Serahkan Bukti Tambahan, MAKI Desak Jaksa Pinangki Diproses Hukum
MAKI menyerahkan bukti baru tentang dugaan pertemuan jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan buron Joko S Tjandra di Malaysia. Kejaksaan berharap agar kasus tersebut dibawa ke ranah pidana, tak sekadar pelanggaran etik.
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia memberikan bukti tambahan kepada Komisi Kejaksaan perihal pertemuan jaksa Pinangki Sirna Malasari dengan terpidana buronan Joko Tjandra di Malaysia. Dengan bukti ini, penindakan terhadap jaksa tersebut diharapkan dilanjutkan ke ranah pidana. Sebab, ada dugaan jaksa melanggar Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 221 KUHP mengatur tentang larangan menyembunyikan ataupun memberikan pertolongan kepada seseorang untuk menghindari penyidikan dan/atau penahanan oleh penegak hukum.
Sanksi yang dijatuhkan Kejaksaan Agung kepada jaksa Pinangki dinilai kurang tegas.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, sanksi yang dijatuhkan Kejaksaan Agung kepada jaksa Pinangki kurang tegas. Setelah terbukti melakukan perjalanan ke luar negeri sebanyak 9 kali, Pinangki yang menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung dicopot dari jabatannya. Pinangki hanya terbukti melakukan pelanggaran adminstratif, yaitu pergi ke luar negeri tanpa izin atasan.
”Sanksi pencopotan yang dijatuhkan saat ini itu hanya didasarkan pada perjalanan ke luar negeri sebanyak 9 kali tanpa izin dari atasan. Belum pada substansi pertemuan Pinangki bersama buronan kejaksaan,” kata Boyamin.
Oleh karena itu, MAKI menyerahkan bukti-bukti lain yang lebih valid kepada Komisi Kejaksaan. Bukti yang diserahkan itu di antaranya foto dokumen perjalanan Pinangki bersama kuasa hukum Joko Tjandra, Anita Kolopaking, pada 25 November 2019 menggunakan pesawat Garuda GA 820 jurusan Jakarta-Kuala Lumpur keberangkatan pukul 08.20.
”Atas dasar bukti ini, kami meminta Komisi Kejaksaan membuat rekomendasi pemecatan dengan tidak hormat dari aparatur sipil negara (ASN) terhadap Pinangki apabila dugaan pertemuannya dengan Joko Tjandra terbukti,” kata Boyamin.
Atas dasar bukti ini, kami meminta Komisi Kejaksaan untuk membuat rekomendasi pemecatan dengan tidak hormat dari aparatur sipil negara (ASN) terhadap Pinangki apabila dugaan pertemuannya dengan Joko Tjandra terbukti (Boyamin Saiman)
Boyamin juga meyayangkan alasan Kejaksaan Agung yang mengatakan bahwa pertemuan Pinangki dengan Joko Tjandra harus diklarifikasi oleh Joko Tjandra. Menurut Boyamin, hal tersebut tidak perlu karena sudah ada keterangan dari Anita Kolopaking selaku kuasa hukum Joko Tjandra. Keterangan Anita ini seharusnya sudah cukup karena mereka bersama-sama saat menemui Joko Tjandra.
Sebelumnya, Kejagung menyatakan bahwa pihaknya masih menelusuri dugaan pertemuan jaksa Pinangki dengan Joko.
Boyamin berharap bukti tambahan yang diserahkan kepada kejaksaan itu dapat menjadi penguat apabila yang bersangkutan mengelak tentang pertemuan dengan Joko Tjandra di Malaysia. Bukti tersebut juga diharapkan menjadi bahan bagi Komisi Kejaksaan untuk menjatuhkan sanksi tegas bagi Jaksa Pinangki.
Mencoreng wajah penegak hukum
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Yenti Garnasih mengatakan, dengan bukti tersebut, Kejagung sebenarnya dapat mengembangkan kasus tersebut ke ranah pidana. Tindakan jaksa Pinangki, menurut Yenti, sangat mencoreng wajah aparat penegak hukum. Bagaimana mungkin, seorang jaksa, bertemu dengan terpidana dan buronan yang dicari oleh institusinya sendiri. Atas perbuataan itu, Pinangki sudah dapat dijerat dengan Pasal 221 KUHP tentang menyembunyikan dan menghalang-halangi penahanan pelaku kejahatan.
”Kejaksaan harus mencontoh sikap tegas yang dilakukan Polri. Selain menjatuhkan sanksi disiplin, Polri juga sudah menyidik ke tindak pidana. Itu merupakan langkah tegas bagi penegak hukum yang telah merusak hukum,” tegas Yenti.
