Indikasi gratifikasi dalam kasus Pinangki, jaksa yang diduga bertemu Joko Tjandra saat masih buron, naik ke tahap penyidikan. Ini setelah penyidik menelaah hasil pemeriksaan terhadap Pinangki.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indikasi gratifikasi dalam kasus pelarian Joko Tjandra, yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, menguat. Direktorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan. Komisi Kejaksaan meyakini, tidak butuh waktu lama bagi penyidik untuk menetapkan tersangkanya.
Peningkatan kasus ke tahap penyidikan disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Senin (10/8/2020).
Ia mengatakan, tim penyidik telah menelaah laporan hasil pemeriksaan (LHP) terhadap Pinangki. Dari telaahan itu, tim menyimpulkan LHP Pinangki menjadi bukti permulaan dugaan terjadinya peristiwa tindak pidana gratifikasi sehingga perkara ditingkatkan ke penyidikan.
Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-47/F.2/ Fd,2/08/2020 guna melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.
Setelah dinaikkan ke tahap penyidikan, penyidik telah memeriksa tiga orang. Mereka ialah Pinangki, Anita Kolopaking, dan Joko Tjandra. Namun, status ketiganya masih saksi. Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi itu.
Selain ketiganya, penyidik sebenarnya dijadwalkan memeriksa dua saksi lain, yaitu Irfan dan Rahmat, tetapi keduanya tidak hadir, Senin. Irfan beralasan sakit, sedangkan Rahmat berhalangan hadir. Pemeriksaan keduanya akan dijadwalkan ulang yang kemungkinan besar dilakukan minggu depan. ”Kalau dua saksi itu bisa kami periksa, harusnya mendapatkan data yang signifikan,” katanya.
Foto bersama
Rekam jejak Pinangki dalam kasus pelarian Joko salah satunya terlihat dari foto bersama Pinangki dan Joko yang pernah dilaporkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan, sekitar tiga pekan lalu. Dalam foto lainnya, Pinangki dan Joko terlihat sedang bersama Anita, bekas kuasa hukum Joko yang kini telah ditahan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Koordinator MAKI menduga pertemuan terjadi di Malaysia, sekitar tahun 2019.
Foto ini kemudian ditelusuri oleh Kejagung. Hasil penelusuran, Pinangki diketahui sembilan kali ke luar negeri, di antaranya ke Singapura dan Malaysia, tanpa izin pimpinan. Akibatnya, Pinangki dicopot dari jabatannya. LHP Pinangki oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan lantas diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus untuk ditelusuri kemungkinan adanya dugaan tindak pidana dari pertemuan Pinangki dan Joko, pekan lalu.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak meyakini, setelah ditingkatkan ke penyidikan, tak akan lama lagi penyidik menetapkan tersangkanya.
”Kalau sudah tahap penyidikan, mestinya penetapan tersangka tidak terlalu lama sebab oknum-oknumnya, seperti Joko Tjandra dan Anita Kolopaking, sudah ada, dan berputar di situ saja. Coba bandingkan dengan kasus besar yang rumit seperti kasus Asuransi Jiwasraya yang bisa cepat diproses oleh kejaksaan, sementara ini, kan, perkara sederhana,” ujarnya.
Adapun terkait permintaan LHP Pinangki oleh Komisi Kejaksaan, Barita mengatakan, pihaknya telah menerimanya. LHP itu akan ditelaah dan, menurut rencana, pekan depan, Komisi Kejaksaan sudah bisa mengeluarkan rekomendasi terkait pelaporan MAKI terhadap pertemuan Pinangki dan Joko.
Pinangki termasuk satu di antara empat nama yang disampaikan MAKI ke Bareskrim Polri, Senin, karena diduga memiliki keterkaitan dengan Joko dan dua tersangka dalam kasus pelarian Joko, yakni Anita dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Pinangki ditengarai menjadi orang yang mengajak Anita untuk menjadi kuasa hukum Joko Tjandra. Pinangki diduga terbang dua kali ke Kuala Lumpur untuk bertemu Joko, yaitu pada 12 dan 25 November 2019. Pada kepergiannya yang kedua, ia terbang bersama Anita.
Dalam dua perjalanannya ke Kuala Lumpur itu, Pinangki juga ditemani RS. RS pun diduganya turut mengajak agar Anita menjadi kuasa hukum Joko.
Selain Pinangki dan RS, dua nama lain yang disampaikannya ke Bareskrim Polri berinisial TS dan VS. TS, menurut Boyamin, diduga mengundang Prasetijo agar diperkenalkan dengan pejabat di Divisi Hubungan Internasional Polri yang membawahkan NCB Interpol Indonesia pada April 2020.
Seperti diketahui, nama Joko hilang dari daftar pencarian orang (DPO) Interpol sehingga dia dapat melenggang keluar-masuk Indonesia, Juni lalu. Kasus ini pun sedang disidik oleh Bareskrim. Bareskrim menduga ada dugaan suap dan gratifikasi di balik penghapusan nama Joko dari DPO Interpol.
Terkait VS, Boyamin menerima informasi orang ini adalah rekan bisnis Joko. VS diduga ikut dalam pesawat carter yang juga ditumpangi Joko dengan Prasetijo saat bepergian Jakarta-Pontianak, Kalimantan Barat.
Ia menekankan, keempat nama yang disampaikannya ke Bareskrim itu belum tentu terlibat atau tidak terlibat sama sekali, tetapi keterangannya dapat menambah atau memperkuat alat bukti yang dimiliki penyidik.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, Polri terbuka terhadap setiap laporan publik. Setiap laporan akan dievaluasi. Jika memang ada benang merahnya dengan kasus yang ditangani penyidik, polisi pasti akan menelusurinya.
Ia pun menegaskan, siapa pun yang terlibat dalam kasus pelarian Joko Tjandra akan ditindak. ”Kami tidak ada pesanan atau tekanan dari mana pun. Jadi, siapa pun yang terlibat dalam kasus ini dan tertuang dalam berita acara, pasti akan dikejar dan ditelusuri penyidik,” kata Awi.