Jaksa Agung Muda Pembinaan menolak permintaan Komisi Kejaksaan untuk memeriksa Pinangki, jaksa yang diduga bertemu Joko Tjandra saat masih buron. Permintaan berkas hasil pemeriksaan terhadap Pinangki pun belum dipenuhi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Muda Pembinaan menolak permintaan Komisi Kejaksaan untuk memeriksa Pinangki Sirna Malasari, jaksa yang diduga bertemu terpidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra, saat masih buron. Permintaan berkas hasil pemeriksaan Jaksa Agung Muda Pengawasan terhadap Pinangki pun belum dipenuhi kejaksaan hingga kini. Sikap kejaksaan ini dipertanyakan dan berisiko mengundang kecurigaan publik.
Pinangki menurut rencana diperiksa Komisi Kejaksaan (Komjak), Rabu (5/8/2020), terkait laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) bahwa ia diduga bertemu Joko Tjandra saat masih buron. Laporan dengan disertai bukti foto bersama Pinangki dan Joko diserahkan MAKI ke Komjak hampir dua pekan lalu atau persisnya pada Jumat (24/7/2020).
Namun, Pinangki tak memenuhi panggilan Komjak tersebut. Ini berarti kedua kalinya ia tidak memenuhi panggilan Komjak. Pada Kamis (28/7/2020), Pinangki juga tidak hadir saat dipanggil Komjak.
Ketua Komjak Barita Simanjuntak saat dihubungi, Rabu, mengatakan, ketidakhadiran Pinangki disampaikan melalui surat yang diteken atasan Pinangki, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) Bambang Sugeng Rukmono. Pinangki disebut tidak bisa hadir karena ia telah diperiksa Jaksa Agung Muda Pengawasan.
Adapun permintaan Komjak atas berkas hasil pemeriksaan terhadap Pinangki belum juga dipenuhi oleh Kejagung. Komjak, menurut Barita, sudah memintanya sejak pekan lalu.
Sikap Kejagung ini pun dipertanyakannya. Sebab, menurut dia, tidak sulit bagi pimpinan Kejagung memerintahkan Pinangki agar memenuhi panggilan Komjak. Begitu pula penyerahan berkas hasil pemeriksaan Pinangki yang dinilainya sebagai hal sederhana.
Ia khawatir sikap Kejagung tersebut justru mengundang kecurigaan dari publik. Kejaksaan juga bisa dinilai tidak transparan dan akuntabel dalam mengusut kasus Pinangki. ”Ini yang kita tidak inginkan,” katanya.
Serahkan ke Presiden
Sekalipun gagal memeriksa Pinangki dan dokumen pemeriksaan belum diterima, Barita memastikan pemeriksaan tidak akan berhenti.
Komjak bisa menggunakan dokumen lain, seperti sistem prosedur penanganan perkara, kode etik kejaksaan, dan pedoman perilaku kejaksaan, sebagai dasar pengambilan rekomendasi.
Di dalam rekomendasi nanti, ia melanjutkan, Komjak akan melampirkan surat Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan yang tidak merestui Komjak untuk memeriksa Pinangki.
”Rekomendasi kami nanti disampaikan kepada Presiden. Presiden punya evaluasi sendiri. Dia, kan, bisa perintahkan Jaksa Agung untuk segera seperti apa penyelesaiannya. Itu kemungkinannya,” ucap Barita.
Terkait persoalan yang dihadapi Komjak itu, Kompas telah berulang kali menghubungi Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono untuk meminta penjelasan. Namun, ia tidak merespons.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, melihat, sejauh ini pimpinan Kejagung belum terlihat responsif untuk menuntaskan kasus terkait Joko Tjandra yang diduga melibatkan oknum di internalnya.
”Polri, kan, sudah jelas yang dilakukan. Namun, kami belum melihat langkah pimpinan kejaksaan seresponsif yang dilakukan pimpinan Polri. Kami menginginkan agar kejaksaan sama responsif dengan pimpinan Polri,” kata Arsul.
Panggilan kedua Anita
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono mengatakan, salah satu tersangka kasus surat jalan Joko Tjandra, Anita Kolopaking, dijadwalkan diperiksa pada Jumat (7/8/2020). Ini menjadi pemanggilan kedua setelah pemanggilan pertama pada Selasa (4/8/2020) ia tidak hadir.
Anita menjadi tersangka dalam kasus surat jalan bersama Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo. Prasetijo yang menerbitkan surat jalan untuk Joko.
Dalam diskusi bertajuk ”Pasca-Penangkapan Joko Tjandra: Apa yang Harus Dilakukan?”, Rabu, pengajar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, berharap Presiden Joko Widodo melakukan pembenahan menyeluruh terhadap aparat penegak hukum, terutama kepolisian dan kejaksaan.
Ini penting karena dalam kasus Joko Tjandra, sejumlah oknum aparat menyalahgunakan kewenangannya untuk membantu pelarian Joko.
”Menurut saya, Presiden harus membuat time frame (jangka waktu) dan langkah konkret dengan output yang jelas. Kalau tidak, ya, tidak akan ke mana-mana,” katanya.
Pembicara lainnya, pengajar hukum dari Universitas Indonesia, Choky R Ramadhan, menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya ikut mengusut dugaan aliran dana dari Joko untuk membantu pelariannya. ”KPK bisa minta bantuan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk melacak apakah ada aliran uang dari Joko Tjandra untuk memuluskan pelariannya. Itu yang kita tunggu,” ujarnya.