Hendak Ditangkap, Kapal Ikan Vietnam Coba Tabrak Kapal Bakamla
Di tengah pandemi Covid-19, pengamanan wilayah laut Indonesia dari kapal ikan asing yang menangkap ikan secara ilegal tetap dilakukan. Bakamla RI menangkap kapal Vietnam yang mencuri ikan di Laut Natuna Utara.
Oleh
Edna C Pattisina/ FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Keamanan Laut RI menangkap kapal ikan asing asal Vietnam yang diduga mencuri ikan di Laut Natuna Utara. Dalam proses penangkapan, kapal Vietnam itu berusaha kabur, bahkan bermanuver untuk menabrakkan diri ke Kapal Negara Pulau Dana-323 yang dioperasikan personel Bakamla RI.
Penangkapan itu bermula saat KN Pulau Dana-323 tengah berpatroli di Laut Natuna Utara. Pada Minggu 26 Juli 2020 sekitar pukul 11.00 WIB, kru KN Pulau Dana melihat sebuah kapal ikan asing (KIA). Kapal itu adalah kapal Vietnam. KN Pulau Dana berusaha mengontak, tetapi tidak mendapat respons.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Subbagian Humas Bakamla RI Letnan Kolonel Bakamla Mardiono, Senin (27/7), mengatakan, KN Pulau Dana-323 melakukan manuver untuk mendekati KIA tersebut. Selanjutnya, mereka berkomunikasi dengan menggunakan isyarat semafor. Namun, kapal ikan berbendera Vietnam tersebut menambah kecepatan dari 2 knot menjadi 8 knot dan terus berusaha menjauh dari KN Pulau Dana-323.
”Tidak cukup sampai di situ, KIA juga melepaskan tanda jaring ikan berwarna hitam guna menghilangkan barang bukti,” kata Komandan KN Pulau Dana-323 Letkol Bakamla Hananto Widhi.
Merasa tidak mampu melepaskan diri dari kejaran KN Pulau Dana-323, kapal ikan asing sampai membakar ban di buritan. Hal ini terlihat dari asap hitam yang membubung. Kapal ikan itu juga melaju kencang dengan manuver zig-zag yang dinilai membahayakan kapal-kapal niaga asing yang melintas di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).
Dalam proses tersebut, awak KIA menambah jumlah ban yang dibakar di bagian buritan dan haluan. KIA juga berusaha menabrakkan diri ke kapal MV Akij Ocean yang melintas di sekitar area penghentian KIA. Melihat hal tersebut, KN Pulau Dana-323 berkomunikasi dengan MV Akij Ocean guna memperingatkan awak kapal itu untuk memerhatikan manuver KIA dan menghindar.
Dalam proses itu, Hananto Widhi memerintahkan 1 tim VBSS (visit, board, search and seizure) dan RHIB (rigid hulled inflatable boat) untuk melumpuhkan KIA tersebut. Tim VBSS mengelilingi KIA dua kali guna mengidentifikasi keadaan. Setelah itu, tim VBSS mendekat ke lambung kiri KIA untuk berkomunikasi menggunakan pengeras suara memerintahkan awak kapal itu mematikan mesin.
KIA tidak kooperatif dan tetap melakukan manuver berbahaya berkali-kali sehingga pada akhirnya mencoba menabrakkan diri ke KN Pulau Dana-323. Merespons hal tersebut, tembakkan peringatan dilepaskan ke udara. Kapal ikan asing tetap berusaha melarikan diri dengan bermanuver melingkar dan membahayakan tim VBSS. Selanjutnya, tim VBSS melepaskan tembakan ke anjungan KIA.
Pada akhirnya, KIA mengurangi kecepatan dan tim VBSS berhasil merapat di lambung kiri kapal. Selanjutnya, tim VBSS mengumpulkan anak buah kapal (ABK) di haluan kapal. Prosedur pengamanan tidak hanya dilakukan terhadap ABK, tetapi juga di seluruh bagian kapal ikan asing.
