Sikap Terbuka Pejabat Publik Jadi Contoh Masyarakat
Sikap pejabat publik yang terbuka mengumumkan statusnya saat terinfeksi Covid-19 dan melakukan isolasi, menjadi contoh baik bagi masyarakat. Keterbukaan itu akan membantu penelusuran terhadap orang yang melakukan kontak
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sikap proaktif dari pejabat publik maupun tokoh masyarakat yang mengumumkan positif Covid-19 akan membantu upaya pencegahan dan mitigasi pandemi Covid-19. Sikap terbuka yang diikuti dengan tindakan isolasi mandiri oleh pejabat publik akan menjadi contoh bagi masyarakat.
Komisioner Komisi Informasi Pusat yang juga Ketua Bidang Penyelesaian
Sengketa Informasi Arif Adi Kuswardono, ketika dihubungi Kompas, Senin (30/11/2020), mengatakan, dari sisi perundang-undangan, rekam medis adalah milik pasien. Untuk membukanya, diperlukan izin dari pasien.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan dan mitigasi untuk mencegah meluasnya Covid-19. Dalam kerangka itu, rekam medis seseorang dapat diakses oleh pihak yang memiliki wewenang, seperti petugas kesehatan dan kepolisian. Dan untuk mengaksesnya, terdapat protokol yang mesti dilaksanakan, seperti tidak mengungkap identitasnya kepada publik.
"Yang penting, ketika data dikumpulkan, bukan berarti akan diumumkan identitasnya, melainkan akan ditelusuri. Gunanya untuk 3T, yakni penelusuran, pengetesan, dan perawatan. Dan penelusuran ini tidak boleh meleset dan telat," kata Arif.
Meskipun demikian, Arif mengapresiasi adanya pejabat publik yang proaktif mengumumkan bahwa dirinya positif terinfeksi Covid-19 dan segera melakukan isolasi. Sikap dan tindakan itu penting untuk memberi contoh bagi publik, termasuk dengan melakukan isolasi.
Selain itu, keterbukaan itu akan membantu petugas kesehatan untuk melakukan penelusuran serta mengingatkan orang lain yang pernah berinteraksi dengannya agar segera memeriksakan diri. Sebaliknya, ketika seseorang tidak terbuka, maka tanggung jawab pemerintah untuk melakukan mitigasi akan terkendala.
Keterbukaan itu akan membantu petugas kesehatan untuk melakukan penelusuran serta mengingatkan orang lain yang pernah berinteraksi dengannya agar segera memeriksakan diri
Secara terpisah, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, berpandangan, sikap terbuka pejabat publik maupun tokoh masyarakat yang positif terinfeksi Covid-19 adalah sebuah keharusan. Dalam kondisi normal, rekam medis memang bersifat rahasia. Namun, dalam kondisi darurat kesehatan seperti saat ini, dibutuhkan keterbukaan untuk penanganan pandemi Covid-19.
"Penanganan Covid-19 itu membutuhkan kecepatan, keakuratan, dan data. Tiga hal itu harus betul-betul menjadi prioritas untuk memutus mata rantai Covid-19 dalam kondisi darurat kesehatan seperti saat ini," kata Trubus.
Menurut Trubus, pejabat publik yang terbuka terhadap status kesehatannya merupakan hal positif untuk memberikan keteladanan bagi publik. Masyarakat atau mereka yang positif terinfeksi Covid-19 akan menutupi kondisi kesehatannya jika melihat pejabat publik yang bersikap demikian.
Yang juga penting, lanjut Trubus, adalah akuntabilitas atau pertanggungjawaban publik dari kebijakan yang telah diambil pemerintah dalam penanganan Covid-19. Terlebih, pemerintah dan aparat tampak bersikap keras untuk suatu kerumunan tertentu, namun bersikap permisif untuk kerumunan dari kelompok lain.
"Karena kesadaran masyarakat timbul tidak hanya karena dari pengawasan dari pihak yang berwenang, tetapi terlebih keteladanan dari pejabat publik," ujar Trubus.
Pejabat publik yang terbuka terhadap status kesehatannya merupakan hal positif untuk memberikan keteladanan bagi publik
Dalam cuitannya di akun @mohmahfudmd pada Senin (30/1), Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan apresiasinya kepada dua pimpinan dari dua organisasi massa Islam yang terbuka kepada dirinya dan publik mengenai Covid-19. Keduanya adalah Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Sirojdan dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
"Keduanya terbuka memberitahu tentang serangan atau ancaman Covid pada dirinya dan meminta agar orang lain yang berinteraksi untuk memeriksakan dirinya atau tidak menemuinya dulu," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, pada Kamis (26/11), dia bertemu dengan KH Said Aqil Siroj. Pada Minggu (29/11) kemarin, KH Said Aqil Siroj mengabarkan bahwa dirinya terinfeksi Covid-19 dan menyarankan kepadanya agar melakukan tes usap. Demikian pula ketika Mahfud hendak silaturahmi dengan Haedar, dia minta agar tidak ditemui. Sebab, Haedar bertemu dengan orang yang kemudian dinyatakan positif Covid-19.