Jakob Oetama dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Sikap dan pemikirannya, seperti tentang pers yang ikut memberikan solusi, mesti dilanjutkan.
Oleh
SHR/SPW/SKA/FRD/KRN/DIV/DAN/FAI/ERK/HAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan upacara pemakaman kenegaraan, Jakob Oetama dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (10/9/2020). Warisan pemikiran dan teladan pendiri Kompas Gramedia dan Pemimpin Umum Harian Kompas itu semestinya terus dijaga dan dilanjutkan.
Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009 dan 2014-2019, M Jusuf Kalla, menjadi inspektur upacara pemakaman Jakob di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Jakob mendapatkan Bintang Mahaputra kelas III (Bintang Utama) pada 1973.
Sebelum Jakob dimakamkan dengan upacara kenegaraan, keluarga yang diwakili Irwan Oetama menyerahkan jenazahnya kepada negara yang diterima oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo. Hadir dalam acara yang dilakukan dengan protokol kesehatan ketat di halaman Gedung Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta, itu, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar, serta Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menelepon Lilik Oetama, putra Jakob, untuk menyampaikan belasungkawa. ”Saya sampaikan dukacita yang mendalam atas kepergian Pak Jakob. Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya dan keluarga diberikan ketabahan dan ikhlas menerimanya,” ujar Presiden. Lilik membenarkan bahwa Presiden telah menghubunginya.
Presiden Joko Widodo: Saya sampaikan dukacita yang mendalam atas kepergian Pak Jakob.
Tidak hanya menghantam
Sebelum diserahkan kepada negara untuk dimakamkan, dilakukan misa pelepasan jenazah Jakob di lobi Gedung Kompas Gramedia. Misa dipimpin oleh Sindhunata SJ dan Lasber Livinus Sinaga CICM.
Dalam khotbahnya, Sindhunata menyebut Jakob tak pernah berhenti gelisah. Kegelisahan ini adalah perwujudan dari pribadi sebagai orang yang tidak pernah merasa mapan dalam hidup. ”(Jakob) belum berhenti gelisah sejauh Kompas belum benar-benar menjadi koran yang menjadi andalan. Koran yang bisa ikut membangun dan menegakkan bangsa. Ia gelisah sejauh karyawannya belum sejahtera seperti apa yang diimpikannya,” tutur Sindhunata.
Menurut Jusuf Kalla, Jakob adalah insan pers berpengaruh dan berperan besar bagi persatuan bangsa. Gaya jurnalistik Jakob yang mengoreksi pemerintah secara santun dan mengandung solusi perlu jadi ilham pelaku media masa kini.
”Sikapnya ke bangsa ini, yang walaupun mengoreksi, ia tetap sopan dan memberi solusi, tidak (sekadar) menghantam. Untuk insan pers muda agar bisa mempelajari dan mengikuti jejak beliau,” kata Kalla.
Kalla mengaku kerap berdiskusi dengan Jakob mengenai kondisi negara. Dari diskusi itu, ia menyimpulkan Jakob sebagai orang yang berkeinginan kuat agar Indonesia menjadi bangsa yang maju dan utuh. ”Ada banyak momen dengan beliau. Dia adalah orang yang mau lihat (sisi) positif dari bangsa agar bangsa ini maju,” ujarnya.
Pluralis dan egaliter
Boy Rafli Amar mengenang Jakob sebagai sosok yang pluralis dan egaliter. Menurut dia, Jakob adalah sosok yang menghargai sesama dan mempromosikan nilai-nilai nondiskriminatif. ”Indonesia sangat terbantu dengan pemikiran beliau,” kata Boy.
Direktur Pelaksana Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Bank Dunia Mari Elka Pangestu dari Washington DC, Amerika Serikat, juga menyampaikan dukacita atas meninggalnya Jakob. ”Dari saat menjadi ekonom muda sampai jadi menteri, saya selalu mendapat masukan dan insights dari beliau. Beliau dan Kompas selalu jadi tempat bersandar untuk sharing ideas dan juga tempat menerima kritik konstruktif dan masukan,” ujarnya.
”Saya cukup lama kenal Jakob Oetama, kadang diajak sarapan pagi. Bagi saya, Jakob Oetama adalah orang beradab dan mau berpikir soal kemajuan buat Indonesia dengan segala kehati-hatiannya,” ujar penulis dan pegiat jurnalisme, Andreas Harsono.
Menurut Andreas, Jakob tak pernah mau membenarkan pembredelan media, termasuk ketika media Detik, Editor, dan Tempo dibredel pada 1994.
Saat itu, Jakob, sebagai Ketua Pelaksana Harian Dewan Pers, ketika menjadi saksi dalam perkara gugatan terhadap Menteri Penerangan atas pencabutan surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP) majalah Tempo, mengatakan, Dewan Pers hanya mengusulkan ”teguran” kepada ketiga media itu, bukan pembunuhan media. ”Ini bukan sikap yang mudah pada zaman itu,” ujar Andreas.
Mewakili pihak keluarga, Irwan Oetama mengucapkan terima kasih kepada semua pelayat dan warga sekitar yang telah melayat dan membantu jalannya prosesi dari Rabu hingga Kamis. Irwan juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah karena pada 1973 telah memberikan tanda kehormatan Bintang Mahaputra.
”Selamat jalan, Bapak. Biarlah semua ucapan, tulisan, nasihat yang selama ini Bapak berikan kepada kami, cucunya, kolega, dan teman menjadi warisan, spirit, dan roh buat kehidupan kami selanjutnya,” ujar Irwan.