Selanjutnya, kapal ikan asing berhasil dirapatkan ke KN Pulau Dana-323. Dari pemeriksaan awal, diketahui kapal itu memuat ikan 2 ton. Mardiono mengatakan, untuk dilakukan proses lebih lanjut, KIA beserta seluruh ABK dikawal personel KN Pulau Dana-323 menuju Selat Lampa, Natuna.
Penangkapan ini juga menandai, di tengah pandemi Covid-19, Bakamla tetap menindak kapal-kapal asing ilegal yang mencuri ikan di wilayah hak berdaulat Indonesia. Bakamla juga mengawal nelayan Indonesia yang mencari ikan di kawasan Natuna, Provinsi Riau. Pada Maret lalu, Kepala Bakamla RI Laksamana Madya Aan Kurnia menyampaikan, petugas yang bertugas di lapangan tetap menjalankan tugas (Kompas, 19/3/2020).
Pada Selasa (10/3/2020), Direktur Pemantauan dan Operasional Armada PSDKP- KKP Pung Nugroho Saksono menyatakan bahwa, sejak awal tahun ini, pihaknya telah menangkap delapan kapal ikan. Kapal-kapal itu terdiri dari 5 kapal berbendera Vietnam, 1 kapal berbendera Malaysia, 1 kapal berbendera Filipina, dan 1 kapal berbendera Indonesia.
Sementara Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan PSDKP-KKP Eko Rudianto mengemukakan, pada 2019 pihaknya menangani pelanggaran 107 kapal ikan. Dari jumlah itu, 48 kapal ikan di antaranya merupakan kapal berbendera Indonesia. Pelanggaran berupa penangkapan ikan dengan cara yang merusak dan kapal asing akan langsung dipidana (Kompas, Rabu 11 Maret 2020).
Pada awal tahun ini juga, nelayan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, meminta pemerintah segera menambah patroli kapal penjaga laut. Sebab, kehadiran aparat di Laut Natuna Utara sangat dibutuhkan guna menangkal serbuan kapal pencuri ikan dari Vietnam dan China yang belakangan kembali marak.
Tokoh nelayan Natuna, Rodhial Huda, Kamis (2/1/2020), mengatakan, mereka sering terintimidasi ulah kapal pencuri ikan dan penjaga laut dari Vietnam dan China. Pencurian ikan biasanya akan marak di Laut Natuna Utara pada Desember hingga Januari, bertepatan datangnya musim angin utara. ”Pada periode itu nelayan lokal takut melaut karena ombak sangat tinggi. Selain karena teknologi kapal kami tidak memadai, juga karena tidak ada aparat patroli untuk mengawal,” tutur Rodhial.
Kekosongan pada musim angin utara itu dimanfaatkan kapal-kapal pencuri ikan dari Vietnam dan China memasuki Laut Natuna Utara. Mereka datang dikawal kapal penjaga laut masing-masing. Pada saat bersamaan, nelayan lokal hanya bisa menonton sumber daya laut mereka dikeruk.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, kapal pencuri ikan kembali masuk karena ada celah pengawasan lemah. Pemangkasan anggaran pengawasan membuat intensitas patroli laut berkurang.
Pada 2018, anggaran belanja Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan mencapai Rp 816 miliar. Namun, tahun berikutnya, jumlah itu turun menjadi Rp 616 miliar. Dampaknya, jumlah hari pengawasan ikut menyusut dari sebelumnya 145 hari dalam setahun menjadi hanya 84 hari sepanjang 2019.
Adapun potensi sumber daya ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 711 yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan besarnya 767.126 ton. Potensi besar dengan pengawasan lemah itu akan menarik kedatangan nelayan Vietnam yang tengah mengalami kesulitan menangkap ikan di laut mereka. ”Itu menunjukkan, dengan kata lain, pemerintah sedang mempersilakan kapal asing ikut menikmati sumber daya laut Indonesia,” ucap Abdul (Kompas, Jumat 3 Januari 2020).