Lembaga Independen Optimalkan Pengawasan Data Pribadi
Kehadiran lembaga independen dinilai penting untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap perlindungan data pribadi. Namun, pembentukan lembaga mesti pula mempertimbangkan sejumlah persoalan lembaga di Tanah Air.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran lembaga independen dinilai penting untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap perlindungan data pribadi, apalagi tak sedikit data pribadi yang diproses pemerintah ataupun pihak swasta.
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat tengah mengkaji urgensi kehadiran lembaga tersebut untuk diatur dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang saat ini tengah dibahas dengan pemerintah.
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar dalam diskusi bertajuk ”Urgensi Otoritas Pengawas Independen dalam Perlindungan Data Pribadi”, Senin (10/8/2020), mengatakan, keberadaan lembaga independen tersebut penting untuk dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
Alasannya, dibutuhkan lembaga khusus untuk mengawasi pelaksanaan RUU PDP setelah disahkan, apalagi banyak data pribadi yang diproses pemerintah dan juga pihak swasta. Apabila tidak ada lembaga independen, dikhawatirkan fungsi pengawasan tak optimal.
Lembaga itu, Wahyudi melanjutkan, bertugas memastikan perlindungan data pribadi dan kepatuhan pemegang data, baik individu, badan usaha, maupun institusi negara, terhadap hukum perlindungan data. Jika ada yang melanggar, lembaga itu pula yang diharapkan menindaknya. Karena itu, lembaga harus dibekali kewenangan investigasi dan menindak.
Selain itu, lembaga diharapkan berfungsi pula meningkatkan kesadaran segenap pihak akan pentingnya perlindungan data pribadi, konsultasi, dan pengembangan jaringan.
Model lembaga
Menurut Wahyudi, ada sejumlah model yang dapat diadopsi terkait bentuk lembaga itu. Salah satunya multilembaga yang dibentuk sesuai kewenangan yang diatur undang-undang. Model ini diadopsi sejumlah negara, yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Taiwan.
Model lainnya, model otoritas dual, yaitu memisahkan antarlembaga yang memiliki kewenangan hampir serupa, seperti Ombudsman dan Komisi Informasi. Model itu banyak diadopsi di Eropa, misalnya di Austria dan Belgia.
Opsi lain, model otoritas tunggal, yaitu satu badan yang secara khusus menangani akses informasi publik sekaligus perlindungan privasi. Model ini di antaranya diterapkan di Jerman, Swiss, Hongaria, dan Irlandia.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Charles Honoris, mengatakan, pembentukan otoritas independen termasuk yang dipertimbangkan Komisi I DPR dan pemerintah untuk masuk dalam RUU PDP. Keberadaan lembaga independen dipertimbangkan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi serta implementasi UU PDP.
Persoalan lembaga
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengingatkan, jika memang akan ada lembaga independen, harus diatur detail koordinasi dan supervisi dengan lembaga lain.
Sebab, jika kewenangan lembaga ini tidak kuat, bisa jadi instansi lain yang dipanggil untuk pemeriksaan tidak akan menghiraukan. Apalagi selama ini, masih ada ego sektoral yang tinggi antarlembaga negara.
Selain itu, perlu pula dipertimbangkan opsi lain, seperti lembaga independen cukup dibentuk dari gabungan lembaga yang sudah ada, seperti Dewan Pers, Komisi Informasi dan Penyiaran. Sebab, selama ini, pembentukan lembaga negara baru selalu menyisakan masalah, dari mulai persoalan anggaran hingga kewenangan.
Adapun Senior Manager of Public Policy and Government Relations Gojek Group Ardhanti Nurwidya mengatakan, sebagai perusahaan yang bergerak di ekonomi digital, Grup Gojek berharap perumusan aturan perlindungan data pribadi memperhatikan terutama usaha mikro, kecil, dan menengah hingga usaha rintisan.
”Dalam penyusunan aturan diharapkan melibatkan diskusi publik-swasta,” katanya.