Sejak disahkan DPR, UU Cipta Kerja menuai aksi demo. Ribuan orang, termasuk pelajar dan mahasiswa, ditangkap polisi pada Rabu-Kamis lalu. Hingga Jumat ini, masih diperiksa. Jika tak melanggar hukum, mereka dibebaskan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan orang, termasuk pelajar dan mahasiswa, yang ditangkap polisi saat aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja pada Rabu (7/10/2020) dan Kamis (8/10/2020), hingga Jumat (9/10/2020) masih dimintai keterangan. Apabila tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum, mereka akan dipulangkan segera ke orangtua masing-masing.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono, di Jakarta, Jumat (9/10/2020), mengatakan, aksi penolakan UU Cipta Kerja muncul sejak regulasi itu disahkan DPR, Senin (5/10/2020). Demonstrasi muncul di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Medan, Lampung, Makassar, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Aceh, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat.
Rata-rata unjuk rasa menyasar kantor DPRD setempat. Argo mengklaim dalam pengamanan demo penolakan UU Cipta Kerja itu, polisi sudah menerapkan pendekatan persuasif. Awalnya, Polri melakukan imbauan dengan pengeras suara. Namun, menurut dia, semakin malam, massa kian anarkistis sehingga polisi harus melemparkan gas air mata.
”Imbauan-imbauan kita berikan kepada pengunjuk rasa, baik yang persuasif, dan kami berusaha agar jangan sampai terpancing. Anggota kami beri edukasi setiap akan bergerak, tidak usah terpancing. Tetap kami upayakan persuasif, humanis,” kata Irjen Argo.
Seusai kejadian, polisi kemudian menangkap sejumlah orang yang dianggap sebagai provokator aksi. Argo menuturkan, ada 796 orang yang terindikasi berasal dari kelompok Anarko. Mereka berasal dari Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat.
Imbauan-imbauan kami berikan kepada pengunjuk rasa, yang persuasif, dan kami berusaha agar jangan sampai terpancing. Anggota kami beri edukasi setiap akan bergerak, tidak usah terpancing. Tetap kami upayakan persuasif, humanis.
Selain itu, juga ada 601 orang yang ditangkap dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Jakarta. Di luar itu, ada pula 1.548 pelajar yang ditangkap dari Sulawesi Selatan, Jakarta, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah.
Untuk mahasiswa yang ditangkap berjumlah 443 orang di Sulawesi Selatan, Jakarta, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah. Dari kalangan buruh yang ditangkap 419 orang di Jakarta dan Sumatera Utara. Polri juga menangkap dari kelompok pengangguran 55 orang di Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Utara.
”Korban pendemo ini juga ada 129 orang yang dirawat di seluruh rumah sakit di Jakarta,” terang Argo.
Menurut Argo, polisi masih melakukan pemeriksaan dan identifikasi dari para demonstran yang ditangkap. Khusus untuk pelajar dan anak-anak, polisi memanggil orangtua mereka agar dilakukan pengawasan di luar rumah. ”Jika memang tidak terbukti melanggar hukum, ya, kami pulangkan,” kata Argo.
Polisi juga sempat melakukan tes cepat terhadap orang-orang yang ditangkap. Dari hasil rapid test yang dilakukan di seluruh Indonesia, 145 orang reaktif Covid-19. Sebanyak 34 orang di antaranya berada di Jakarta. Dari 34 orang yang terdeteksi di Jakarta itu, 27 orang sudah dibawa ke Wisma Atlet, Kemayoran, untuk diperiksa ulang. Untuk yang berada di polda lain, sudah disarankan untuk diberikan perawatan.
Aparat terluka
Selain warga, Argo juga menyebut ada warga sipil yang menjadi korban dalam rentetan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja. Kapolres Tangerang Kota, anggota Bina Masyarakat Polres Semarang, dan polisi wanita dari Polres Metro Tangerang Kota terluka saat mengamankan demonstrasi. Argo juga menyebut ada anggota intelijen yang sempat disekap hingga kepalanya terluka.
Para pendemo juga dikabarkan merusak sejumlah fasilitas publik, seperti dua mobil dan satu truk di Polda Sumut. Selain merusak fasilitas, 41 polisi juga terluka karena bentrokan massa tersebut. Di Yogyakarta, 1 sepeda motor, 9 mobil dinas Polri, dan 2 pos polisi dirusak. Di Polda Riau, 1 mobil dirusak dan 11 polisi terluka. Di Polda Jatim, 2 polisi terluka. Di Polda Banten, 2 polisi terluka. Di Gorontalo, 3 polisi terluka. Di Sumatera Selatan, 2 mobil dirusak. Di Sulawesi Selatan, 2 motor dan kantor polsek dirusak, sementara 7 anggota terluka. Adapun di Polda Lampung, 1 pospol rusak dan 3 mobil dibakar.
Untuk fasilitas umum yang dirusak di antaranya adalah pos Tugu Tani, Halte Sarinah, dan Halte Pasar Senen di Jakarta. Adapun di DIY, sebuah kafe Legian dan pos satpam DPRD DIY juga dirusak.
Tentang dugaan ada aktor intelektual di balik demo kemarin, Argo hanya mengatakan bahwa TNI dan kepolisian mendukung penuh kebijakan pemerintah. Polisi akan memeriksa pihak-pihak yang sudah ditangkap dan mengumpulkan seluruh barang bukti. Jika terbukti, dan polisi dapat menemukan pelakunya, akan diajukan ke pengadilan.
Terkait dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tentang dugaan ada auktor intelektualis di balik demo kemarin, Argo hanya mengatakan bahwa TNI dan kepolisian mendukung penuh kebijakan pemerintah. Polisi akan memeriksa pihak-pihak yang sudah ditangkap dan mengumpulkan seluruh barang bukti. Jika terbukti dan polisi dapat menemukan pelakunya, akan diajukan ke pengadilan.
Terkait dengan intimidasi dan kekerasan terhadap wartawan saat meliput demonstrasi, Argo mengatakan bahwa sebenarnya polisi bertugas melindungi wartawan saat melakukan kerja jurnalistik. Namun, saat situasi berubah menjadi rusuh dan anarkistis, anggota pun memiliki insting untuk melindungi dirinya sendiri. Saat berada di lapangan, wartawan diminta untuk berkomunikasi dengan menunjukkan identitasnya agar bisa dilindungi oleh aparat kepolisian.
”Sampaikan saja bahwa tugasnya meliput. Tentu kalau ada situasi berbahaya jangan berada di depan, tetapi di belakang agar terlindungi oleh anggota,” kata Argo.
Saat ditanya apakah kasus intimidasi wartawan akan diproses hukum, Argo hanya mengatakan bahwa semua laporan akan dicek. Jangan sampai saling klaim antarpihak justru memicu salah paham. Sebelumnya diberitakan, sejumlah wartawan mengalami intimidasi dan kekerasan saat meliput demo di Jakarta, Kamis (8/10/2020). Mereka mengaku mengalami kekerasan fisik, direbut paksa alat kerjanya, diminta menghapus file di ponselnya, hingga dirusak alat kerjanya. Jurnalis yang melaporkan mengalami kekerasan itu di antaranya adalah wartawan Merahputih.com, Ponco Sulaksono, serta fotografer Suara.com, Peter Rotti.