Kejaksaan harus mencontoh sikap tegas yang dilakukan Polri. Selain menjatuhkan sanksi disiplin, Polri juga sudah menyidik ke tindak pidana. Itu merupakan langkah tegas bagi penegak hukum yang telah merusak hukum.
Jabatan Pinangki sebagai penegak hukum itu, kata Yenti, juga dapat menjadi pemberat hukuman dalam tindak pidana yang dia lakukan. Kejadian ini adalah sebuah tamparan keras bagi institusi penegak hukum. Sehingga, seharusnya kejaksaan harus tegas dan transparan. Kejaksaan diharapkan tidak perlu menutup-nutupi hanya untuk menyelamatkan oknum tertentu. Ada hal yang lebih penting yang perlu dilakukan kejaksaan, yaitu penyelamatan dan pemulihan kepercayaan publik.
Baca juga: Joko Tjandra Tak Hadir Saat Sidang, Permohonan PK Kandas
Yenti juga mengatakan, bila ingin membawa kasus tersebut ke ranah hukum, ada banyak bukti yang bisa dicari. Misalnya foto-foto pertemuan, dokumen penerbangan, rekaman CCTV, dan juga perbuatan permulaan yang membuat jaksa tersebut dicopot dari jabatannya. Kejaksaan jangan hanya menggunakan keterangan Joko Tjandra sebagai bukti. Sebab, apabila didapatkan, keterangan itu adalah bukti yang sangat lemah.
”Mengapa harus memaksakan mencari bukti yang lemah jika ada bukti-bukti lain yang lebih kuat?” terang Yenti.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, dokumen baru yang diserahkan MAKI akan menjadi bukti pelengkap terhadap laporan sebelumnya. Komisi Kejaksaan akan mendalami apa alasan Jaksa Pinangki bertemu terpidana buron Joko Tjandra.
”Oleh karena itu, kami juga memerlukan keterangan oknum jaksa P, untuk apa dia ke sana dan bertemu terpidana buron sesuai foto dan dokumen yang diserahkan oleh MAKI,” kata Barita.
Atas temuan tersebut, Barita mengatakan, Komisi Kejaksaan akan berupaya mengungkap kasus tersebut secara terang benderang. Sebab, pengungkapan kasus tersebut akan menjadi penentu untuk pengembalian kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum.
Komisi Kejaksaan akan berupaya mengungkap kasus tersebut secara terang benderang. Sebab, pengungkapan kasus tersebut akan menjadi penentu untuk pengembalian kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum.
Tidak hadir
Sementara itu, jaksa Pinangki tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dari Komisi Kejaksaan, Kamis (30/7). Terkait dengan hal ini, Komisi Kejaksaan akan melayangkan surat pemanggilan kedua kepada yang bersangkutan.
Komisi Kejaksaan memanggil Jaksa Pinangki atas laporan MAKI mengenai dugaan pelanggaran etik karena yang bersangkutan bertemu Joko Tjandra di Malaysia tahun 2019 lalu. MAKI melampirkan foto pertemuan.
Jaksa Pinangki dijadwalkan untuk memberikan keterangan kepada Komisi Kejaksaan pada Kamis pukul 09.30. Namun, hingga pukul 13.30, Jaksa Pinangki tak juga datang memenuhi panggilan.
Barita mengatakan, jika yang bersangkutan tidak hadir dalam pemeriksaan hari ini, pihaknya akan melayangkan surat panggilan kedua. Surat pemanggilan pertama dilayangkan pada Senin (28/7/2020) lalu.
”Yang bersangkutan wajib hadir untuk memberikan keterangan kepada Komisi Kejaksaan. Kami akan layangkan surat sebanyak dua kali, jika tidak hadir kami akan memanggil atasannya untuk memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir,” ujar Barita.
Yang bersangkutan wajib hadir untuk memberikan keterangan kepada Komisi Kejaksaan. Kami akan layangkan surat sebanyak dua kali, jika tidak hadir kami akan memanggil atasannya untuk memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir.
Setelah Jaksa Pinangki diperiksa, Komisi Kejaksaan akan membuat laporan hasil pemeriksaan (LHP). LHP itu akan menjadi dasar untuk menerbitkan rekomendasi yang akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung dan Presiden. Namun apabila Jaksa Pinangki terus mangkir, Komisi Kejaksaan juga bisa meminta laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Jaksa Pengawas Kejaksaan Agung.
”Untuk saat ini kami belum bisa bilang sanksinya apa, karena masih menunggu LHP. Namun, melihat pelanggarannya ada ancaman hingga pemecatan,” kata Barita.
Baca juga: Giliran Kejaksaan ”Bersih-bersih”