KPK Kaji Kemungkinan Keterlibatan Pihak Lain dalam Pelarian Joko Tjandra
Tim supervisi KPK masih memeriksa berkas dokumen terkait kasus pelarian Joko Tjandra. Dari dokumen itu, keterlibatan pihak lain yang mengarah pada dugaan tindak pidana akan dikaji.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi tengah menelaah dokumen terkait kasus pelarian Joko Tjandra yang telah diterima dari Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. Indikasi keterlibatan pihak lain yang muncul di dokumen tersebut akan dikaji.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/11/2020), mengatakan, saat ini, tim supervisi KPK masih memeriksa berkas dokumen terkait kasus pelarian Joko Tjandra. Dari dokumen itu, keterlibatan pihak lain yang mengarah pada dugaan tindak pidana akan dikaji.
”Tim akan pelajari terkait dengan apakah dari konstruksi kasus dalam berkas dokumen tersebut ada indikasi peristiwa pidana sehingga kemudian juga akan dikaji kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujar Ali.
Joko Tjandra merupakan terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali tahun 2009. Ia divonis dua tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Namun, saat vonis dijatuhkan, ia kabur. Beberapa bulan sebelum akhirnya ditangkap Bareskrim Polri, akhir Juli, Joko yang menetap di Malaysia bebas keluar-masuk Indonesia tanpa sepengetahuan aparat.
Belakangan terungkap sejumlah oknum petinggi di Polri dan jaksa di Kejagung ditengarai terlibat memuluskan Joko untuk bisa keluar dan masuk Indonesia. Mereka kini berstatus terdakwa dan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Ali menyampaikan, tim supervisi KPK juga terus mengikuti jalannya persidangan kasus Joko. Jika dalam persidangan ada fakta-fakta baru, KPK akan menindaklanjutinya.
”Tim supervisi KPK juga terus mencermati setiap fakta-fakta yang ada dalam proses pembuktian di persidangan perkara dimaksud yang saat ini masih berlangsung di Pengadilan Tipikor,” ucap Ali.
Dalam kasus Joko, kepolisian menangani perkara dugaan suap terkait penghilangan nama Joko dari red notice Interpol dan penggunaan surat jalan palsu. Dua pejabat polisi yang terlibat dalam aksi tersebut pun kini tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, yakni Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Dalam berkas dakwaan Napoleon terungkap bahwa ia meminta tambahan uang saat menerima 50.000 dollar AS dari Tommy Sumardi. Napoleon mencatut petinggi Polri. ”Ini apaan, nih, segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 (Rp 7 miliar) ji, soalnya, kan, buat ’depan’ juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya, kan, beliau, ’petinggi kita ini’,” ujar Napoleon seperti dalam dakwaan (Kompas, 3/11/2020).
Sementara itu, kejaksaan menangani dugaan suap terkait pengurusan fatwa bebas ke MA dan dugaan pencucian uang oleh jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Dalam berkas dakwaan Pinangki muncul pula nama Burhanuddin dan Hatta Ali. Nama pejabat Kejaksaan Agung dan MA itu tertera dalam proposal rencana aksi yang diajukan Pinangki kepada Joko. Namun, hal tersebut sudah dibantah baik oleh Burhanuddin maupun Hatta Ali dalam beberapa kesempatan terpisah. Pinangki belakangan juga membantah menyebut nama kedua orang itu.