Transparansi Kejagung dalam Pengusutan Pelarian Joko Tjandra Ditunggu
Kejaksaan Agung dinilai tidak seresponsif Polri menangani dugaan keterlibatan oknum di lembaganya dalam kasus pelarian Joko Tjandra. Komisi Kejaksaan masih menanti akses atas dokumen pemeriksaan jaksa Pinangki.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO dan PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung dituntut transparan dalam mengungkap kasus pelarian Joko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, yang diduga melibatkan oknum di kejaksaan. Pelibatan Komisi Kejaksaan dinilai penting guna memastikan penegakan hukum tak pandang bulu. Apalagi, langkah kejaksaan mengusut kasus ini dinilai tak seresponsif Polri.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, dihubungi di Jakarta, Jumat (7/8/2020), mengatakan, transparansi amat dibutuhkan agar penyelesaian kasus Joko Tjandra di internal Kejaksaan Agung berlangsung obyektif. Apalagi, menurut Abdul, tak tertutup kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain, selain Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Dugaan tersebut menegaskan pentingnya pelibatan Komisi Kejaksaan (Komjak).
Dugaan pertemuan Pinangki dan Joko Tjandra dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komjak, Jumat (24/7/2020). Ini berdasarkan foto Joko bersama Pinangki yang diperoleh MAKI. Di foto lainnya, Joko dan Pinangki berfoto bersama Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko. Selain bukti foto, MAKI juga menyerahkan foto dokumen perjalanan Pinangki dan Anita, dari Jakarta ke Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November 2019.
Abdul menilai, seharusnya Kejagung terbuka ketika Komjak ingin memeriksa Pinangki atau memperoleh dokumen laporan hasil pemeriksaan (LHP) Pinangki dari Jamwas.
Seperti diberitakan, Komjak tak mendapat akses memeriksa Pinangki. Komjak menerima surat yang diteken atasan Pinangki, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejagung Bambang Sugeng Rukmono yang menyebut Pinangki tak bisa hadir karena ia telah diperiksa Jaksa Agung Muda Pengawasan. Komjak juga belum mendapat LHP Pinangki (Kompas, 6/8/ 2020).
Kemarin, Ketua Komjak Barita Simanjuntak mengatakan, masih akan menagih LHP Pinangki. Setelah Pinangki tak memenuhi panggilan Komjak untuk kedua kalinya, mereka belum menjadwalkan lagi pemeriksaan Pinangki.
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, mekanisme yang berlaku selama ini, jika ada pengaduan terhadap jaksa yang telah ditindaklanjuti Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung, Komjak cukup meminta hasil tindaklanjut itu dari Jamwas.
”Ini agar tidak terjadi duplikasi pemeriksaan terhadap jaksa itu,” tambahnya.
Komjak, ia melanjutkan, punya kewenangan meminta tindak lanjut pemeriksaan berdasarkan Pasal 4 Huruf c Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan. Di sana disebutkan, Komjak punya kewenangan meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan masyarakat tentang kinerja dan perilaku jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan.
Berangkat dari mekanisme itu, dalam kasus Pinangki, Kejagung menilai Komjak tak perlu memeriksa ulang Pinangki. Sebab, Kejagung telah memeriksanya dan laporan hasil pemeriksaannya telah selesai. Dari hasil pemeriksaan itu, Pinangki dijatuhi hukuman berat berupa pembebasan dari jabatan struktural. Sementara untuk dugaan pidana oleh Pinangki telah ditindaklanjuti Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung.
”Nantinya LHP (laporan hasil pemeriksaan) Pinangki tersebut akan disampaikan kepada Komisi Kejaksaan,” katanya.
Tak seresponsif Polri
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, melihat Kejagung tak responsif seperti Polri. Bahkan dengan melihat kompleksnya kasus ini dan diduga banyak oknum terlibat, ia mengusulkan pembentukan tim koordinasi.
Tim terdiri dari tiga institusi penegak hukum, yakni Bareskrim Polri, Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM. Tim dipimpin Bareskrim.
Kemarin, Bareskrim Polri telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Joko Tjandra untuk dua kasus pidana lain yang diduga melibatkannya. Dengan begitu, Joko akan dipindahkan dari Rutan Salemba Cabang Bareskrim Polri ke Lembaga Pemasyarakatan Salemba.
Sebelumnya, penyidik memeriksa Joko untuk kasus pembuatan surat jalan bagi Joko Tjandra dan perlindungan terhadap Joko saat masih buron. Untuk kasus ini, dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo yang menerbitkan surat jalan untuk Joko Tjandra dan Anita Kolopaking, kuasa hukum Joko Tjandra.
Selain itu, keterangan Joko dibutuhkan terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam penghapusan Joko Tjandra dari red notice Interpol. Terkait kasus ini, polisi telah meningkatkannya ke tahap penyidikan. Namun, belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Terkait kasus dugaan pidana korupsi itu, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, penyidik akan segera gelar perkara. ”Minggu depan kami akan gelar perkara dalam rangka penetapan tersangka untuk kasus tipikor dengan mengundang rekan-rekan dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk ikut langsung,” kata Listyo.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK siap memenuhi undangan Polri. ”Sebagaimana pernah kami sampaikan, KPK siap berkoordinasi dan bersinergi dengan Polri terkait kasus Joko Tjandra. Karena itu, KPK tentu akan hadir jika nanti ada undangan untuk kegiatan dimaksud,” kata Ali.
Bongkar kejahatan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komjak sepakat melindungi saksi kunci dalam kasus pelarian Joko Tjandra. Ini termasuk kuasa hukum Anita Kolopaking dan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Namun, syaratnya, mereka harus bersedia menjadi saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan (justice collaborator).
Kesepakatan itu diambil setelah beberapa komisioner Komjak mendatangi Kantor LPSK, Kamis (6/8/2020). Pertemuan yang berlangsung sekitar tiga jam itu dimanfaatkan LPSK dan Komjak bertukar informasi tentang kasus Joko Tjandra.
”LPSK dan Komisi Kejaksaan mendukung penuh aparat penegak hukum untuk membongkar kasus Joko Tjandra. Kami meyakini, Anita dan Pinangki bisa menjadi pintu masuk pengusutan kasus tersebut,” ujar Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
Anggota Komjak, Witono, mengatakan, peran LPSK sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap saksi dalam kasus Joko Tjandra dan tidak hanya terbatas pada Anita atau Pinangki.
”Jika ingin kasus ini terbongkar secara terang, para saksi pasti membutuhkan perlindungan agar bisa memberikan keterangan tanpa rasa takut di hadapan aparat penegak hukum,” kata Witono.