Lukman Hakim Saifuddin: Pancasila Juga Bersifat Islami
Mantan Menteri Agama Lukman Hakim menilai upaya memaknai Pancasila tak hanya berdasar landasan teologis islami, tetapi juga harus berani memberi nyawa untuk menegakkan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pancasila menjadi kesepakatan yang diambil para pendiri bangsa yang merupakan wujud demokratisasi. Pancasila secara inheren juga bersifat islami karena konseptualisasi dan pemahamannya juga berdasarkan pada nilai-nilai islami.
Menteri Agama 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, mengungkapkan, Muhammadiyah berpandangan bahwa wujud demokratisasi adalah adanya kesepakatan di antara para pendiri bangsa yang kemudian dikenal dengan Pancasila. Pancasila sumbernya adalah nilai-nilai yang ada di Islam. Meskipun demikian, tidak cukup berhenti sampai di situ.
”Kita harus memberikan kesaksian dalam artian memberikan kontribusi aktif untuk menjaga, merawat, dan memelihara konsensus. Ini diisi dengan apa yang dikenal dengan istilah di kalangan Muhammadiyah sebagai kemajuan yang progresif untuk memecahkan masalah. Ini menjadi upaya memaknai Pancasila,” kata Lukman.
Pernyataan tersebut disampaikan Lukman dalam diskusi bertajuk ”NKRI dan Pancasila dalam Perspektif Muhammadiyah”. Kegiatan tersebut berisi bedah buku Ijtihad Kontemporer Muhammadiyah: Dari Al Ahdi Wa Al Syahadah, Elaborasi Siyar, dan Pancasila, Sabtu (28/11/2020).
Hadir sebagai pembicara, penulis buku dan dosen Universitas Muhammadiyah Malang, Hasnan Bachtiar; Ketua Program Studi Magister Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Amelia Fauzia; dan dosen di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Anita Lie.
Lukman menuturkan, upaya memaknai Pancasila tidak hanya berdasarkan landasan teologis islami, tetapi juga harus berani memberikan nyawa untuk menegakkan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia mendorong agar persamaan harus dijaga di depan hukum dan hak dasar manusia dijunjung tinggi.
Keberagaman nilai-nilai universal menjadi penopang dari proses demokratisasi sekaligus menjadi tujuan arah orientasi proses demokrasi tersebut. Lukman menegaskan, demokrasi bukanlah sesuatu yang datang dari dunia Barat.
Ia menjelaskan, pada hakikatnya inti dari ajaran Islam itu sendiri adalah penerapan hukum-hukum Islam dalam rangka untuk menjaga dan memelihara terjaminnya kebebasan manusia, salah satunya dalam berpikir.
Hasnan mengungkapkan, Muhammadiyah melalui segala pemikiran Islam moderatnya menjembatani nilai-nilai esensial syariah dengan sistem politik demokrasi modern. Dengan kata lain, Pancasila secara inheren bersifat islami karena konseptualisasi dan pemahamannya berdasarkan pada nilai-nilai Islami.
Nilai-nilai mengenai pluralisme yang demokratis di dalam Pancasila sepenuhnya konsisten dengan berbagai kemuliaan ajaran Islam. ”Tidak ada kontradiksi antara ideologi Pancasila dan Islam,” ujarnya.
Anita Lie mengatakan, persoalan agama sering dimainkan di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, maupun Amerika Serikat. Ia berharap akal sehat masih bisa menang.
Padahal, menurut Anita, nilai-nilai luhur di semua agama ada pada perikemanusiaan, persatuan, kesetaraan, keadilan, kasih sayang, dan perdamaian. Di dalam cinta ada kedilan dan kasih sayang. Akan menjadi percuma berbicara kasih, sayang, dan damai jika isu-isu ketidakadilan belum dijadikan pekerjaan rumah untuk diselesaikan.