Citra Indonesia Sedang Jelek, Praktisi Humas Dituntut Bikin Narasi Optimistis
Konvensi Nasional Humas 2020 akan dilaksanakan pada 4-5 Desember 2020 secara virtual. Dalam konvensi ini, para praktisi hubungan masyarakat dituntut untuk adaptif, inovatif, dan kolaboratif.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktisi hubungan masyarakat dituntut untuk adaptif menghadapi perubahan selama pandemi. Narasi optimistis tentang Indonesia dinilai perlu untuk mengangkat citra negara di dunia. Selain itu, menguatkan kembali kampanye protokol kesehatan pun tidak kalah penting.
Gagasan itu mengemuka pada acara virtual Kick Off Road to Konvensi Nasional Humas (KNH), Rabu (23/9/2020). KNH tahun ini akan dilaksanakan secara daring pada 4-5 Desember 2020.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (BPP Perhumas) Agung Laksamana mengatakan, praktisi humas saat ini menghadapi empat tantangan. Keempatnya adalah tantangan pada era revolusi industri 4.0, era disruptif, era konvergensi, dan era pandemi. Tantangan tersebut bisa dihadapi jika praktisi humas adaptif.
”Kompetensi yang dibutuhkan adalah perilaku yang adaptif. Misalnya, kita harus bisa mengubah cara kerja menjadi kerja jarak jauh. Selain adaptasi, kita juga perlu berinovasi dengan membuka wawasan. Terakhir, humas perlu berkolaborasi dengan pihak multisektor,” kata Agung.
KNH dinilai sebagai platform yang tepat untuk meningkatkan kompetensi para praktisi humas. Konvensi ini rutin dilakukan Perhumas setiap tahun. Pada 2019, tema yang diangkat mengenai kearifan lokal, sedangkan pada 2018 tentang era revolusi industri 4.0.
Ketua Panitia KNH 2020 Boy Kelana Soebroto berharap agar KNH menjadi ajang berbagi ilmu, pengalaman, dan perspektif bagi para praktisi humas. KNH nanti akan membahas enam hal, yaitu tren global masa kini, upaya humas pemerintah membangun kepercayaan publik; strategi dan integrasi komunikasi; humas dan kredibilitas; media dan tanggung jawab sosial; serta tantangan komunikasi.
”Selain itu, praktisi humas harus mampu membuat narasi Indonesia yang baik. Ini peran kita untuk berkontribusi bagi bangsa, yakni menyebarkan optimisme dan semangat pantang menyerah,” kata Boy.
Narasi positif
Agung mengatakan, narasi positif tentang Indonesia selama pandemi diperlukan karena memengaruhi citra bangsa di mata dunia. Pada awal September 2020, sedikitnya 59 negara melarang warga Indonesia masuk ke negaranya karena kasus Covid-19 yang kian tinggi. Negara-negara itu, antara lain, adalah Amerika Serikat, Polandia, Denmark, Rusia, India, dan Malaysia.
Menurut daftar 100 Negara Teraman di Dunia dari Covid-19 oleh Forbes pada Juni 2020, Indonesia ada di urutan ke-97. Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Laos, dan Bahama. Adapun urutan teratas diduduki oleh Swiss, diikuti oleh Jerman, Israel, Singapura, Jepang, Austria, dan China.
Pada daftar yang sama versi September 2020, peringkat Indonesia naik ke urutan ke-79. Urutan teratas ditempati Jerman, Selandia Baru, Korea Selatan, Swiss, Jepang, Australia, dan China.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan, komunikasi publik tentang Covid-19 perlu kolaborasi antara pemerintah dan semua pihak, termasuk humas. Hingga kini, pemerintah masih gencar melakukan sosialisasi tentang protokol kesehatan; memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.
”Efektivitas (komunikasinya) kembali lagi ke perilaku masyarakat,” kata Bey.
Ketua Badan Pengurus Cabang Perhumas Bandung Nurlaela Arief mengatakan, efektivitas komunikasi tentang Covid-19 sangat tergantung dari peran pemimpin daerah. Pemimpin bertugas memberi panduan dan edukasi kepada masyarakat.
Pada dua bulan pertama virus korona masuk ke Indonesia, pola komunikasi pemerintah dinilai tidak peka terhadap kondisi krisis. Ini mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah (Kompas, 24/4/2020).