Jaksa menuntut Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto dengan pidana seumur hidup. Sementara sidang tuntutan untuk dua terdakwa lain, Benny Tjokrosaputra dan Heru Hidayat, ditunda karena keduanya sakit.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur PT Maxima Integra Tbk Joko Hartono Tirto dituntut seumur hidup dalam kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwasraya. Joko, antara lain, memfasilitasi kesepakatan yang membuat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merugi hingga Rp 16,8 triliun.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/9/2020), jaksa penuntut umum menguraikan, telah terjadi kesepakatan dan persetujuan tiga bekas unsur pimpinan PT Asuransi Jiwasraya (AJS), Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, serta Syahmirwan, dengan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat untuk mengatur dan mengendalikan investasi Jiwasraya di 21 reksa dana pada 13 manajemen investasi (MI). Kesepakatan dan persetujuan itu dilakukan melalui Joko.
Investasi tersebut merugi karena ditempatkan di saham-saham berisiko dan tidak likuid, yang di antaranya juga milik Benny dan Heru. Jaksa menyatakan, perbuatan Joko dilakukan dalam keadaan sadar dan dilandasi faktor kesengajaan.
Menurut jaksa, Joko Hartono terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Selama persidangan, jaksa tak menemukan alasan pembenar dan pemaaf yang dapat meringankan perbuatan Joko. Hal yang memberatkan adalah Joko tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
”Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Jakarta Pusat memutuskan menghukum terdakwa dengan hukum pidana seumur hidup dan menjatuhkan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bula kurungan,” kata anggota tim jaksa penuntut umum, Ardito Mawardi.
Atas tuntutan ini, Joko yang mendengarkan tuntutan melalui telekonferensi menyatakan akan mengajukan pleidoi. Sidang selanjutnya akan digelar 1 Oktober mendatang.
Seharusnya Joko dituntut bersamaan dengan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Namun, kuasa hukum keduanya menyatakan, Benny dan Heru terjangkit Covid-19 sehingga harus dirawat di Rumah Sakit Umum Adhyaksa, Jakarta. Mereka meminta majelis hakim menunda sidang tuntutan. Setelah bermusyawarah, Ketua Majelis Hakim Rosmina setuju untuk menunda sidang karena alasan kemanusiaan.
Kuasa hukum Benny Tjokrosaputro, Farid Muadz, juga meminta majelis hakim untuk memindahkan Benny agar mendapat perawatan lebih baik. Kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk, pun meminta hal yang sama. Ditambah lagi, Heru memiliki penyakit penyerta, yaitu jantung.
Ketua Majelis Hakim Rosmina tidak bisa mengabulkan permintaan ini. Pertimbangannya adalah pengawasan untuk terdakwa harus dilakukan selama 24 jam. Jika dipindahkan ke rumah sakit lain, pengawasan terhadap kedua terdakwa akan menjadi susah.
Kemarin, jaksa menuntut tiga bekas pemimpin PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, serta Syahmirwan. Hendrisman dituntut pidana penjara 20 tahun, Hary dituntut pidana penjara seumur hidup, sedangkan Syahmirwan dituntut pidana penjara 18 tahun.
Sebelumnya, dalam dakwaan, jaksa mengatakan, Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan (ketiganya bertindak selaku Komite Investasi PT AJS) telah menggunakan dana hasil produk PT AJS berupa produk nonsaving plan, produk saving plan, ataupun premi korporasi lebih kurang Rp 91,105 triliun untuk melakukan investasi saham, reksa dana, atau medium term note (MTN).
Dalam kurun 2008-2018, ketiganya bersepakat menyerahkan pengelolaan dana PT AJS itu kepada Benny Tjokro dan Heru Hidayat melalui Joko Hartono Tirto. Dana tersebut dialokasikan untuk saham-saham tanpa melalui mekanisme kajian dan analisis mendalam serta tidak dilakukan analisis kualitas dan kompetensi manajer investasi yang dipilih. Nota intern kantor pusat (NIKP) yang dibuat tidak menggambarkan kondisi faktual atas likuiditas saham yang dibeli, dijual kembali, dimiliki, ataupun ditempatkan di reksa dana PT AJS.
Berdasarkan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan, terjadi kerugian negara pada kasus Asuransi Jiwasraya mencapai Rp 16,807 triliun dalam periode tersebut. Kerugian itu terjadi dalam pembelian empat saham senilai Rp 4,65 triliun serta pembelian 21 reksa dana senilai Rp 12,157 triliun pada 13 manajer investasi. Selain itu, jaksa menyebut sejumlah penerimaan uang berjumlah miliaran rupiah oleh Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan (Kompas, 4/6/2020).