Tiap Pekan Kampanye Dievaluasi
Tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan di masa kampanye Pilkada 2020 hingga 5 Desember mendatang, akan selalu dievaluasi pemerintah. Pengawasan diharapkan tak kendur agar pilkada tak tingkatkan kasus Covid-19.
Pelanggaran protokol kesehatan di pekan pertama kampanye pilkada terjadi, tetapi hal itu dinilai pemerintah tidak signifikan. Pakar International IDEA mengingatkan ancaman penurunan partisipasi pemilu di tengah pandemi.
JAKARTA, KOMPAS — Tiap pekan pemerintah akan mengevaluasi tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan di masa kampanye Pilkada 2020 yang akan berlangsung hingga 5 Desember. Semua instansi yang berwenang dalam penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 di masa kampanye juga diingatkan untuk tidak mengendurkan pengawasan dan penindakan hingga tahapan pilkada usai.
Rapat evaluasi pelaksanaan kampanye Pilkada 2020, Jumat (2/10/2020), berlangsung di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta. Rapat dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta perwakilan instansi penegak hukum, penyelenggara pemilu, dan pejabat di 270 daerah yang menggelar pilkada tahun ini.
Dalam upaya penegakan disiplin, Tito juga meminta kepolisian tidak mengendurkan semangat hingga tahapan Pilkada 2020 usai. Menko Polhukam, kata Tito, akan menggelar rapat evaluasi rutin setiap minggu agar pelaksanaan pilkada berjalan sesuai rencana dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan terjaga.
”Kalau ada peristiwa penting, kita bergerak entah di tingkat nasional atau di tingkat daerah, itu didorong melakukan analisis dan evaluasi, rapat koordinasi dengan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) secara insidental,” kata Tito.
Baca juga: Kampanye Pilkada Masih Cenderung Berbentuk Pertemuan Tatap Muka
Tito juga mengingatkan para pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah dan tim kampanye agar tidak mengandalkan kampanye langsung yang mengundang kerumunan massa. Di tengah pandemi, strategi kampanye harus beralih ke virtual.
Kalau ada peristiwa penting, kita bergerak entah di tingkat nasional atau di tingkat daerah, itu didorong melakukan analisis dan evaluasi, rapat koordinasi dengan Forkopimda.
Seperti diberitakan Kompas, Jumat (2/10/2020), di pekan pertama masa kampanye, perilaku kampanye di tengah pandemi Covid-19 yang belum berubah dibandingkan dengan pilkada terdahulu. Pertemuan fisik masih mendominasi metode kampanye tim sukses ataupun pasangan calon kepala daerah. Data Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menunjukkan pada 28-30 September, 43 persen dari 582 aktivitas kampanye di 187 kabupaten/kota merupakan pertemuan tatap muka.
Tito mengapresiasi kandidat yang telah menggunakan metode kampanye virtual. ”Teknik lain bisa membagikan masker, sabun, hand sanitizer, ditaruh di ruang publik dengan gambar paslon dan pesannya,” ujarnya.
Tito berharap, dengan perubahan pola kampanye, persepsi publik terhadap pilkada akan lebih baik.
Tiga pendekatan
Pada 28-30 September, Bawaslu menemukan pelanggaran protokol kesehatan saat kampanye di 35 kabupaten/kota. Sementara pada 26-27 September ada di 19 daerah.
Namun, Mahfud mengatakan, secara umum, kampanye pilkada minggu pertama berjalan cukup baik. Pelanggaran terjadi, tetapi jumlahnya tak signifikan. Jenis pelanggaran juga dinilai tak fatal. Mahfud mengklaim sejumlah daerah yang menggelar pilkada keluar dari zona merah Covid-19.
”Di daerah-daerah yang ada pilkada, total 309 kabupaten/kota, zona merah turun dari 45 daerah menjadi 29 daerah. Sementara di daerah yang tidak ada pilkadanya, zona merah naik, dari 25 daerah menjadi 33 daerah. Di DKI Jakarta yang tidak ada pilkada justru angka infeksinya tinggi selalu menjadi juara satu tertinggi penularannya,” ujar Mahfud.
Data itu, kata dia, menunjukkan pilkada tak memengaruhi kerawanan Covid-19. Menurut dia, hal yang terpenting ialah komitmen pada protokol kesehatan oleh seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan lembaga masyarakat.
Di daerah-daerah yang ada pilkada, total 309 kabupaten/kota, zona merah turun dari 45 daerah menjadi 29 daerah. Sementara di daerah yang tidak ada pilkadanya, zona merah naik, dari 25 daerah menjadi 33 daerah. Di DKI Jakarta yang tidak ada pilkada justru angka infeksinya tinggi selalu menjadi juara satu tertinggi penularannya.
Mahfud menginstruksikan Polri, TNI, dan aparat penegak hukum lainnya agar menegakkan disiplin melalui tiga strategi. Pertama, pendekatan mitigatif atau preventif. Kedua, cara persuasif. Ketiga, penegakan hukum pidana.
