Masyarakat yang Dirugikan Kasus Jiwasraya Dapat Menggugat
Kejaksaan Agung mempersilakan nasabah yang dirugikan atas pemblokiran dan penyitaan aset PT Asuransi Jiwasraya untuk menempuh gugatan perdata di pengadilan. Penyitaan aset dilakukan terkait dengan penanganan perkara
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat atau pihak ketiga yang merasa dirugikan karena kasus tindak pidana korupsi pengelolaan aset PT Asuransi Jiwasraya (Persero) disarankan untuk menempuh langkah hukum. Kejaksaan Agung memastikan aset yang disita dari para terdakwa memang terkait dengan tindak kejahatan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Rabu (28/10/2020), mengatakan, perkara pengelolaan dana asuransi tersebut masih belum selesai dan masih bisa berkembang. Sebab, masih ada 2 tersangka perorangan dan 13 tersangka perusahaan manajer investasi yang masih disidik oleh penyidik Kejagung.
”Bagi masyarakat yang terblokir rekening sahamnya, maka harus melakukan upaya hukum terhadap pihak yang merugikan dia, bukan kepada penegak hukum yang dalam hal ini kejaksaan,” kata Hari.
Bagi masyarakat yang terblokir rekening sahamnya, maka harus melakukan upaya hukum terhadap pihak yang merugikan dia, bukan kepada penegak hukum yang dalam hal ini kejaksaan. (Hari Setiyono)
Hari mengatakan, upaya hukum berupa gugatan perdata terhadap korporasi adalah jalur hukum yang memungkinkan untuk ditempuh oleh masyarakat atau pihak ketiga. Sebab, mereka menginvestasikan dana kepada perusahaan asuransi yang kemudian dana masyarakat itu diinvestasikan kembali.
Ketika perusahaan itu ternyata melakukan perbuatan melawan hukum sehingga ada asetnya yang diblokir untuk disita, maka mestinya nasabah menggugat perusahaan itu. Sebab, perusahaan itulah yang melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurut Hari, Kejaksaan digugat praperadilan oleh sekelompok nasabah WanaArtha Life terkait dengan hal ini. Hari mengaku menemui perwakilan kelompok nasabah tersebut untuk memberikan penjelasan mengenai duduk perkara kasus Asuransi Jiwasraya.
”Aset yang diblokir kejaksaan itu ada kaitannya dengan perkara. Kalau tidak ada kaitan, mestinya WanaArtha membayar klaim ke nasabah dan tidak boleh berdalih bahwa uang nasabah terblokir karena kasus Asuransi Jiwasraya. Kan tidak semua aset WarnaArtha terblokir,” ujar Hari.
Aset yang diblokir kejaksaan itu ada kaitannya dengan perkara. Kalau tidak ada kaitan, mestinya WanaArtha membayar klaim ke nasabah dan tidak boleh berdalih bahwa uang nasabah terblokir karena kasus Asuransi Jiwasraya. (Hari Setiyono)
Secara terpisah, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan sekaligus Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Yenti Garnasih mengatakan, penyitaan aset dilakukan penyidik karena dalam perkara itu terdapat tindak pidana pencucian uang. Hal itu dilakukan penyidik setelah mendapatkan bukti yang mencukupi.
Dalam konteks ini, lanjut Yenti, perusahaan asuransi WanaArtha memang tidak terkait dalam perkara Asuransi Jiwaraya, tetapi bisa jadi menerima aliran dana dari terdakwa tindak pidana pencucian uang. Itu berarti ada kemungkinan dana hasil tindak kejahatan bercampur dengan dana nasabah.
Menurut Yenti, yang mesti bertanggung jawab kepada nasabah ketika terjadi pemblokiran oleh penyidik adalah pihak perusahaan, bukan penyidik. Sebab, kegiatan pengelolaan dana investasi nasabah dilakukan oleh perusahaan. Nasabah yang merasa dirugikan dapat menempuh gugatan perdata.
Yang mesti bertanggung jawab kepada nasabah ketika terjadi pemblokiran oleh penyidik adalah pihak perusahaan, bukan penyidik.
Meskipun demikian, lanjut Yenti, penyidik mestinya menjelaskan kepada publik mengenai aset yang telah mereka sita secara rinci yang jumlahnya Rp 18 triliun. Diharapkan, penyidik tidak asal menyita atau melakukan penyitaan dengan cermat dan hati-hati. Dalam proses hukum selanjutnya, aset sitaan itu harus dijelaskan dalam putusan majelis hakim.
”Hakim tetap harus hati-hati terhadap pihak ketiga, yakni nasabah yang beritikad baik. Sebab, mereka pun menurut undang-undang harus dilindungi. Kalau tidak cermat, hal itu justru akan menimbulkan masalah ekonomi,” kata Yenti.
Di sisi lain, menurut Yenti, rencana pemerintah untuk memberikan penyertaan modal negara bagi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga Rp 22 triliun perlu dipertanyakan dari sisi keadilan sebagai sesama warga negara Indonesia. Sebab, uang negara dikucurkan bagi nasabah Asuransi Jiwasraya, sementara banyak warga negara Indonesia lain yang tidak mampu membeli polis asuransi.