Presiden Persilakan Ajukan Gugatan ke MK
Sejak disahkan Senin lalu, dan menuai aksi demo, Presiden Jokowi baru bicara UU Cipta Kerja. Ia persilakan lakukan langkah-langkah konstitusional, gugatan uji materi ke MK jika masih keberatan dengan sebagian isinya.
BOGOR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mempersilakan masyarakat melakukan langkah-langkah konstitusional, mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, jika masih merasa keberatan dengan Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Selain menyiapkan lapangan kerja baru, UU Cipta Kerja dibuat untuk memudahkan masyarakat membuka usaha baru serta mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
”Jika masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK, Mahkamah Konstitusi. Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak, silakan diajukan uji materi ke MK,” kata Presiden Jokowi saat memberikan keterangan secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (9/10/2020).
Baca juga: NU Dorong Upaya Hukum Sikapi UU Cipta Kerja
Pernyataan itu merupakan kali pertama Presiden menyampaikan keterangan setelah UU Cipta Kerja disahkan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (5/10/2020) lalu. Sebelumnya pada Jumat pagi, Presiden memimpin rapat terbatas (ratas) virtual khusus membahas UU Cipta Kerja yang diikuti para menteri dan seluruh gubernur.
Jika masih ada ketidakpuasan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ini, silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui MK, Mahkamah Konstitusi. Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak, silakan diajukan uji materi ke MK.
Presiden Jokowi menegaskan, secara umum UU Cipta Kerja yang memuat 11 kluster disusun dengan tujuan untuk mendorong reformasi struktural serta mempercepat transformasi ekonomi. Sebelas kluster itu adalah penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.
UU Cipta Kerja, lanjut Presiden, bertujuan menciptakan lapangan kerja baru yang merupakan kebutuhan mendesak, apalagi di tengah pandemi Covid-19. Setiap tahun setidaknya terdapat 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang siap masuk ke pasar kerja. Kondisi itu diperparah dengan bertambahnya pengangguran pada masa pandemi yang mencapai 6,9 juta serta adanya 3,5 juta pekerja terdampak pandemi Covid-19.
Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja memiliki tingkat pendidikan setingkat sekolah menengah atas (SMA) ke bawah, bahkan 39 persen di antaranya hanya berpendidikan sekolah dasar. Karena itulah, pemerintah memandang perlunya mendorong penciptaan kapangan kerja baru, khususnya di sektor padat karya.
”Jadi UU Cipta Kerja bertujuan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, bagi para pencari kerja serta para pengangguran,” ujar Presiden menegaskan.
UU Cipta Kerja juga dibuat untuk memudahkan masyarakat, khususnya para pelaku usaha mikro dan kecil dalam membuka usaha baru. Presiden menyebut, regulasi yang tumpang tindih serta prosedur yang rumit dipangkas. Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tak perlu lagi mengurus perizinan usaha karena UU Cipta Kerja hanya mewajibkan melakukan pendaftaran usaha saja. Bahkan, UMKM di sektor makanan dan minuman juga bisa mendapatkan sertifikat halal dengan gratis, karena dibiayai pemerintah.
Bukan hanya itu, pembentukan perseroan terbatas (PT) juga dipermudah karena tidak diatur lagi kepemilikan modal minimum. Begitu pula pembentukan koperasi menjadi lebih mudah, hanya dengan syarat kepemilikan anggota minimal sembilan orang saja.
Izin kapal nelayan penangkap ikan yang sebelumnya harus diajukan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, dan instansi lainnya, sekarang cukup mengajukan ke unit Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Presiden Jokowi juga menegaskan, UU Cipta Kerja juga dibuat untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. ”Ini jelas, karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik maka pungutan liar, pungli, dapat dihilangkan,” katanya.
Ini jelas, karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik maka pungutan liar, pungli, dapat dihilangkan.
Klarifikasi sejumlah informasi tak benar
Kesempatan itu juga dimanfaatkan Presiden Jokowi mengklarifikasi sejumlah informasi yang beredar luas di masyarakat. Klarifikasi disampaikan karena Presiden melihat unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja didasari informasi yang tidak benar di media sosial.
Salah satunya informasi yang menyebut tentang penghapusan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) serta penghitungan upah didasarkan pada waktu kerja per jam. ”Hal ini tidak benar karena faktanya upah minimum regional tetap ada. Tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” ujar Presiden menjelaskan.
Informasi tentang perusahaan yang bisa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak juga tidak benar. Begitu pula dengan informasi mengenai penghapusan jaminan sosial dan jaminan kesejahteraan lainnya, juga dinyatakan tidak benar.
Ketentuan lain yang juga disoal adalah mengenai penghapusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sebagai salah satu syarat pembukaan usaha baru. Presiden Jokowi menegaskan bahwa informasi itu juga tidak benar, karena amdal tetap diwajibkan bagi industri besar. Sedangkan untuk UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan.
Demikian juga dengan pemberitaan bahwa UU Cipta Kerja mendorong komersialisasi pendidikan merupakan informasi yang tidak benar. Sebab menurut Presiden, UU Cipta Kerja hanya mengatur pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). UU tidak mengatur perizinan untuk lembaga pendidikan, termasuk pesantren. Sampai saat ini ketentuan lama mengenai lembaga pendidikan masih berlaku.
Terkait bank tanah, Presiden menyampaikan bahwa bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, serta konsolidasi lahan dan reforma agraria. Bank tanah relatif penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilihan tanah dan lahan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun meluruskan informasi mengenai pemangkasan kewenangan pemerintah daerah (pemda). Menurut dia, UU Cipta Kerja tidak mengatur resentralisasi kewenangan dari pemda ke pemerintah pusat. Perizinan berusaha dan pengawasan tetap dilakukan oleh pemda sesuai dengan norma standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan pemerintah pusat. Penetapan NSPK oleh pemerintah pusat akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), dan bertujuan untuk menciptakan standar pelayanan yang baik di seluruh daerah.
Kewenangan perizinan untuk nonperizinan berusaha juga tetap menjadi kewenangan pemda. Bahkan, pemerintah telah melakukan penyederhanaan, standardisasi jenis dan prosedur berusaha di daerah, serta menerapkan batas waktu maksimal pengurusan izin. ”Ini yang penting di sini, jadi ada service level of agreement. Permohonan perizinan dianggap disetujui apabila batas waktu telah terlewati,” kata Presiden.
Baca juga: Demo Buruh Merespons Pengesahan RUU Cipta Kerja
Sementara itu, untuk melaksanakan berbagai ketentuan dalam UU Cipta Kerja diperlukan PP ataupun peraturan presiden (perpres) dengan jumlah yang relatif banyak. Presiden menargetkan penyusunan aturan turunan dari UU Cipta Kerja itu bisa selesai dalam tiga bulan. Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan usulan ataupun masukan untuk PP ataupun perpres yang akan disusun.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo juga mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dan tidak terhasut oleh informasi bohong terkait UU Cipta Kerja. Akan lebih baik jika keberatan disampaikan melalui jalur hukum dengan mengajukan mengajukan uji materi ke MK.
MPR minta masyarakat tak terhasut
Sementara secara terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo juga mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dan tidak terhasut oleh informasi bohong terkait UU Cipta Kerja. Akan lebih baik jika keberatan disampaikan melalui jalur hukum dengan mengajukan mengajukan uji materi ke MK.
Tak hanya itu, Bambang juga mendorong pemerintah segera melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pemerintah perlu memaparkan isi UU Cipta Kerja sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang valid agar tidak ada lagi tafsir yang keliru terkait isu-isu krusial dalam UU tersebut.