Mahfud mengingatkan penegak hukum agar tidak membiarkan pelaku pelanggaran protokol kesehatan selama pilkada. Sebab, jika dibiarkan, pelanggaran akan terus terjadi sehingga berpotensi memperparah pandemi Covid-19.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengingatkan, pencegahan Covid-19, baik di daerah yang melaksanakan pilkada maupun yang tidak, sangat bergantung pada kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
”Manakala aturan yang ada ditepati, ditaati, dan dipatuhi dan mereka yang melanggar diberi sanksi, kami yakin pelaksanaan pilkada bisa berjalan lebih baik lagi,” ujarnya.
Terkait hal itu, Pelaksana Harian Ketua Komisi Pemilihan Umum Ilham Saputra menilai tak ada cara lain kecuali meminta komitmen seluruh aktor yang terlibat di pilkada untuk menaati protokol kesehatan. Penyelenggara pemilu, pasangan calon, partai politik, dan pemerintah harus berkomitmen menaati protokol kesehatan terutama yang sudah diatur di Peraturan KPU No 13/2020.
Sejumlah partai menerbitkan edaran agar semua tim pemenangan Pilkada 2020 mematuhi protokol kesehatan. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto menyatakan, keselamatan rakyat nomor satu. Demikian pula keselamatan pasangan calon, tim kampanye, dan kader partai. Di tengah pandemi, PDI-P mendorong kampanye virtual dan kampanye dari pintu ke pintu dengan jarak 2 meter. Selain itu, anggota atau kader yang punya penyakit penyerta tak boleh ikut kampanye.
Untuk memastikan perintah partai dijalankan, PDI-P membentuk Tim Penegak Disiplin. Tim bertugas menjatuhkan sanksi disiplin bagi anggota dan kader partai yang melanggar protokol kesehatan, tak terkecuali bagi pasangan calon yang berasal dari internal partai.
Di Partai Amanat Nasional (PAN), menurut Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno, bila partai mendapat laporan terkait pelanggaran, kader akan diberi sanksi. Sanksi yang diberikan mulai dari diberhentikan dari tim pemenangan hingga sanksi organisasi terberat. ”Kami tak hanya ingin menang, tapi menang secara bertanggung jawab dengan mematuhi protokol kesehatan,” ujarnya.
Risiko partisipasi
Senior Manajer Program International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Adhy Aman saat dihubungi dari Jakarta, mengatakan, sejumlah negara mengalami penurunan partisipasi pemilih ketika menggelar pemilu di tengah pandemi Covid-19 pada Februari dan Maret 2020. Pada periode itu, kurva kasus Covid-19 belum menurun.
Di Australia, partisipasi pemilih turun dari 83 persen menjadi 77,3 persen. Perancis sebelumnya 63,6 persen menjadi 44,7 persen. Iran dari 60,09 persen menjadi 42,32 persen. Penurunan paling signifikan terjadi di Mali dari 42,7 persen jadi 7,5 persen. Menurut Adhy, fenomena itu patut dijadikan pelajaran bagi Indonesia ketika menggelar pilkada tahun ini.
Kalau kurva sedang meningkat, tentu risiko penularan maupun penambahan kasus lebih tinggi meski protokol kesehatan diterapkan. Itu patut diperhatikan terutama dampak pada psikologi pemilih. Karena mau sehebat apapun penyelenggara pemilu melakukan persiapan, tetapi kalau pemilihnya tak percaya bahwa risiko akan rendah, mereka tidak akan memilih. Sementara, kesuksesan pemilu diukur antara lain partisipasi pemilih.
”Kalau kurva sedang meningkat, tentu risiko penularan maupun penambahan kasus lebih tinggi meski protokol kesehatan diterapkan. Itu patut diperhatikan terutama dampak pada psikologi pemilih. Karena mau sehebat apapun penyelenggara pemilu melakukan persiapan, tetapi kalau pemilihnya tak percaya bahwa risiko akan rendah, mereka tidak akan memilih. Sementara kesuksesan pemilu diukur antara lain partisipasi pemilih,” ujar Adhy.
Baca juga: Aspek Kampanye dalam Pilkada Serentak 2020 Perlu Perbaikan
Dari catatan IDEA, Adhy mengatakan, belum terdapat negara yang mengalami kenaikan kasus positif Covid-19 akibat pemilu di kawasan Asia Pasifik. Namun, lonjakan kasus Covid-19 di Negara Bagian Sabah, Malaysia, usai pemungutan suara 26 September, perlu menjadi perhatian.
Menurut Adhy, masih terlalu dini mengkaitkan pemungutan suara 26 September di Sabah dengan peningkatan Covid-19. Sebab, data baru menunjukkan kasus selama satu minggu.
”Namun, faktanya memang menunjukkan ada peningkatan (kasus Covid-19) saat kegiatan kampanye berlangsung. Peningkatan kasus sudah mulai terlihat sejak 20 September atau enam hari sebelum pemilu atau hampir seminggu sejak kampanye dimulai tanggal 14 September,” ujar Adhy.
Berkaca dari itu, Adhy berharap penyelenggara pemilu di Indonesia seharusnya bisa lebih tegas dalam mengatur kegiatan kampanye. Ia mencontohkan, di Singapura, segala bentuk pertemuan politik dilarang. Begitu pula di Korea Selatan, segala pertemuan politik dilarang sehingga calon dan partai politik menerapkan kampanye metode baru, seperti kampanye virtual dan perlombaan lewat daring.