kota setempat.
Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan, pengawasan di masa tenang penting dilakukan karena dalam rangkaian pentahapan Pilkada Serentak 2020, tidak ada satu tahapan pun yang terjadi tanpa pelanggaran. Pelanggaran itu baik berupa pelanggaran protokol kesehatan maupun pelanggaran pemilihan lainnya, seperti pidana, pelanggaran administrasi, dan kode etik.
Menjelang akhir masa kampanye, Bawaslu mencatat jumlah kegiatan kampanye dengan metode tatap muka atau pertemuan terbatas terus meningkat. Sedikitnya 64 kegiatan kampanye dibubarkan pengawas pemilu. Selain itu, Bawaslu juga menertibkan sedikitnya 247.732 alat peraga kampanye (APK) yang melanggar ketentuan selama 10 hari ketujuh kampanye.
”Bahkan dalam catatan kita, pelanggaran prokes menduduki ranking tertinggi, yaitu 2.126 pelanggaran prokes, disusul pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) 1.166 pelanggaran, dan disusul pelanggaran administrasi, pelanggaran tindak pidana pemilihan umum, dan pelanggaran kode etik,” kata Ratna.
Sebagaimana dalam proses pemilu yang pernah terjadi, lanjut Ratna, yang rawan terjadi pada tahap minggu tenang adalah kampanye di luar jadwal dan politik uang. Untuk itu, jajaran pengawas pemilu diminta agar melakukan patroli yang dapat menutup setiap celah kecurangan. Sebab, kecurangan terjadi bukan hanya karena ada niat, melainkan karena adanya kesempatan.
Menjelang akhir masa kampanye, Bawaslu mencatat jumlah kegiatan kampanye dengan metode tatap muka atau pertemuan terbatas terus meningkat. Sedikitnya 64 kegiatan kampanye dibubarkan pengawas pemilu.
Untuk pelanggaran berupa kampanye di internet, baik berupa iklan maupun hoaks, anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, meminta pengawas pemilu untuk segera melaporkan kepada pengawas di atasnya. Demikian pula laporan itu akan lebih baik jika disertai dengan tautan laman pelanggaran yang dimaksud.
”Jangan pernah takut melaksanakan fungsi pengawasan dan jangan pernah ragu karena ini tugas kita bersama,” kata Edward.
Baca juga : Pilkada Serentak, Daerah Harus Kompak Menangani Covid-19
Menurut anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, masa tenang bagi masyarakat bisa jadi sebenarnya merupakan masa tidak tenang bagi pasangan calon peserta Pilkada 2020 beserta tim suksesnya. Dalam masa tenang, praktik politik uang dinilai paling rawan terjadi.
Selain mencegah terjadinya pelanggaran, tugas pengawas pemilu adalah memastikan distribusi logistik pilkada, termasuk alat pelindung diri (APD). Sebab, APD merupakan prasyarat pelaksanaan pilkada di tempat pemungutan suara (TPS).
Peserta pilkada beserta tim suksesnya diharapkan agar tidak melakukan pelanggaran di masa tenang, termasuk upaya untuk membeli suara atau politik uang. Tindakan itu tidak hanya melanggar, tetapi terlebih merusak demokrasi yang dibangun di Indonesia.
Merusak demokrasi
Secara terpisah, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay berpandangaan, para peserta pilkada beserta tim suksesnya diharapkan agar tidak melakukan pelanggaran di masa tenang, termasuk upaya untuk membeli suara atau politik uang. Tindakan itu tidak hanya melanggar, tetapi terlebih merusak demokrasi yang dibangun di Indonesia.
Bagi pengawas pemilu, termasuk aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lanjut Hadar, diharapkan agar cermat mengawasi kemungkinan terjadinya pelanggaran. Jika pelanggaran terjadi, mereka diharapkan segera memprosesnya secara hukum.
”Kita semua tahu bahwa perilaku para politisi kita sering mau menang sendiri dan dengan segala cara mau meraih kemenangan. Sikap permisif, semisal terhadap politik uang, yang seolah tidak ada dampaknya, sebenarnya itu berdampak besar. Kalau yang melakukannya adalah petahana, dia sebenarnya tidak layak untuk dipilih,” kata Hadar.
Kemungkinan terjadinya politik uang, menurut Hadar, cukup tinggi mengingat sebagian besar masyarakat saat ini hidup dalam kondisi sulit karena pandemi Covid-19. Sementara, bisa jadi ada peserta pilkada yang melihatnya sebagai peluang untuk membeli suara pemilih.
Kemungkinan terjadinya politik uang cukup tinggi mengingat sebagian besar masyarakat saat ini hidup dalam kondisi sulit karena pandemi Covid-19
Yang juga harus diperhatikan pengawas pemilu, lanjut Hadar, adalah ketersediaan APD. Jika APD tidak tersedia di TPS pada pagi hari menjelang pemungutan suara, hendaknya pengawas pemilu segera membuat rekomendasi agar pemungutan suara ditunda.
”Ini bukan sekadar tugas tambahan bagi Bawaslu beserta para pengawas pemilu karena ini syarat utama dilaksanakannya pemungutan suara karena ini menyangkut keselamatan petugas maupun masyarakat yang menjadi pemilih,” kata Hadar.
Sementara itu, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dalam keterangan tertulis, mengimbau agar masyarakat berpartisipasi aktif dan menggunakan hak pilih sesuai hati nurani, bertanggung jawab, serta menjauhi semua bentuk politik uang. Penyelenggara pemilu di setiap tingkatan juga diharapkan melakukan tugas secara profesional, jujur, adil, dan akuntabel.
Terkait dengan kondisi pandemi Covid-19, semua pihak diharapkan mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Demikian pula, penyelenggara pemilu diharapkan memastikan agar semua alat yang digunakan dalam pemungutan suara aman atau bebas dari Covid-19.