Saat Kejari Menjamu Para Tersangka Penghapusan ”Red Notice” dengan Soto Betawi...
Bolehkah tersangka saat pelimpahan diberi makan siang kebetulan saat jam makan siang oleh Kepala Kejaksaan Negeri? Tentu boleh. Namun, apakah hal itu berlaku secara umum terhadap tersangka lain atau pilih-pilih?
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
Pada Sabtu (17/10/2020), kuasa hukum Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo, tersangka kasus dugaan gratifikasi penghapusan DPO Joko Tjandra, Petrus Bala Pattyona, mengunggah foto beserta keterangan di akun Facebook-nya. Di akun Petrus Bala Pattyona II tersebut disebutkan, dalam rangkaian penyerahan tersangka beserta barang bukti kasus tersebut, dirinya beserta Prasetijo dijamu makan siang oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Turut juga pada jamuan makan siang tersebut adalah tersangka Inspektur Jenderal Naopleon Bonaparte dan kuasa hukumnya, Santrawan Paparang.
”Tiba jam makan disiapkan makan siang, nasi putih pulen hangat dan soto Betawi bening pakai santan panas. Baru kali ini di tahap P21 saya sebagai pengacara tsk (tersangka) dijamu makan siang,” tulis Petrus, yang difoto terlihat ikut makan bersama.
Uniknya, sehari sebelumnya, penyidik dari Badan Reserse Kriminal Polri baru saja menyerahkan tersangka beserta barang bukti kasus dugaan gratifikasi penghapusan DPO Joko Tjandra kepada jaksa penuntut umum di Kejari Jaksel. Para tersangka itu adalah Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo, Tommy Sumardi, dan Joko Tjandra.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Senin (19/10/2020), mengatakan, tindakan menjamu kedua tersangka diduga telah bertentangan dengan Pasal 5 Huruf a Peraturan Jaksa Agung Tahun 2012 tentang Kode Perilaku Jaksa. Dalam aturan tersebut ditulis bahwa jaksa wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur, dan adil. Meskipun soal menjamu makan tak dirinci, etika menjamu tersangka yang akan didakwa di pengadilan oleh Kejari digugat.
”Apakah perlakuan itu (menjamu makan siang) dilakukan terhadap seluruh tersangka yang ada pada wilayah kerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan? Atau jamuan makan siang itu hanya dilakukan terhadap dua perwira tinggi Polri tersebut saja? Jika iya, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mesti memperlihatkan bukti tersebut,” kata Kurnia.
Apakah perlakuan itu (menjamu makan siang) dilakukan terhadap seluruh tersangka yang ada pada wilayah kerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan? Atau jamuan makan siang itu hanya dilakukan terhadap dua perwira tinggi Polri tersebut saja? Jika iya, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mesti memperlihatkan bukti tersebut.
Menurut Kurnia, ICW merekomendasikan agar Komisi Kejaksaan dan Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung segera memanggil Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan dan oknum jaksa yang ikut menjamu kedua tersangka. Dengan demikian, didapatkan klarifikasi mengenai kejadian tersebut.
”Agar setiap penegak hukum mengamanatkan asas hukum equality before the law, yakni tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap seseorang, baik tersangka maupun saksi, berdasarkan dengan jabatan yang diemban oleh yang bersangkutan,” ujar Kurnia.
Tak ada yang diistimewakan
Secara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI Barita Simanjuntak mengatakan, Komjak akan mendalami informasi terkait unggahan tersebut dan akan meminta keterangan atau penjelasan mengenai kejadian tersebut. Dengan demikian, akan jelas alasan pemberian makan siang itu.
Bagi Komjak, pertanyaan itu beralasan. ”Sebab, memberikan makan siang secara wajar dan jika sudah tiba waktu makan siang adalah hal yang wajar bagi semua tanpa kecuali karena pada prinsipnya semua orang sama di hadapan hukum, tidak ada yang diistimewakan berdasarkan prinsip equality before the law dan due process of law,” kata Barita.
Menurut Barita, prinsip itu mesti diterapkan secara seragam dalam setiap penanganan perkara melalui prosedur standar oprasi (SOP). Artinya, jika kebetulan jam makan siang, Kejari idealnya juga menjamu makan siang terhadap tersangka lain dan bukan karena tersangkanya kebetulan jenderal bintang dua polisi atau pejabat di Mabes Polri. Dengan demikian, segala tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum harus berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga semua aspek dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Dalam unggahannya kemudian di Facebook, Petrus menyatakan bahwa makan siang disediakan karena memang sudah jam makan. Menurut Petrus, biasanya jika advokat mendampingi klien, baik di Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi, apabila sudah jam makan, pasti tuan rumah menawarkan makan untuk tamunya.
Komjak akan mendalami informasi terkait unggahan tersebut dan akan meminta keterangan atau penjelasan mengenai kejadian tersebut. Dengan demikian, akan jelas alasan pemberian makan siang itu.
Selain itu, Petrus juga menuliskan, setelah makan siang, Kajari Jaksel menghampiri tersangka dan menyerahkan baju tahanan kepada kedua tersangka, yakni Prasetijo dan Napoleon. Menurut Petrus, Kajari mengatakan, baju tahanan tersebut dipakai sebentar karena di lobi kantor Kejari Jaksel banyak wartawan yang meliput.
”Mohon maaf, ya, Jenderal, ini protap dan aturan baku sebagai tahanan Kejaksaan. Tersangka langsung menerima, membuka baju dinas untuk mengenakan baju tahanan, karena Pak Kajari bilang dipakai sebentar karena di lobi banyak wartawan yang meliput dan ini demi kebaikan bersama,” tulis Petrus.
Sampai berita ini ditulis, ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono belum memberikan keterangan terkait pernyataan pengacara tersangka atas kejadian tersebut.
Narasi negatif
Petrus Bala Pattyona ketika dikonfirmasi Kompas mengatakan, dirinya tidak menyangka unggahannya di akun Facebook-nya menjadi polemik, terutama karena adanya narasi negatif bahwa ada perlakuan khusus. Petrus mengatakan, dirinya mengunggah foto tersebut sebagai ucapan terima kasih kepada Kejaksaan yang telah memberi makan siang.
”Kajari sejak awal tak pernah terlibat. Beliau hadir di ruang P21 saat mau pulang, mungkin diberi tahu stafnya bahwa acara sudah selesai dan hanya ketemu sebentar sebelum masuk lift,” kata Petrus.
Menurut Petrus, dari pengalamannya ketika mendampingi tersangka, baik di Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), selalu disiapkan makanan dan minuman. Dengan demikian, lanjut Petrus, suguhan makan siang sesudah shalat Jumat pada Jumat lalu tidak berlebihan.
”Hanya mungkin orang melihat karena polisi berpangkat Brigjen kali dan dikesankan dengan diberi makan seolah itu hal yang istimewa,” ujar Petrus.