Kesepakatan 10 Juta Dollar bagi Pejabat Perlu Didalami
KPK diminta menyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara dugaan suap pengurusan fatwa ke MA yang melibatkan Joko Tjandra. Adanya kesepakatan 10 juta dollar AS bagi sejumlah pejabat perlu didalami.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan kesepakatan antara jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya, dan Joko Soegiarto Tjandra untuk memberikan dana sebesar 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 140 miliar bagi pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung perlu didalami. Sebab, hal itu dapat mengarahkan kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
Dalam berkas perkara Pinangki yang telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Pinangki didakwa dengan dakwaan kumulatif, yakni dugaan korupsi dan pencucian uang. Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menjelaskan, duduk perkara dari dakwaan itu adalah bahwa Pinangki membuat proposal ”Action Plan” yang diserahkan Andi kepada Joko Tjandra.
Pinangki bersama Anita Kolopaking, bekas pengacara Joko Tjandra, bersedia membantu pengurusan fatwa ke MA melalui Kejagung. Sebagai imbalan, selain menjanjikan uang 1 juta dollar AS atau sekitar Rp 14 miliar, Joko S Tjandra bersama Pinangki dan Andi sepakat untuk memberikan uang 10 juta dollar AS atau Rp 140 miliar kepada pejabat di Kejagung dan MA guna mengurus permohonan fatwa MA.
Dari informasi yang diterima Kompas mengenai ”Action Plan” tersebut, direncanakan bahwa kejaksaan akan mengajukan permohonan fatwa kepada MA terhadap adanya kekosongan hukum pelaksanaan eksekusi putusan peninjauan kembali (PK) oleh jaksa penuntut umum (JPU) setelah putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2016 yang menyatakan JPU tidak bisa mengajukan permohonan PK. Berdasarkan fatwa MA itu, kejaksaan akan menerbitkan surat edaran sebagai pedoman selanjutnya.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak ketika dihubungi, Minggu (20/9/2020), mengatakan, terhadap Pinangki memang terdapat tiga tuduhan, yakni dugaan suap, dugaan pencucian uang, dan dugaan permufakatan jahat. Sejauh ini, konstruksi hukum untuk dugaan suap dan pencucian uang cukup jelas.
”Namun, yang berkaitan dengan permufakatan jahat ini masih perlu pendalaman karena berarti terdapat lebih dari 1 orang. Publik menunggu siapa saja yang terlibat di situ,” kata Barita.
Dugaan terjadinya permufakatan jahat tersebut mengemuka karena kasus yang ditangani kejaksaan erat terkait dengan kasus yang ditangani kepolisian. Keterlibatan antara oknum penegak hukum, advokat, pengusaha, serta politisi dalam kasus-kasus itu memperlihatkan benang merah adanya mafia atau sindikat hukum.
Barita berharap dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dapat terungkap di persidangan. Melalui sidang pula, publik dapat menilai sejauh mana keseriusan penegak hukum yang dapat dilihat melalui konstruksi dakwaan. Menurut rencana, sidang terhadap Pinangki akan dilaksanakan pada 23 September mendatang.
Dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dapat terungkap di persidangan. Melalui sidang pula, publik dapat menilai sejauh mana keseriusan penegak hukum yang dapat dilihat melalui konstruksi dakwaan.
Selain dari persidangan, menurut Barita, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat dengan melakukan penyelidikan. Terlebih, KPK telah melakukan gelar perkara dengan mengundang kejaksaan dan kepolisian.
”Semakin publik tidak puas dalam proses pengungkapan kasus ini, maka semakin besar dorongan untuk mencari alternatif agar kasus itu bisa diungkap,” ujar Barita.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman mengatakan, jika penyidik mau menelusuri dugaan permufakatan jahat karena adanya kesepakatan dana 10 juta dollar AS bagi pejabat di MA dan Kejagung, pihak-pihak lain yang terlibat kemungkinan akan dapat terungkap. Hal itu sesuai dengan informasi yang diterima MAKI, seperti sebutan ”bapakmu” atau ”bapakku”, serta ”king maker”.
Selain itu, MAKI juga menerima informasi adanya inisial nama yang diduga terkait dengan pengurusan fatwa MA, yakni T, DK, BR, HA, dan SHD, serta PG. Nama-nama itu telah disampaikan Boyamin kepada KPK.
Jika penyidik mau menelusuri dugaan permufakatan jahat karena adanya kesepakatan dana 10 juta dollar AS bagi pejabat di MA dan Kejagung, pihak-pihak lain yang terlibat kemungkinan akan dapat terungkap.
Menurut Boyamin, pihaknya sengaja menyampaikan informasi itu ke KPK karena saat ini yang paling bisa diharapkan untuk mengungkap pihak-pihak lain adalah KPK. Sementara Kejagung dinilainya tampak terburu-buru melimpahkan berkas Pinangki ke pengadilan dan ingin segera terlepas dari beban menangani Pinangki.
”Kalau informasi ini saya sampaikan ke Kejagung pun rasanya tidak akan
menambah apa-apa. Jadi, harus ke KPK dengan harapan, selain sebagai bahan
supervisi, informasi itu bisa menjadi bahan penyelidikan atau bahkan penyidikan baru,” kata Boyamin.
Boyamin mengatakan, meskipun saat ini penyidik dari Kejagung masih melengkapi berkas perkara tersangka Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra, konstruksi hukumnya akan sama dengan berkas perkara Pinangki. Dengan demikian, informasi tentang nama-nama yang dimilikinya tidak akan mengubah penanganan perkara tersebut.