Polri Tak Akan Tangguhkan Penahanan Sembilan Tersangka
Polisi melanjutkan proses hukum terhadap sembilan orang yang disangka menyebarkan hoaks sehingga memicu anarkisme dalam demonstrasi menentang RUU Cipta Kerja. Polri saat ini masih mengembangkan kasus itu.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia akan memproses hukum sembilan tersangka yang diduga menyebarkan hasutan ataupun hoaks sehingga menyebabkan aksi anarkistis dan vandalisme dalam demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Hasutan dan hoaks itu disebarkan melalui grup aplikasi percakapan Whatsapp serta media sosial Facebook dan Twitter.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, Kamis (15/10/2020), mengatakan, sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut ditangkap di wilayah Sumatera Utara dan DKI Jakarta. Kesembilan tersangka itu berinisial KA, JG, NZ, dan WRP. Adapun tersangka lainnya adalah JH, DW, AP, SN, dan KA.
Kesembilan orang tersebut diduga menyebarkan hasutan dan hoaks yang berakibat pada aksi unjuk rasa 5-9 Oktober berakhir anarkistis di beberapa tempat.
Kesembilan orang tersebut diduga menyebarkan hasutan dan hoaks yang berakibat pada aksi unjuk rasa 5-9 Oktober berakhir anarkistis di beberapa tempat. Akibatnya, terdapat anggota Polri yang terluka, kendaraan dinas milik kepolisian dan pemerintah dirusak, serta beberapa fasilitas umum dan gedung pun dirusak.
”Ini sembilan tersangka terkait dengan penyebaran hoaks yang mengakibatkan anarkisme dan vandalisme sehingga membuat petugas luka, barang-barang dinas rusak, fasilitas umum atau gedung rusak yang menyebabkan kepentingan umum terganggu. Sesuai petunjuk pimpinan, semua diproses dan tidak ada penangguhan (penahanan),” kata Argo.
Argo mengatakan, para tersangka tersebut menggunakan pola hasutan dan hoaks. Misalnya, tersangka KA menyebarkan hasutan di dalam grup Whatsapp, sementara tersangka JG menyampaikan hasutan untuk melakukan kerusuhan seperti yang terjadi pada 1998 dan ajakan menggunakan bom molotov.
Sementara itu, tersangka AP menyampaikan hasutan melalui Facebook dan Twitter. Demikian juga dengan tersangka SN yang melalui akun Twitter-nya mengunggah gambar yang tidak sesuai dengan keterangan tulisan.
Ini belum selesai semua pemeriksaannya. Masih ada pemeriksaan dan belum berhenti di sini. (Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono)
Kesembilan tersangka tersebut dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan tentang Hukum Pidana, serta Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana bagi para tersangka itu bervariasi, yakni 6 tahun sampai 10 tahun penjara. Adapun keempat tersangka yang ditangkap di Sumatera Utara kini diperiksa dan disidik di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta.
”Ini belum selesai semua pemeriksaannya. Masih ada pemeriksaan dan belum berhenti di sini. Apakah dia berafiliasi dengan kelompok-kelompok tertentu, kalau ada buktinya akan kami sampaikan,” ujar Argo.
Menurut Argo, proses penyidikan masih berjalan karena kasus terkait teknologi informasi memiliki banyak sekali jaringan yang harus dianalisis. Demikian pula dugaan keterkaitan para tersangka dengan kelompok tertentu harus dibuktikan, semisal dengan adanya kartu anggota suatu organisasi.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Slamet Uliandi mengatakan, penyidik masih melakukan pemeriksaan dan penyidikan. Tidak tertutup kemungkinan akan berkembang kepada tersangka lain.
”Harapan kami bagi masyarakat, kalau berita itu diterima dari Whatsapp, mesti benar-benar dipelajari. Dan, kalau ragu, saran saya untuk tidak di-share,” kata Slamet.
Secara terpisah, dalam keterangan tertulis, terkait penangkapan dan pemukulan sukarelawan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) serta penembakan gas air mata terhadap ambulans, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, PP Muhammadiyah sangat menyayangkan terjadinya insiden pemukulan terhadap sukarelawan MDMC. Sementara ambulans yang ditembak dengan gas air mata bukan milik MDMC dan Rumah Sakit Muhammadiyah, melainkan milik atau dioperasikan oleh lembaga Tim Rescue Ambulan Indonesia (TRAI).
”Bahwa mereka yang ditangkap bertindak sebagai pribadi dan tidak ada hubungan dengan kebijakan PP Muhammadiyah. Setelah dilakukan komunikasi yang baik dengan jajaran kepolisian, mereka sudah diperbolehkan pulang dan dijemput oleh keluarga masing-masing,” kata Mu’ti.